Share

Bab 8

Penulis: Macan
Hari Sabtu, Lea datang ke reuni itu.

Dia cuma ingin melihat teman-temannya sekali lagi dan mengucapkan selamat tinggal pada masa mudanya.

Namun, yang tidak dia duga, Aaron juga muncul di sana.

Padahal pria itu biasanya tidak datang ke acara semacam ini. Dulu saja, Aaron datang karena Lea dan Maybell yang memaksa.

Namun, kali ini bukan cuma Aaron datang, dia bahkan mengajak Chloe bersamanya.

Semua orang asyik minum, bernyanyi, dan mengobrol. Tidak lama kemudian, mereka mulai berteriak-teriak memainkan permainan.

"Ayo, main roda putar! Siapa yang kena harus lakukan tantangan atau jujur!"

Aaron keluar sebentar untuk menerima telepon pekerjaan, jadi dia tidak ikut.

Lea sebenarnya tidak pandai bermain, tetapi tetap saja ditarik untuk ikut.

Roda berputar. Pada putaran pertama, jarumnya langsung menunjuk ke Lea.

Tantangan yang tertulis di sana adalah berciuman selama sepuluh menit dengan orang berikutnya yang masuk ke ruangan.

Lea menggenggam kertas kecil itu erat-erat, diam tak berkata apa-apa.

Chloe dengan bangga berkata, "Lea, aku tahu kamu selalu jaga diri, sangat suci dan nggak tersentuh. Tapi, kalau kamu memang nggak bisa main, bagaimana kalau kamu sujud dan bersihkan sepatuku saja? Tantangannya bisa dianggap selesai."

Lea menatap wajahnya yang jelas-jelas sedang sengaja menghinanya. Lea mengepalkan jari-jarinya.

Dia yang sudah di ambang kematian, ciuman dengan siapa pun ... Memangnya ada bedanya?

Jadi, dia menjawab dengan tenang, "Aku pilih tantangan."

Chloe tidak merasa terkejut, malah makin tersenyum. Sorot matanya tampak tajam dan penuh makna.

Sementara itu, di lorong.

Aaron baru selesai menelepon dan ketika dia berbalik, dia melihat seorang pria lusuh mirip gelandangan berjalan cepat ke arahnya.

Gelandangan itu masih menelepon dan dengan penuh semangat berkata ke temannya, "Aku baru dapat tugas besar nih! Disuruh goda perempuan cakep, bahkan disuruh cium!"

Begitu menutup telepon, pria itu sudah sampai di depan pintu ruangan.

Selesai bicara, dia menyeka mulutnya dengan gaya menjijikkan dan hendak membuka pintu masuk.

Namun, sebelum sempat melangkah, tangannya langsung dicengkram kuat oleh seseorang.

"Permisi."

Aaron berkata dengan nada datar, kemudian masuk ke ruangan lebih dulu.

Saat orang-orang di dalam melihat siapa yang datang, suasana mendadak sunyi.

Raut wajah Chloe langsung berubah drastis. Bagaimana bisa seperti ini?

Lea juga kelihatan terkejut sambil menatap Aaron.

Namun, Aaron justru seolah tak tahu apa-apa dan dengan dingin bertanya, "Kenapa kalian melihatku?"

Seseorang menjawab dengan ragu-ragu, "Tadi Lea kalah permainan dan kena tantangan buat cium orang pertama yang masuk selama sepuluh menit."

Aaron duduk santai. Sikapnya menunjukkan dia sama sekali tak akan menjalani tantangan itu. Dia hanya berkata, "Konyol."

Chloe juga buru-buru berkata, "Ya, anggap saja ronde ini batal."

Semua orang tahu bahwa Aaron sudah punya tunangan. Jadi, mereka cepat-cepat mengalihkan topik.

Pesta pun berakhir.

Chloe memarahi gelandangan itu di tempat sepi. "Bukannya aku sudah suruh kamu cepat-cepat masuk?"

Si gelandangan juga membela diri, "Aku benar-benar nggak salah. Dia dulu yang menarikku dengan kasar. Aku bahkan curiga dia sengaja melakukannya."

Begitu teringat bahwa Aaron justru melindungi Lea, ekspresi Chloe langsung berubah masam.

Padahal kedua keluarga sudah menjodohkan mereka selama dua tahun, tetapi Aaron sama sekali tak pernah membicarakan soal pernikahan.

Makin dipikirkan, Chloe makin kesal. Setelah mengusir si gelandangan, dia pun menelepon seseorang.

Keesokan harinya, Aaron dipanggil pulang oleh orang tuanya.

"Ada apa memanggilku?"

Aetna bertanya dengan nada tidak senang, "Aku mau tanya, kapan kamu sebenarnya berniat menikahi Chloe? Kalian sudah bertunangan selama ini, Chloe bahkan mengeluh. Keluarga Eleuther menuntut kalian segera menikah."

