Share

Bab 9

Penulis: Macan
Menjelang dini hari.

Aaron masih berdiri di depan jendela kamar, menggenggam sebuah cincin berlian yang sudah agak usang.

Itu adalah cincin pertunangan yang dulu dia gunakan untuk melamar Lea. Saat itu, mereka nyaris menikah. Hanya sedikit lagi.

Sedikit lagi dan mereka akan menjadi suami istri.

Sekarang, dia memandangi cincin itu sangat lama dengan tenang.

Akhirnya, dia memejamkan mata dan melemparkan cincin itu jauh-jauh.

Cincin itu lenyap seketika dalam gelap dan sunyinya malam.

Beberapa hari kemudian.

Lea baru saja kembali dari rumah sakit setelah menjalani pemeriksaan. Dia melihat sebuah mobil terparkir di bawah.

Aaron bersandar di samping mobil, tampak seperti sedang menunggunya.

Sama seperti masa kuliah dulu, saat dia menunggu di depan asrama Lea.

Lea menyembunyikan obat yang baru saja dibawanya, lalu berjalan mendekat. "Kamu mencariku?"

Aaron mengangkat wajahnya dan memandangnya, lalu tiba-tiba menyadari bahwa Lea terlihat jauh lebih kurus. Wajahnya pun sangat pucat.

Jakunnya bergerak pelan, tetapi Aaron tidak mengatakan apa-apa.

Dia hanya mengeluarkan sebuah undangan dari dalam saku.

Lea menunduk dan melihat undangan itu. Seketika, tubuhnya seolah membeku tanpa bisa digerakkan.

Lea terdiam cukup lama, sampai akhirnya suara Aaron terdengar dari atas kepalanya.

"Aku akan menikah dengan Chloe. Aku cuma ingin kasih tahu kamu. Jangan datang dan jangan ucapkan selamat padaku."

Ada rasa nyeri yang samar menyelinap di hati Lea. Jadi, Aaron membencinya sampai ke titik di mana Aaron tak ingin melihatnya lagi seumur hidupnya?

Dengan tangan yang gemetar, Lea menerima undangan itu. Pada akhirnya, dia tak punya keberanian untuk mendongak dan memperlihatkan ekspresi wajahnya pada Aaron.

Lea hanya mengangguk pelan dan berkata, "Semoga kamu bahagia."

Pernikahan Aaron dan Chloe akan dilangsungkan satu minggu kemudian.

Lea mengajukan surat pengunduran diri ke perusahaan dan pengajuannya segera disetujui.

Aaron akan menikah dan juga tak ingin bertemu dengannya lagi.

Lea pun merasa, dirinya bahkan tak lagi punya alasan untuk terus bertahan, untuk terus menebus semua kesalahan yang dulu Lea perbuat.

Tiga hari sebelum pernikahan itu.

Lea menghitung semua aset yang dia miliki selama bertahun-tahun ini.

Selama bekerja di Grup Skyler, sebenarnya dia berhasil menabung cukup banyak.

Dia menjual rumahnya dan menyumbangkan semua uangnya untuk untuk proyek amal pendidikan bagi anak-anak.

Dua hari sebelum pernikahan itu.

Lea pergi ke pemakaman.

Dia membeli tempat di sebelah makam Maybell.

Lalu, dia berkata pada petugas, "Nanti, jangan tulis namaku di batu nisan."

Toh, tidak akan ada yang datang ziarah ke makamnya.

Dengan begitu, kalau Keluarga Skyler melihatnya nanti, mereka tidak akan tahu itu adalah makannya dan tidak akan marah.

Sehari sebelum pernikahan Aaron.

Lea mulai mengurus semua urusan terakhirnya.

Dia memanggil petugas pengangkut barang bekas dan meminta mereka mengangkut semua barang miliknya dari rumah itu.

Akhirnya, rumah itu kosong, hanya tersisa satu kotak kardus besar.

