Share

Biar Kutanggung Dosa Malam Itu
Biar Kutanggung Dosa Malam Itu
Author: Nike Ardila Sari

Diusir

last update Last Updated: 2024-08-21 16:27:51

‘’Mama ingin memberi kamu jamu supaya haid kamu lancar.’’

Aku yang tengah termenung di kamar, sontak terkesiap. 

Jamu untuk mempelancar haid?

Sejak mantan kekasihku tak mau bertanggungjawab, usia kandunganku sudah dua bulan.

Tetapi, sebencinya aku akan kejadian yang meninpa ini, aku  teringat  dengan nasihat sahabatku, Ayu yang mengatakan janin ini tak bersalah.

Bagaimana ini? Apa jangan-jangan, mama mencurigaiku selama ini?

‘’Monik!!’’ panggil Mama yang masih berdiri sembari memegang segelas jamu. 

Aku terperanjat dengan suara Mama yang menggelegar.  ‘’A—anu. Ma’af, Ma..’’ Susah payah aku berucap.

‘’Kamu takut minum jamu ini?’’ tanyanya lagi, "apa kamu hamil?"

PLAAKKK!!

Satu tamparan mendarat di pipi kananku. Aku kaget dan meringis kesakitan. 

Dari mana Mama tahu kalau aku sedang hamil?

Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. 

‘’Ma—Mama…’’ lirihku dengan buliran air mata membasahi pipi, sembari memegang pipi yang terasa perih.

‘’Apa maksud dari pesan kamu itu? Hah? Jawaab!’’ Mata Mama tampak memerah, buliran bening mulai membasahi pipinya dan mengguncang tubuhku. 

‘’Pe—pesan apa maksud Mama?’’ tanyaku pura-pura tak mengerti.

‘’Pesan di hp kamu!’’ teriak Mama. Sembari meraih ponselku dengan kasar.

Wanita itu langsung memperlihatkan semua pesan itu dengan kasar, hingga aku tak mampu berucap.

Hanya buliran air mata yang terus menganak. 

‘’Monik, jawab! Apa kamu benaran hamil!’’ Kali ini Mama benar-benar tak dapat mengendalikan emosinya.  Hingga tangannya hampir melayang kembali ke pipiku. 

’’ Ya Allah! Ada apa ini? Istighfar, Ma!’’ lirih Papa yang tiba-tiba datang lalu menepis tangan Mama.

‘’Istighfar kata kamu, Pa? Anak kamu ini seharusnya yang disuruh istigfar dan bertobat,’’ ketus Mama.

‘’Apa maksud, Mama?’’ 

‘’Di—dia hamil…’’ ketus Mama dengan buliran air mata membanjiri pipinya, sedangkan Papa tampak kaget dan mengacak rambut.

‘’Apa? Kamu jangan bercanda, Ma?’’ Papa beralih menatapku dengan tatapan tajam.

‘’Papa tanya aja sama dia!’’ Mama memijit keningnya. 

‘’Apa benar itu, Monik? Jawab!’’ Baru kali ini aku melihat kemarahan Papa. Tangan beliau kembali terangkat. Aku hanya mengangguk pelan dengan buliran air mata yang tak henti-hentinya.

PLAAKKK!!

Kali ini aku mendapat satu tamparan kembali dari cinta pertamaku, lelaki yang selama ini begitu sangat menyayangiku.

‘’Pergi kamu dari sini! Aku malu punya anak kayak kamu! Dasar anak ngga tau diri. Apa kamu ngga tau dosa? Hah?’’ Emosi Papa benar memuncak. Kata-kata yang tak pernah keluar dari mulutnya sekarang keluar untukku. Aku menangis histeris.

‘’Kamu ngga boleh tinggal di rumahku! Silakan angkat kaki dari sini"

Deg!


Tanpa basa-basi, Papa menyeretku keluar rumah dengan kasar.

Tak dibiarkannya aku membawa apapun, kecuali yang melekat di tubuhku saat ini.

Sedangkan Mama berteriak dan menangis histeris di dalam rumah.

‘’Pa!’ ’panggilku dengan deraian air mata. Aku berlutut di kakinya.

‘’Jangan kamu panggil aku Papa! Aku bukan Papa kamu!’’