Ekspresi Aaron tetap tenang. "Sekarang, perusahaan sedang sangat sibuk."

"Alasan!" Sang ibu tidak percaya. "Jangan kira aku nggak tahu. Kamu nggak mau menikahi Chloe karena kamu masih belum bisa melupakan wanita bernama Lea itu, 'kan!"

Tangan Aaron yang sedang memegang cangkir teh mendadak kaku. Ekspresinya langsung dingin.

Melihat reaksi itu, ibunya langsung yakin bahwa dugaannya benar.

Amarahnya makin memuncak. "Kamu dan Lea sama sekali nggak mungkin bersama!"

Setelah itu, dia menarik Aaron ke depan foto mendiang Maybell.

"Masa kamu mau nikah sama orang yang menyebabkan kematian adikmu sendiri?"

"Ibu tahu, memang bukan dia pelaku utamanya. Tapi, tetap saja, dia penyebab nggak langsung dari kematian Maybell! Maybell mati demi menyelamatkannya. Kalau dia nggak kabur waktu itu, mungkin Maybell masih bisa diselamatkan, walau cuma ada sedikit kemungkinan pun tetap berarti. Keluarga kita nggak akan pernah bisa terima hal ini. Pokoknya, dia nggak akan pernah jadi bagian dari keluarga ini, kecuali kalau aku sudah nggak ada!"

Sambil menangis dan memaki, Aetna akhirnya memeluk foto Maybell dan menangis sesenggukan.

Melihat wajah muda dan polos Maybell di foto, lalu ibunya yang menangis di sampingnya, Aaron merasa sesak seperti ada batu besar menekan dadanya.

Dengan suara pelan dan serak, dia mengucapkan kalimat yang sebenarnya sudah lama dia tahu. "Aku nggak akan nikah sama Lea."

Namun, ibunya masih belum puas. Dia menambahkan, "Kalau begitu, janji sama adikmu. Nikah sama Chloe."

Aaron diam selama beberapa detik.

Lalu, akhirnya dia berkata dengan tenang, "Aku akan menikah dengan Chloe."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 25

    Satu keluarga itu berkendara ke utara. Masih ada waktu sebelum hari pernikahan, jadi mereka sambil berjalan sambil berwisata. Saat kuliah dulu, Lea sangat iri pada teman-teman yang bisa bepergian ke mana-mana karena sebagai anak yatim piatu, ia hanya bisa bertahan hidup dengan susah payah.Walaupun hubungannya dengan Maybell sangat baik, Lea tetap merasa tidak enak hati menerima ajakan jalan-jalan yang sepenuhnya ditanggung orang lain.Kondisi tubuh Lea sudah pulih dengan baik. Saat melewati provinsi yang terkenal dengan pegunungan, Berg juga mengajak Seline dan dia mendaki gunung. Walaupun prosesnya sangat melelahkan, tetapi ketika berdiri di puncak, mereka merasa sangat lega dan lapang.Rasanya seperti kehidupan baru yang dijalaninya selama setengah tahun terakhir.Setelah tiba di ibu kota, Brielle dengan antusias menjemput mereka ke vila kecil yang mereka beli dengan cara mencicil. Selama beberapa tahun terakhir, Gino bekerja sebagai sales di perusahaan Aaron dan kariernya berkemban

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 24

    "Belum secepat itu. Dokter menyarankan agar aku tetap tinggal di ibu kota selama setengah bulan lagi. Kalau hasil pemeriksaan ulang nggak ada masalah, barulah bisa dibilang sembuh."Aaron mengangguk pelan.Tatapan Aaron terus jatuh di wajah Lea, seolah tidak pernah merasa bosan melihatnya. Ia menatap dengan ekspresi sedih dan murung, seakan ingin mengukir wajah itu dalam-dalam. Lea mengulurkan tangan, menarik tangan Aaron yang mengenakan jam, lalu perlahan membuka pengaitnya dan memandangi luka yang mengerikan itu.Seakan sisi dirinya yang paling buruk terbuka di hadapan gadis itu. Pada saat itu, Aaron justru merasa takut. Aaron ingin menarik kembali tangannya, tetapi Lea menggenggam erat pergelangannya. Tatapan matanya terasa nyata, panasnya seolah membakar sampai ke tulang."Kenapa kamu melakukan ini?""Karena aku membenci diriku sendiri," ucap Aaron lirih. "Kalau bukan karena aku, selama ini kamu nggak akan menderita sebanyak ini."Lea tersenyum dan melepaskan genggamannya."Aaron,