Di dalamnya ada kartu pelajar SMA milik Aaron dan miliknya, sobekan tiket film dari kencan pertama mereka, foto-foto mereka berdua, kalung pemberian Aaron, dan surat-surat yang pernah mereka tulis satu sama lain.

Lea menyalakan tungku kecil.

Dia membakar semua barang penuh kenangan itu. Semua benda yang selama bertahun-tahun sering dia buka diam-diam di tengah malam.

Lea duduk di rumah kosong itu sampai pagi datang dan matahari mulai terbit.

Hari ini adalah hari pernikahan Aaron.

Dia berdiri dengan susah payah dan tiba-tiba dia melihat lantai dipenuhi warna merah darah.

Dia menyentuh wajahnya, baru menyadari bahwa dirinya mengeluarkan darah.

Namun, Lea tak peduli. Dia melangkah keluar dari sana dengan gontai.

Langit cerah hari ini, sebuah cuaca langka.

Namun, tubuh Lea tetap gemetar hebat, darah terus mengalir di sepanjang langkahnya.

Beberapa orang yang lewat menatapnya dengan kaget, tetapi dia tak berhenti sedikit pun hingga akhirnya dia berhenti di sebuah jembatan besar.

Di bawah jembatan itu, air sungai terlihat dalam dan tak berujung, pasti sangat dingin dan menusuk.

Lea duduk di tepi jembatan, lalu menelepon rumah sakit.

"Halo, aku akan meninggal hari ini. Tolong bantu urus jenazahku dan segera lakukan donasi organku."

Setelah menelepon, dia menatap sungai dengan tatapan kosong. Wajahnya penuh darah, tetapi dia tetap tersenyum samar.

Akhirnya, semua ini akan berakhir. Lea hanya merasa lega.

Hari ini, Aaron sedang menikmati hari pernikahan barunya, sementara Lea akan tertidur di dasar sungai.

Itulah akhir terbaik yang bisa terpikir olehku.

Lea tersenyum, memejamkan mata, lalu melompat dengan penuh tekad.

Selamat tinggal, Aaron.

...

Setengah jam kemudian, di lokasi pernikahan.

Aaron berdiri di atas pelaminan dengan setelan jas. Dia menatap Chloe yang berjalan anggun ke arahnya dalam balutan gaun pengantin.

Pikirannya melayang entah ke mana, tetapi suara Lea terus bergema di dalam kepalanya.

"Lea, kamu ingin pernikahan yang seperti apa?"

"Yang sederhana saja. Di padang rumput luas, penuh balon warna-warni. Aku cuma mau teman-teman terdekat hadir dan ingin Maybell jadi pengiringku."

"Pernikahan Keluarga Skyler nggak akan sesederhana itu."

"Aaron, siapa juga yang bilang aku mau menikah denganmu!"

Saat itu, mereka berdua sama sekali tidak menyangka bahwa pada akhirnya, Aaron benar-benar tidak bisa menikah dengannya.

Raut wajah Lea memenuhi pandangan matanya, sementara dia menjalani prosesi pernikahan dengan gerakan yang nyaris seperti robot.

Hingga tiba saat mereka akan bertukar cincin, asistennya tiba-tiba berjalan mendekat dengan ekspresi cemas.

"Pak Aaron, ponsel Anda terus berdering."

Aaron mengernyit. "Kamu nggak lihat ini acara apa?"

Asistennya terlihat serba salah. "Tapi, ini sudah lama sekali berdering. Aku takutnya ini masalah penting."

Akhirnya, dia tetap mengambil ponsel itu.

Nomornya tidak dikenal. Dia menggeser layar dan menjawab panggilan itu.

Terdengar bentakan marah dari ujung telepon.

Itu adalah suara Berg.

Raut wajah Aaron langsung berubah dingin. "Berg, semoga ini memang penting."

Namun, dari seberang hanya terdengar satu kalimat.

Begitu mendengarnya, wajah Aaron langsung pucat pasi.