Papa mengunci gerbang dan mendorong tubuhku hingga tersungkur. Aku mengerang kesakitan dan memegang perutku. 

‘’Pa! Ma!’’ teriakku sembari berderaian air mata. 

Ya, Allah!

Kenapa semua ini terjadi? Apakah ini hukuman untukku?

Aku terdiam.

Ya, ini pantas untukku. Dengan mudahnya aku menyerahkan kehormatanku pada lelaki yang belum halal untukku.

Dengan mudahnya aku mencicipi kemanisan yang bersifat sesaat karena bujuk rayu mantanku.

Pikiranku begitu kalud, kepala terasa pusing, perut juga terasa sakit, dan pemandanganku seketika kabur. 

Aku tak tahu apa yang terjadi.

Aku juga tak tahu berapa lama aku dalam kegelapan itu.

Hanya saja,  bau minyak kayu putih terasa menyengat olehku.

Aku lantas membuka mata dengan pelan. Samar kulihat wajah yang tak asing lagi bagiku. 

‘’Alhamdulillah! Kamu udah sadar, Monik,’’ lirih Ayu yang duduk di tepi ranjang.

‘’A—aku di mana?’’ tanyaku sembari memegangi kepala yang masih terasa pusing.

‘’Kamu di rumah aku.’’ Seketika aku kaget dan bergegas mencoba untuk duduk, walaupun dengan kepala yang masih terasa pusing.

‘’Jangan duduk dulu, Monik. Kamu harus istirahat!’’ Ayu kembali membantu untuk merebahkan tubuhku.

‘’Ta—tapi, aku nggak mau nanti gara-gara aku kamu kena marah..’’ lirihku dengan buliran air mata. 

‘’Ssstt! Jangan ngomong seperti itu. Semuanya biar aku yang ngatur ya. Kamu istirahat dulu!’’ Dia  menempelkan jari telunjuknya di bibir.

‘’Makasih banyak, Yu. Kamu masih mau membantu aku, padahal dosa aku begitu banyak.’’ Buliran air mata membasahi pipiku. 

‘’Kamu itu sahabat aku. Jangan ngomong kayak gitu. Semua orang juga punya dosa kok.’’ Ayu memegang jemariku. Membuat aku menghela napas.

‘’Bantu aku ya, Yu? Bimbing aku ke jalan yang benar. A—aku ingin sekali bertobat. Apa Allah mau mengampuni aku yang bergelimang  banyak dosa ini?’’

‘’Kita sama-sama belajar ya. Ngga baik ngomong kayak gitu. Allah itu Maha Pengampun, Monik. Asalkan kita benar-benar tobat dan nggak akan mengulanginya lagi.’’

‘’Kamu istirahatlah! Aku mau membantu Bunda menyiapkan makanan siang.’’ Dia bergegas beranjak. 

‘’Yu, tunggu!’ ’Seketika aku menarik tangannya, dia pun menoleh.

‘’Kenapa kamu bisa menemukan aku?’’ tanyaku memandanginya. Membuat dia tersenyum lebar menatapku.

’’Tadinya aku berniat ke rumah kamu. Setelah sampai di depan gerbang, aku melihat kamu dalam keadaan pingsan  dan aku yakin ada sesuatu yang terjadi sama kamu. Makanya aku membawa kamu ke sini.’’ Wanita berkerudung cokelat susu itu tak hentinya tersenyum lebar.

‘’Ta—tapi gimana dengan Bunda dan Ayah, beliau pasti…’’

‘’Ssstt! Kamu nggak usah khawatir. Yang penting sekarang fokus sama kesehatan kamu sama janin yang ada di perut kamu,’’ lirih Ayu yang hampir tak terdengar olehku. Mungkin dia takut kedua orang tuanya akan mendengar pembicaraan kami.

 ‘’Aku tinggal dulu ya. Kalo kamu mau air atau apapun itu, aku akan ke sini lagi.’’ Dia bergegas melangkah keluar dari kamarnya. 

Aku memegangi kepalaku yang masih terasa pusing, terbayang olehku semua kejadian tadi. Seketika tumbuh penyesalan, andaikan saja aku tak menerima cinta lelaki itu pasti tidak akan seperti ini. Aku tak kan hamil di luar nikah begini. Kenapa aku bisa sebuta ini?

