‘’Ya Allah! Tolong kuatkan aku dan berikanlah kesabaran kepadaku.’’Dadaku kian terasa sesak mendengar apa yang dikatakan olehnya. Sebenarnya ucapan mereka tak salah, tetapi apa tak bisa dia menjaga ucapannya yang membuat hati orang tersakiti. Aku tak bisa lagi menahan air mataku hingga berjatuhan, orang-orang yang berjalan kaki di sampingku seketika menoleh dan memandangiku, bergegas aku seka air mata dengan ujung kerudung. Si dedek menangis seketika, mungkin dia tahu apa yang tengah aku rasakan.‘’Sayang Mama, kenapa nangis? Iya deh, Mama nggak nangis lagi nih. Mama janji.’’ Aku berusaha membujuk anakku, Alhamdulillah tangisannya pun reda. Ternyata dia mengerti apa yang telah kuucapkan. Teringat olehku Bibi Ningrum yang mengatakan kalau anak bayi itu tahu apa yang kita rasakan dan jika kita gelisah maka dia akan ikut merasakan hal yang sama hingga membuat dia rewel.Aku kembali melanjutkan untuk melangkah. Di jalanan, mataku tertuju pada wanita dan dua orang anaknya yang berpakaian
Seminggu sudah aku tinggal di rumah baru ini. Alhamdulillah tak ada ocehan atau pun hinaan tetangga. Dulu, tinggal di rumah Papa yang lama, setiap hari kena mental dan mendapat hinaan. Mungkin karena tetanggaku yang dulu tahu bagaimana sikapku, pendiam dan tak suka bergaul dengan lelaki. Siapa sangka akan terjerumus ke hal yang menghinakan itu, apalagi kedua orang tuaku dikira mereka hanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing hingga anaknya tak terurus, itu salah sekali. Bahkan Papa dan Mama selalu meluangkan waktunya untuk menasehatiku, hanya saja aku yang keras kepala dan karena cinta membuat mataku buta. Lupa akan segalanya.****Pagi ini matahari sudah menampakkan cahayanya, aku sedari tadi hanya memandangi anak semata wayangku yang tengah berbaring. Entah kenapa mager sekali hari ini, tak biasanya. Juga pikiranku jauh melayang entah ke mana.‘’Monik, nggak bawa si Dedek maraton ke luar?’’ Suara Mama mampu membuyarkan lamunanmu.‘’Ah, iya, Ma. Sebentar lagi, aku juga blom bant
Aku menggeleng cepat. ‘’Aku nggak salah denger, Pa. Bahkan berulangkali Mama bilang kalo dia ingin memberikan separuh dari hartanya untuk Rafi, jauh sebelumnya dia sudah mengurus suratnya yang tadi siang dikirim ke hp aku. Aku kenal banget sama Mama Karni. Beliau baik banget,’’ ucapku panjang lebar. ‘’Dan kemaren Mama Karni sempet mengasih uang juga buat peganganku kalo ada keperluan mendesak, apalagi aku udah punya Rafi. Uang itu jumlahnya cukup banyak loh, Ma, Pa,’’ imbuhku memandangi Mama dan Papa. Beliau tampak makin kaget mendengar ucapanku.‘’Ya Allah, Alhamdulillah kalo memang begitu, Nak,’’ sahut Mama dengan mata berkaca-kaca.‘’Alhamdulillah, walaupun Andre nggak mau tanggung jawab setidaknya Mamanya sudah bertanggung jawab dan ternyata Mama Karni itu baik banget ya sama kamu dan juga Rafi. Papa nggak nyangka,’’ timpal Papa tampak menunjukkan seulas senyuman.‘’Iya, Ma, Pa. Alhamdulillah, sebenarnya Mama Karni itu baik banget walaupun suaminya begitu kelakuannya. Aku dapat
Tangisanku kali ini sungguh pecah. Di saat seperti ini hanya kedua orang tuaku yang bisa menerima kehadiranku kembali. Beliau bisa menerimaku dengan baik lagi walaupun dulu pernah membenciku dikarenakan perbuatanku yang sudah melampaui batas. Di saat dunia tak berpihak padaku, ada kedua orang tuaku yang selalu ada di barisanku. Aku masih ingat, dulunya Papa benci sekali dengan perbuatanku itu, tapi seiring berjalannya waktu beliau sudah mau memaafkan semua kesalahan dan perbuatanku yang ada di masa lalu. Sebenci apa pun kedua orang tua, suatu saat akan menerima anaknya kembali ke pangkuannya. Marahnya mereka tanda peduli dengan anaknya, tiada orang tua yang marah tanpa sebab, marahnya karena kelakuan anak-anaknya yang tidak baik. Seperti aku contohnya mempunyai masa lalu yang kelam.Sudah sepantasnya Papa dan Mama membenciku, tetapi Alhamdulillah kini beliau bisa menerimaku kembali. Aku tak tahu jika kedua orang tuaku tak menerima kehadiranku di sini, entah ke mana aku dan bayiku ak
‘’Monik, kamu masih tidur, Nak?’’ Suara Mama di luar sana. Aku mencoba membuka mata yang terasa perih. Ternyata aku ketiduran setelah curhat pada Ayu. Aku menggeliat, lalu bergegas duduk. Aku mengumpulkan nyawa terlebih dahulu,’’Iya, Ma. Aku baru bangun nih, maaf yah, Ma,’’ sahutku dengan suara khas bangun tidur.‘’Nggak apa-apa, Mama cuman mau bilang Papamu udah pulang kerja nih,’’ ucap Mama kembali.‘’Apa? Udah pulang Papa ya, Ma?’’ Aku kaget, karena Papa biasanya pulang dari kantor itu sore, saking sibuknya beliau. Sedangkan aku tidur tadi siang sekitaran pukul 13.00, berarti saat ini sudah sore? Ya Allah! Saking lelahnya aku hingga lama aku terlelap. Aku bergegas memandangi benda yang melingkar di dinding. ‘’Apa? Jam 17.00? Ya Allah?’’ Kuusap mata berulang kali, terus memandangi jarum jam itu, namun tak jua bertukar jarumnya. Berarti aku tak salah lihat. Benar saja sudah sore, saking lamanya aku tertidur pulas. ‘’Iya, Nak. Kamu enak banget tidurnya, makanya Mama nggak mau bangu
Jleb! Ya Allah. Lidahku seakan kelu, aku memilih diam. Apa yang harus aku jawab? Apa aku cerita saja semuanya ke Ayu?‘’Ya, Ayu berhak tahu semuanya. Dia adalah sahabatku, biar aku juga ngga memendam sendiri,’’ gumamku dalam hati. Akhirnya aku memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Ayu hingga membuat dia kaget.‘’Ya Allah, astaghfirullah al aziim. Kenapa kamu nggak cerita ke aku, Monik. Kenapa baru sekarang? Andre sungguh keterlaluan!’’ Terdengar suara Ayu naik beberapa oktav di seberang sana. ‘’Maaf, Yu. Aku ngga mau ngerepotin kamu terus."‘’Ya Allah, kamu kayak nggak kenal aku aja. Kita udah lama bersahabat, kok kamu malah bilang kayak gitu?’’‘’Mungkin ini yang terbaik untuk kamu. Lelaki kayak Andre nggak bisa dipertahankan, yang ada kamu akan tersakiti terus,’’ imbuh Ayu di seberang sana. ‘’Kamu pasti kuat dan bisa melewati ini semua. Aku yakin itu dan kamu belum terlambat untuk bertobat. Anggap ini teguran dari Allah atas semua yang kamu lakukan. Allah menegurmu agar ka