Ponselnya terjatuh ke lantai dengan suara keras.

Detik berikutnya, semua orang di tempat itu melihat sang pengantin pria tiba-tiba berlari keluar seperti orang gila.

Chloe terus meneriakinya dari atas panggung.

Namun, Aaron seolah tak mendengar apa pun. Pikirannya hanya dipenuhi oleh kata-kata dari telepon tadi.

"Aaron, Lea meninggal. Dia bunuh diri dengan melompat ke sungai."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 25

    Satu keluarga itu berkendara ke utara. Masih ada waktu sebelum hari pernikahan, jadi mereka sambil berjalan sambil berwisata. Saat kuliah dulu, Lea sangat iri pada teman-teman yang bisa bepergian ke mana-mana karena sebagai anak yatim piatu, ia hanya bisa bertahan hidup dengan susah payah.Walaupun hubungannya dengan Maybell sangat baik, Lea tetap merasa tidak enak hati menerima ajakan jalan-jalan yang sepenuhnya ditanggung orang lain.Kondisi tubuh Lea sudah pulih dengan baik. Saat melewati provinsi yang terkenal dengan pegunungan, Berg juga mengajak Seline dan dia mendaki gunung. Walaupun prosesnya sangat melelahkan, tetapi ketika berdiri di puncak, mereka merasa sangat lega dan lapang.Rasanya seperti kehidupan baru yang dijalaninya selama setengah tahun terakhir.Setelah tiba di ibu kota, Brielle dengan antusias menjemput mereka ke vila kecil yang mereka beli dengan cara mencicil. Selama beberapa tahun terakhir, Gino bekerja sebagai sales di perusahaan Aaron dan kariernya berkemban

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 24

    "Belum secepat itu. Dokter menyarankan agar aku tetap tinggal di ibu kota selama setengah bulan lagi. Kalau hasil pemeriksaan ulang nggak ada masalah, barulah bisa dibilang sembuh."Aaron mengangguk pelan.Tatapan Aaron terus jatuh di wajah Lea, seolah tidak pernah merasa bosan melihatnya. Ia menatap dengan ekspresi sedih dan murung, seakan ingin mengukir wajah itu dalam-dalam. Lea mengulurkan tangan, menarik tangan Aaron yang mengenakan jam, lalu perlahan membuka pengaitnya dan memandangi luka yang mengerikan itu.Seakan sisi dirinya yang paling buruk terbuka di hadapan gadis itu. Pada saat itu, Aaron justru merasa takut. Aaron ingin menarik kembali tangannya, tetapi Lea menggenggam erat pergelangannya. Tatapan matanya terasa nyata, panasnya seolah membakar sampai ke tulang."Kenapa kamu melakukan ini?""Karena aku membenci diriku sendiri," ucap Aaron lirih. "Kalau bukan karena aku, selama ini kamu nggak akan menderita sebanyak ini."Lea tersenyum dan melepaskan genggamannya."Aaron,

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 23

    Kakak perempuan Berg dulu meninggalkan posisinya yang dengan susah payah ia raih tanpa ragu sedikit pun, lalu pergi bergabung dengan militer dan menjadi dokter tentara. Ia tidak peduli meski harus memutuskan hubungan dengan keluarganya. Brielle selalu menganggap kakaknya sangat berani, jadi ketika mendengar kabar kematian sang kakak, Brielle merasa sedih untuk waktu yang cukup lama."Kakakku memilih jadi dokter tentara karena suaminya adalah seorang tentara. Seline adalah anak mereka. Nggak lama setelah suaminya meninggal, Seline pun dititipkan padaku."Barulah sekarang Brielle tahu kebenarannya. Mendengar kisah seberat itu membuat hatinya ikut sedih. Ia melirik ke arah Seline yang sedang diam berbaring di samping Lea di ruang rawat."Sekarang, Lea sudah merawat Seline dengan sangat baik, bukan?" Berg tersenyum ringan. "Nggak perlu merasa kasihan padanya. Sekarang, dia sudah punya ibu yang sangat baik dan ke depannya juga akan punya ayah yang baik, yaitu aku. Meskipun Seline mungkin su