Ingin segera aku mengakhiri hidupku. Perlahan aku berdiri dengan menumpu berat badanku ke dinding. Lalu mencari sesuatu.

Ya, itu dia. Dengan dada sesak aku meraih benda tajam itu, buliran air mataku terus berjatuhan. "Maafkan aku dan selamat tinggal!"

Cairan merah mulai merembes dari tanganku, tetapi sebuah teriakan membuatku segera menoleh.

'’Astaghfirullah ‘al adziim! Istighfar, Monik! Apa yang kamu lakukan? Ini nggak akan menyudahi masalah kamu!’’

Ayu menatapku tajam dan tampak berlari ke arahku!


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Biar kutanggung dosa malam itu.

    Aku merasa hina dan tak pantas jika dia bersahabat denganku, tetapi di luar dugaanku. Ayu bahkan orang satu-satunya yang selalu mensupport, di saat aku terpuruk sekalipun. Betapa beruntungnya aku punya sahabat seperti Ayu, dulu aku acuhkan ketika aku jadi kekasihnya almarhum Andre.Ya, kini Ayu sudah kuliah di Universitas ternama dan tentu itu kampus impiannya selama ini. Aku tahu soal itu, karena aku yang bertanya pada sahabatku. Aku yakin dia enggan memberitahuku karena tak mau jika aku nanti malah bersedih hati. Ayu dan teman-teman pada kuliah, sementara aku menggendong anak. Aku punya anak bukan pada waktunya. Seusia aku masih berkecimpung di pendidikan. Itu semua karena kesalahanku, karena kebodohanku.Akibatnya aku yang menanggung, membuat aku putus sekolah dan tak bisa melanjutkan pendidikan seperti temanku yang lain. Banyak juga yang menjauhiku karena tahu bahwa aku hamil di luar nikah. Hingga kini, orang masih mengatakan hal yang sama. Pandangan orang padaku tetap tak kan be

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Sudah Tertangkap?

    Aku bukan ilfeel dengan pekerjaannya. Prinsipku apapun pekerjaan asalkan halal. Aku orangnya tak memandang jabatan. Tapi, rasa trauma itu masih membekas. Aku hanya ingin membesarkan dan mendidik anakku untuk saat ini.‘’Assalamualaikum.’’‘’Waalaikumsalam. Eh, cucu Nenek udah datang ya, Sayang.’’ Seketika Mama Karni bergegas menghampiri kami dan langsung menggendong cucunya. Membuat Rafi tertawa kecil dan memegang pipi neneknya.‘’Tadi Mama beliin mainan buat si Dedek,’’ kata wanita separuh baya itu sambil memandang ke arahku.‘’Ya Allah, Ma. Kan mainannya udah banyak,’’ keluhku kemudian. Ya, neneknya selalu saja membelikan mainan yang begitu banyak untuk cucunya. Padahal mainan yang dibelikan kemarin-kemarin masih layak dipakai, masih bagus. Di rumahku pun banyak mainan juga, itu oma dan opanya yang beli.‘’Nggak apa-apa, Nak. Itu mainan yang baru kok dan belum pernah dimainkan sama si Dedek.’’**‘’Assalamualaikum.’’ Aku yang tengah memberikan ASI pada si kecil seketika Mama mengan

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Dua Tahun Kemudian

    ‘’Sayang, mandi dulu ya. Nanti kita tempat Nenek,’’ kataku pada Rafi yang sedang asyik bermain. Dia berhenti bermain lalu menoleh ke arahku. Ya, sudah setahun lebih kini usia anak semata wayangku. Alhamdulillah dia sehat dan sangat aktif. Sudah dua tahun juga kepergian mantan suamiku, Papanya Rafi. Tak berselang lama, aku telah selesai memandikan anakku. Dia kugendong dengan berbalut handuk. Lalu langsung kubawa ke tempat tidur, membaringkannya. Dia tampak tertawa kecil, membuat aku makin gemas saja.‘’Ma,’’ katanya yang membuat aku bergegas mengecup pipi tembem si kecil.‘’Ih, anak sayang Mama ini.’’ Dia tertawa kecil hingga nampak giginya yang baru tumbuh. Kuambil minyak kayu putih, lalu mengoleskan ke perut, punggung, tangan, dan kakinya. Dia tampak enteng sekali sambil bertepuk riang.‘’Bi, nanti kalo Ibu nanya bilang aku ke rumah Neneknya Rafi,’’ kataku pada wanita separuh baya yang berkerudung itu. Ya, dia adalah ART di rumahku. Namanya Bibi Aida, dia sudah setahun bekerja di s

