Share

PENOLAKAN

"Kakak...??! Aku senang akhirnya kau bisa datang!" Lindsay berlari kecil menghampiriku.

Ia tampak cantik dengan balutan dress selutut warna merah mudanya, rambutnya yang pirang panjang diikat setengah ke belakang membuat penampilannya semakin manis.

Adikku Lindsay memang gadis yang manis sejak dulu, ia adalah putri kesayangan Mom dan Dad. Berbanding terbalik denganku yang selalu mandiri sejak kecil, karena kasih sayang Mom dan Dad memang sepenuhnya mereka curahkan untuk Lindsay selama ini.

Jarak usia kami hanya berbeda 3 tahun namun wajahnya yang baby face membuatnya jauh lebih muda dari usianya sekarang.

Kini ia memeluk tubuhku erat, harum bunga chamomile tercium begitu jelas di tubuhnya yang mungil.

"Bagaimana kabarmu, Lindsay?

Apakah kau bahagia?" tanyaku membalas pelukannya.

"Tentu saja, Kak. Aku sangat bahagia karena aku akan menikah dengan orang yang paling kucintai dan kau bisa hadir di pernikahanku nanti...," jawabnya yakin, kini ia menatap lembut wajahku dan menyentuh kedua tanganku dengan penuh sayang.

"Aku harap Mom dan Dad juga senang kakak datang dan bisa kembali lagi berkumpul di rumah ini," ucapnya penuh harap.

Ucapan Lindsay mengingatkanku pada kenyataan kalau masih ada 2 orang di rumah ini yang belum kutemui. Mom dan Dad.

Aku tersenyum pahit dan berkata, "aku tak mengharapkan mereka senang dengan kehadiranku, Lindsay. Aku di sini karena kau yang meminta, hanya itu tujuanku kembali ke rumah ini," jawabku dingin.

"Kak, kenapa kau bicara begitu? Aku tak suka kau selalu pesimis dengan keadaan.

Mom dan Dad mencintaimu sama seperti mereka mencintaiku selama ini," sahut Lindsay meyakinkanku.

Sama sekali tak ada niatku untuk membantah ucapan Lindsay padaku, karena aku sudah terbiasa dengan semua penolakan dan ketidak adilan yang selama ini aku rasakan selama hidup di rumah ini.

Hanya senyuman tipis dengan wajah tegar berusaha ku tampilkan di depan Lindsay sekarang. 

"Kau pasti lelah kak, ayo kuantarkan kau ke kamarmu sekarang! Mom dan Dad sedang keluar berkunjung ke rumah uncle Grey untuk membicarakan tentang pernikahanku 2 hari lagi, aku rasa mereka akan pulang larut malam nanti," tutur Lindsay menjelaskan.

***

Tanpa terasa malam pun tiba, saat ini waktu menunjukkan pukul 8 lebih 5 menit.

Sejak kepulanganku tadi siang, selama itu pun aku tetap di dalam kamar.

Ya, kamar milikku dulu saat aku masih tinggal di rumah ini. Tak ada yang berbeda, semua masih tetap sama hanya saja beberapa perabotan sudah tak ada di kamar ini.

Aku rasa memang mungkin mereka sengaja membuang atau memindahkannya.

Kepergianku yang mendadak 6 tahun yang lalu memang membuat gempar seluruh keluarga besar Mckent.

Itu karena aku menolak mentah-mentah pernikahanku saat itu yang sudah hampir di depan mata. Pernikahanku bersama dengan seorang pengusaha kaya dari Jerman, yang terpaut umur jauh lebih tua dariku.

Pernikahan hanya lah kedok, mereka hanya membuat pernikahan itu terlihat sakral padahal jauh di balik itu semua, bisnis di mata mereka semua yang haus akan materi dan kekuasaan.

Aku yang saat itu berumur 18 tahun dengan jiwaku yang bebas tentu saja menolak mentah-mentah pernikahan itu. Nekad pergi dari keluarga Mckent dengan hanya membawa nama. Hingga sekarang aku sampai di tempat ini kembali setelah sekian tahun, sungguh tak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Lamunanku buyar saat kudengar suara ketukan di pintu luar kamar. 

"Ya, masuk!" perintahku.

Kulihat Lindsay masuk dengan senyuman manisnya padaku.

"Apa aku mengganggu istirahat Kakak?" tanyanya.

"Sama sekali tidak, ada apa?" sahutku.