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 23

    Kakak perempuan Berg dulu meninggalkan posisinya yang dengan susah payah ia raih tanpa ragu sedikit pun, lalu pergi bergabung dengan militer dan menjadi dokter tentara. Ia tidak peduli meski harus memutuskan hubungan dengan keluarganya. Brielle selalu menganggap kakaknya sangat berani, jadi ketika mendengar kabar kematian sang kakak, Brielle merasa sedih untuk waktu yang cukup lama."Kakakku memilih jadi dokter tentara karena suaminya adalah seorang tentara. Seline adalah anak mereka. Nggak lama setelah suaminya meninggal, Seline pun dititipkan padaku."Barulah sekarang Brielle tahu kebenarannya. Mendengar kisah seberat itu membuat hatinya ikut sedih. Ia melirik ke arah Seline yang sedang diam berbaring di samping Lea di ruang rawat."Sekarang, Lea sudah merawat Seline dengan sangat baik, bukan?" Berg tersenyum ringan. "Nggak perlu merasa kasihan padanya. Sekarang, dia sudah punya ibu yang sangat baik dan ke depannya juga akan punya ayah yang baik, yaitu aku. Meskipun Seline mungkin su

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 22

    Brielle memandang sisi rapuh yang diperlihatkan oleh Aaron dengan bingung. Entah kenapa, dia benar-benar tidak ingin melihat Aaron yang begitu sedih dan putus asa. Dia terdiam sejenak, lalu berkata, "Mungkin kata-kataku ini agak lancang, Pak Aaron, tapi apa Anda pernah berpikir untuk menjelaskan semuanya dengan baik pada Kak Lea? Apa mungkin Seline adalah anak Anda?""Bukan." Aaron tersenyum pahit dan menggelengkan kepala. "Andai saja memang begitu."Brielle masih terlalu muda. Dia tidak bisa memahami betapa dalamnya penderitaan dan penyesalan yang tersembunyi di balik helaan napas itu, penyesalan yang akan dibawa Aaron sepanjang hidupnya dan yang takkan pernah bisa dia maafkan pada dirinya sendiri."Patah tulang," ucap dokter setelah membuat diagnosa awal terhadap cedera Aaron, lalu melirik wajahnya. "Kamu masih demam, ya?"Dokter mengulurkan tangan untuk meraba dahinya, tetapi Aaron dengan sopan menahan tangan itu. Dia tahu demamnya disebabkan oleh penyalahgunaan obat dini hari tadi

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 21

    "Kak!" Terdengar teriakan panik Brielle dari arah tangga. Suaranya bergetar seperti sedang menangis. Dia berlari sambil menggendong Seline yang jelas-jelas sudah pingsan. "Kak, Seline tiba-tiba pingsan!""Tenang," kata Berg dalam hati meski pikirannya kosong. Dia menatap Brielle yang kehabisan tenaga sampai berlutut di depannya serta Seline yang wajahnya merah dan tidak sadarkan diri, sambil terus mengulang dalam hati, "Aku harus tetap tenang."Aaron sepertinya memang belum pergi dari sekitar situ. Begitu mendengar teriakan Brielle, dia langsung berjongkok dan memperhatikan wajah Seline yang merah padam. "Brielle? Jangan menangis! Ini rumah sakit. Ayo, ikut aku ke bagian IGD!""Brielle." Berg membuka pakaian bagian perut Seline dan melihat ruam merah besar di sana. Tiba-tiba dia sadar. "Kamu tadi ajak Seline makan apa?"Kakak perempuan Berg memiliki riwayat alergi, tetapi sebelumnya Seline tidak pernah menunjukkan gejala alergi terhadap apa pun. Karena itu, Berg dan Lea tidak terlalu w

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 20

    Semalam, Aaron bermimpi buruk. Mimpi yang terasa sangat tidak menguntungkan. Saat cahaya pagi baru mulai muncul, dia pun terbangun. Di luar jendela dinginnya seperti sedang melewati zaman es, suhu musim hujan yang puluhan derajat di bawah nol. Dia membuka jendela, membiarkan hujan jatuh membasahi dirinya tanpa ampun.Seolah-olah itu adalah bentuk hukuman untuk dirinya sendiri.Aaron sangat iri pada Berg. Berg bisa berdiri di sisi Lea dengan terang-terangan, menemaninya melewati berbagai masa sulit, dan membesarkan seorang anak yang manis dan menggemaskan bersama. Itu adalah impian yang sangat dia dambakan saat masih muda, tetapi sekarang sudah mustahil terwujud.Dalam mimpinya, bibir lembut yang pernah Aaron cium berkali-kali, kini mengucapkan kata-kata dingin dan penuh penolakan."Aaron, kamu mau membuatku mati untuk kedua kalinya, ya? Kalau kamu mendekat lagi, aku nggak akan menjalani operasi ini.""Seperti keinginanmu, aku akan mati sekali lagi di depanmu."Wajah Aaron tampak pucat.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status