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Kabur? (POV Mami Nina)

    Aku tak mau membusuk di penjara. Aku tak mau jika orang suruhanku itu mengaku bahwa aku-lah dibalik semua ini.‘’Ya udah deh, Mi. Kalo gitu bersiap-siaplah,’’ sahutnya yang membuat aku melukiskan senyuman di bibir, bernapas lega.‘’Kita pergi sekarang kan, Pi?’’ ulangku kembali menatap mata elangnya.‘’Iya, Mi. Kita pergi sekarang. Kalo bukan demi Mami, Papi nggak akan mau liburan. Apalagi kerja Papi akan ditinggal begitu saja,’’ jelasnya sambil menghela napas berat.‘’Mami minta maaf deh, Pi. Tapi kan bisa Papi suruh orang kepercayaan Papi untuk menggantikan tugas Papi untuk sementara waktu.’’‘’Nggak semudah itu, Mi.’’ Lelaki yang menemaniku selama dua puluh tahun itu bergegas berlalu meninggalkanku. Begitulah si Papi, jika diajak pergi liburan di luar waktu libur, maka dia akan enggan untuk pergi dan malah menjadi bahan perdebatan antara aku dan suami. Ya, tapi aku tak punya cara lain untuk menghindar. Ini satu-satunya cara supaya keberadaanku tak ditemukan oleh pihak kepolisian.

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   POV Mami Nina

    ‘’Bu, saya takut kalo penyamaran saya terbongkar. Sa...saya nggak mau masuk penjara.’’Membuat darahku mendidih dibuatnya mendengar ucapan wanita di seberang sana, orang suruhanku untuk melenyapkan Andre seminggu nan lalu. Sengaja aku bayar orang lain untuk membantu Andre agar nyawanya lenyap, tentunya dengan harga yang sangat mahal. Seperti ancamanku pada mamanya, kalau nyawa harus dibalas dengan nyawa. Anak semata wayangku, Nina.Anak yang sangat kusayangi kecelakaan dan merenggut nyawa. Gara-gara lelaki itu yang membawa anakku jalan-jalan ke luar pakai motor sportnya. Sejak awal aku tak pernah merestui hubungan mereka, namun suamiku bersikeukeh untuk menjodohkan lelaki itu dengan anakku. Dengan terpaksa aku menyetujuinya ketika itu, hingga Nina sering membawa lelaki itu ke rumah. Bahkan hingga larut malam, lelaki itu masih di rumahku.Aku yakin Nina hamil darah dagingnya Andre, atas perbuatan lelaki terkutuk itu. Sungguh miris, anakku meninggal dalam keadaan berbadan dua dan itu d

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Kita Harus Ikhlas

    Mata Alisya melotot ke arahku. Sejak pertama kali dia tahu kalau aku ada hubungan spesial dengan Andre, sejak itu pula dia sering berkata ketus padaku, apa dia membenciku? Dan apa rasa benci itu masih membekas sampai saat ini?Buktinya dia menatap tajam ke arahku.‘’Terima kasih kalian udah datang ke pemakaman Andre. Hati-hati di jalan,’’ sahut Mama. Namun, mereka tak menoleh sedikit pun. Aneh! Tadinya begitu ramah dan sopan perlakuannya terhadap Mama Karni. Kini kenapa jadi begini? Apa karena Mama yang mengatakan aku masih berstatus sebagai istrinya Andre? Tapi apa hubungannya? Kan Andre sudah meninggal. Ah, sudahlah! Sepertinya pikiranku butuh istirahat sejenak.Mataku tertuju pada Mama yang tengah memeluk batu nisan anaknya dengan deraian air mata.‘’Semoga kamu tenang di sana ya, Nak. Maafkan Mama belum bisa jadi Mama yang baik untuk kamu.’’Membuat hatiku terenyuh memandangi wanita yang telah kuanggap sebagai orangtuaku itu. Entah kenapa, aku ikut merasakan apa yang dirasakan ole

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status