"Mom dan Dad sudah pulang kak, ayo aku antarkan kakak untuk menemui mereka" tuturnya berusaha membujukku.

Aku ragu beberapa saat, namun ekspresi Lindsay yang kini tampak memohon membuatku tak bisa menolak keinginannya sekarang dan lagi pula sampai kapan aku akan menghindar dari mereka di dalam rumah ini?

"Baiklah, aku melakukannya semua demi kau, Lindsay" ucapku lirih.

"Terima kasih Kak." Lindsay tersenyum puas.

Kemudian dengan langkah pasti Lindsay menuntunku berjalan menuju ruang keluarga yang ada di lantai bawah, cukup jauh dari kamarku yang ada di lantai kedua.

Dari atas tangga aku bisa melihat seorang pria dan wanita setengah baya duduk di sebuah sofa mahal dari kulit yang menjadi favorit mereka sejak dulu.

Nafasku sedikit tertahan dan bibirku terasa kering seketika saat melihat kedua sosok itu.

Sosok yang tak pernah kulihat lagi sejak 6 tahun yang lalu.

Seperti mengetahui kehadiranku, mereka berdua pun memalingkan wajahnya padaku dan berdiri saat itu juga.

Dapat kulihat ekspresi wajah terkejut di wajah mereka masing-masing saat melihat kehadiranku saat ini.

"Natalie...?!" panggil wanita yang kupanggil Mom itu tak percaya.

"Ba-gai-mana bisa..., Natalie...??" tanya Mom masih tak percaya pada apa yang dilihatnya sekarang.

Sedangkan kulihat ekspresi wajah tegang dan marah dapat kulihat di wajah pria paruh baya di depanku sekarang.

"Kau-?! Kenapa kau ada disini, hah?!!

Gadis brengs*k! Gadis pengkhianat!!" Serunya marah dengan tatapan berapi-api seakan ingin menelanku hidup-hidup saat ini.

"Mom! Dad! Berhentilah bersikap seperti itu di depan kakak!! Aku yang memintanya ada di sini karena aku menginginkan kakak menjadi saksi di pernikahanku nanti!" Lindsay berseru membelaku.

Aku yang memang sudah siap dengan keadaan seperti ini hanya menatap mereka tanpa bereaksi apapun.

"Kalian tak perlu cemas, aku akan pergi dari rumah ini setelah Lindsay menikah," sahutku tenang.

"A-pa?? Bagaimana bisa kau bersikap seperti itu pada kami setelah kau pergi dan meninggalkan aib memalukan selama 6 tahun lebih lamanya, Natalie?!!" seru Mom tak terima.

"Lalu kalian minta aku harus bagaimana?

Aku tak pernah menuntut apa-apa selama dalam hidupku hingga sampai saat ini, jadi aku pun berhak untuk melakukan apa yang ingin kulakukan tanpa harus mendapatkan izin dari kalian," jawabku penuh percaya diri.

"Kau!!!" 

"Dad!! Hentikan aku mohon!!" Lindsay berseru mencoba menghentikan Dad yang ingin menamparku.

Aku yang sudah biasa dengan keadaan seperti ini hanya diam dan tetap berusaha setenang mungkin di depan mereka sekarang.

"Aku mohon hentikan!!

Hargailah aku, aku akan menikah sebentar lagi jadi aku mohon untuk saat ini singkirkan ego kalian!

Natalie adalah kakakku, putri kandung kalian berdua dan dia berhak ada disini mendampingiku hingga sampai saat pernikahan nanti!" seru Lindsay dengan ekspresi wajah memohon dan kulihat kedua matanya mulai berkabut serasa menahan tangis.

"Lindsay, sayang.

Maafkan Mom dan Dad ya, maaf.

Kau jangan menangis lagi, Mom akan melakukan apapun selama itu membuatmu bahagia, nak," bujuk Mom seraya memeluk tubuh mungil Lindsay yang kini tampak bergetar menahan emosi.

Aku yang saat itu berusaha menahan perasaan selama aku menginjakkan kaki di rumah ini, hanya bisa berjalan cepat masuk ke dalam kamar kembali.

Tanpa terasa bulir-bulir air mata menetes di pipiku kini. Susah payah aku menahannya tadi saat di depan mereka, hingga saat aku sampai di dalam kamar milikku seakan semua pondasi yang ku bangun kuat hancur begitu saja dalam bentuk tangisan yang tak berhenti seakan mewakili perasaan sakit hati yang aku rasakan sekarang.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status