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 22

    Brielle memandang sisi rapuh yang diperlihatkan oleh Aaron dengan bingung. Entah kenapa, dia benar-benar tidak ingin melihat Aaron yang begitu sedih dan putus asa. Dia terdiam sejenak, lalu berkata, "Mungkin kata-kataku ini agak lancang, Pak Aaron, tapi apa Anda pernah berpikir untuk menjelaskan semuanya dengan baik pada Kak Lea? Apa mungkin Seline adalah anak Anda?""Bukan." Aaron tersenyum pahit dan menggelengkan kepala. "Andai saja memang begitu."Brielle masih terlalu muda. Dia tidak bisa memahami betapa dalamnya penderitaan dan penyesalan yang tersembunyi di balik helaan napas itu, penyesalan yang akan dibawa Aaron sepanjang hidupnya dan yang takkan pernah bisa dia maafkan pada dirinya sendiri."Patah tulang," ucap dokter setelah membuat diagnosa awal terhadap cedera Aaron, lalu melirik wajahnya. "Kamu masih demam, ya?"Dokter mengulurkan tangan untuk meraba dahinya, tetapi Aaron dengan sopan menahan tangan itu. Dia tahu demamnya disebabkan oleh penyalahgunaan obat dini hari tadi

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 21

    "Kak!" Terdengar teriakan panik Brielle dari arah tangga. Suaranya bergetar seperti sedang menangis. Dia berlari sambil menggendong Seline yang jelas-jelas sudah pingsan. "Kak, Seline tiba-tiba pingsan!""Tenang," kata Berg dalam hati meski pikirannya kosong. Dia menatap Brielle yang kehabisan tenaga sampai berlutut di depannya serta Seline yang wajahnya merah dan tidak sadarkan diri, sambil terus mengulang dalam hati, "Aku harus tetap tenang."Aaron sepertinya memang belum pergi dari sekitar situ. Begitu mendengar teriakan Brielle, dia langsung berjongkok dan memperhatikan wajah Seline yang merah padam. "Brielle? Jangan menangis! Ini rumah sakit. Ayo, ikut aku ke bagian IGD!""Brielle." Berg membuka pakaian bagian perut Seline dan melihat ruam merah besar di sana. Tiba-tiba dia sadar. "Kamu tadi ajak Seline makan apa?"Kakak perempuan Berg memiliki riwayat alergi, tetapi sebelumnya Seline tidak pernah menunjukkan gejala alergi terhadap apa pun. Karena itu, Berg dan Lea tidak terlalu w

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 20

    Semalam, Aaron bermimpi buruk. Mimpi yang terasa sangat tidak menguntungkan. Saat cahaya pagi baru mulai muncul, dia pun terbangun. Di luar jendela dinginnya seperti sedang melewati zaman es, suhu musim hujan yang puluhan derajat di bawah nol. Dia membuka jendela, membiarkan hujan jatuh membasahi dirinya tanpa ampun.Seolah-olah itu adalah bentuk hukuman untuk dirinya sendiri.Aaron sangat iri pada Berg. Berg bisa berdiri di sisi Lea dengan terang-terangan, menemaninya melewati berbagai masa sulit, dan membesarkan seorang anak yang manis dan menggemaskan bersama. Itu adalah impian yang sangat dia dambakan saat masih muda, tetapi sekarang sudah mustahil terwujud.Dalam mimpinya, bibir lembut yang pernah Aaron cium berkali-kali, kini mengucapkan kata-kata dingin dan penuh penolakan."Aaron, kamu mau membuatku mati untuk kedua kalinya, ya? Kalau kamu mendekat lagi, aku nggak akan menjalani operasi ini.""Seperti keinginanmu, aku akan mati sekali lagi di depanmu."Wajah Aaron tampak pucat.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status