Share

Bab 06, Kembali Bertemu

Dasya baru sampai di rumahnya saat setelah pukul lima sore, karena keasyikan bersama Dini tasi, dia sampai lupa ke toko kuenya saking serunya bertemu dengan Doni—teman kuliahnya dulu. Mereka menghabiskan waktu hampir beberapa jam hanya membicarakan hal konyol di masa kuliah mereka, dan juga hal yang menyenangkan tentunya bagi Doni.

Setelah menyadari waktu berjalan begitu cepat, dan ada yang harus dilakukan Dasya dengan bahan-bahan dapur dibelinya tadi. Dasya pun berpamitan dengan Doni untuk pulang setelah menghabiskan nasi goreng yang tadi Dasya pesan di tukang abang-abang pinggir jalan.

Ya, Doni mengajak Dasya makan siang. Niat Doni ingin berterima kasih kepada Dasya karena telah memberi banyak kenangan manis. Sebab sering menjadi tameng untuk dirinya dari orang-orang sering menjahati Doni. Awalnya, Dasya menolak, tetapi terus dipaksa oleh Doni sehingga mau tidak mau pun, Dasya ikut saja, tidak enak karena Doni begitu antusias dan serius mengajaknya.

Jadi, Dasya pun meminta Doni untuk dirinya sendiri yang memilih tempat di mana mereka akan makan. Dan penjual kaki limalah yang menjadi opsi terbaik Dasya. Sebenarnya, Doni ingin mentraktir Dasya di restoran di Supermarket itu, tetapi karena Dasya sudah memilih Doni pun ikut saja.

Doni sebenarnya tidak masalah dan dia pun sering makan di tempat seperti itu. Menurut Doni di mana pun tempatnya asal bersih juga halal dan yang terpenting rasanya enak. Ya, ayo, ayo saja. Tidak akan jadi masalah.

Senyum Dasya yang sejak tadi bertengger di bibir mungilnya itu, tiba-tiba surut hilang entah ke mana kala melihat mobil Aren yang memasuki pekarangan rumah mereka. Dasya berdiri di dekat pintu memperhatikan Aren dari jauh. Pria tampan itu turun dari mobil, berjalan ke arah Dasya.

Dasya masih menatap ke arahnya. Namun, Aren seolah menganggap Dasya tidak ada dan tidak akan pernah ada. Sehingga dia berjalan dengan santai tanpa ada niat untuk menyapa istrinya sekedar basa-basi. Namun, ketika sudah di dekat Dasya. Aren terlihat melirik sebentar ke arah Dasya memperhatikan tas belanjaan di tangan gadis itu, lalu berjalan melewati Dasya tanpa sepatah-kata pun.

Mau bagaimana lagi, Dasya memang tidak pernah diinginkan. Helaan napas Dasya terdengar berat. Aren yang masih tidak terlalu jauh dari gadis itu dapat mendengar jelas hal tersebut. Yang menandakan kekecewaaan Dasya begitu besar yang Aren ciptakan.

Meskipun, Aren pun kadang merasa bersalah, tetapi itu hanya perasaan yang singgah saja. Tidak menetap apalagi bisa mengubah keadaan yang ada.

‘Biarlah seperti ini, sampai dia menyerah dan pergi,' batin Aren.

Ya, selama lima tahun ini Aren selalu berusaha agar Dasya menyerah, pada hubungan yang seharusnya tidak pernah terjalin. Namun, kesabaran Dasya menghadapi Aren selama ini dengan segala sikap dan perilaku pria itu membuat Aren mengakui Dasya gadis yang hebat. Karena bisa bertahan selama lima tahun lamanya menghadapi dirinya. Padahal, kalau dipikir dan diingat-ingat Aren sudah banyak sekali melukai Dasya, bahkan mungkin tidak bisa dihitung lagi.

Walaupun begitu, hati Aren tidak bisa terketuk untuk mengubah tujuan awalnya. Dia benar-benar menginginkan perceraian, tetapi masih belum berani mengajukan duluan akibat kakeknya. Dia mau Dasyalah yang mengajukannya, tetapi melihat usaha Dasya merebut hati Aren dan terus bersabar dan mengalah membuat Aren kesal kepadanya. Sehingga Aren memperlakukannya dengan sangat tidak baik.

“Harusnya, kau mengalah saja, Sya. Tidak perlu memberi banyak tameng di hatimu untuk menghadapiku. Menyerahlah, dan tata kembali hatimu untuk yang lain saja,” gumam Aren menatap ke arah Dasya yang kesulitan membawa barang belanjaannya ke dapur dari atas tangga.

Aren menghela napas kasar. Rasa ingin membantu setiap Dasya kesulitan selalu ada, tetapi rasa gengsi juga selalu lebih mendahuluinya. Sehingga Aren hanya bisa menatap Dasya, lalu pergi begitu saja membiarkan istrinya itu kesulitan sendirian.

***

“Haah ... Akhrinya, selesai juga.” Dasya mendesah lega ketika semua barang belanjaannya sudah ditata dengan rapi di tempat masing-masing. Senyumnya mengembang melihat dapurnya kembali terisi banyak bahan dapur, membuat Dasya bersemangat dan ingin segera memasak.

Di saat Dasya sedang mengemasi kantung kresek ingin menyimpannya ke tempat seharusnya, tiba-tiba suara deru mobil di luar membagi fokusnya. Keningnya mengerut, dia bertanya-tanya siapa yang sedang berkenjung ke rumahnya saat malam seperti ini.

Kakek Aren sedang di luar negeri. Hanya pria sepuh itu saja yang selalu berkunjung malam-malam ke rumahnya, yang kadang membuat Aren kesal. Sebab, dia akan ber-akting mesra dengan Dasya di depan pria tua itu. Namun, Dasya pikir itu bukan kakeknya. Sebab, pria itu belum kembali dari luar negeri, lalu siapa? Tanya Dasya dalam hati.

Tidak ingin terus bertanya-tanya dan hanyut dalam ketidakpastian, Dasya pun berjalan ke luar untuk melihat siapa yang datang. Dan betapa terkejutnya kala melihat mobil yang terparkir dan orang yang ke luar dari mobil tersebut. Seseorang yang dia tidak sengaja bertemu di pusat perbelanjaan tadi.

“Doni,” gumam Dasya pelan.

Kening Dasya semakin mengerut dalam saat melihat seseorang yang juga ikut turun dari mobil milik Doni, lalu pria 26 tahun itu kemudian membantu pria yang baru saja ke luar dengan berjalan ke arah Dasya yang terbengong melihat ke duanya.

“Kakek, kalian—“

“Ada apa, Dasya?! Kau terlihat terkejut seperti sedang melihat hantu saja,” sela kakek mertuanya itu membuat Dasya salah tingkah. Cepat-cepat gadis itu mengubah ekspresinya.

“Ah, agak sedikit terkejut, Kek.”

“Kenapa?” tanya pria tua itu. “Apa ada yang salah dengan kedatangan Kakek? Atau Kakek datang di waktu yang tidak tepat.”

Dasya menghela napas kasar, lalu membenarkan perkataan kakeknya dalam hati. Pria itu memang tidak datang di waktu yang tepat. Sebab, di saat mood Aren yang begitu hancur pasti akan membuat Dasya pun merasakan dampaknya nanti.

“Ya, sepertinya, Kek. Soalnya, Dasya belum masak,” bisik Dasya pada pria tua itu membuatnya sontak tertawa.

“Oh, hahah ... Kalau itu, sih. Kakek tidak akan masalah menunggu. Kakek kangen masakanmu.”

Dasya dan kakek mertuanya asyik bercanda sampai melupakan Doni yang menatapnya bingung. Melihat keakraban Dasya dengan kakeknya ini membuat Doni heran. Walaupun Doni hanya cucu angkat, tetapi dia memiliki tempat tersendiri di hati pria tua itu.

“He’em ....” Sontak ke duanya menoleh menghentikan candaan mereka dan tersadar ada yang tengah kesal karena sejak tadi diabaikan.

“Eh, Dasya. Kakek sampai lupa memperkenalkanmu dengan seseorang.” Kakek mertuanya melirik ke arah Doni yang memasang wajah jengkel. “Perkenalkan ini—“

“Kami sudah saling kenal, Kek.” Doni memotong ucapan kakeknya membuat pria tua itu mengerut sembari menatap mereka bergantian.

“Kapan? Di mana? Perasaan aku baru ingin memperkenalkanmu dengannya.”

“Kami satu kampus, bahkan satu fakultas dulu, Kek.” Bukan Doni yang menjawab, melainkan Dasya.

Kakeknya menganga mendengar penjelasan Dasya. Dia tidak menyangka Doni dan Dasya sudah mengenal sejak dulu. Hal itu baru dia ketahui sekarang ini. Doni dan Dasya tersenyum melihat raut keterkejutan kakek tua itu. Doni tidak menyangka pertemuannya tadi dengan Dasya di supermarket kembali terjadi.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status