Short
Cintaku T'lah Mati

Cintaku T'lah Mati

By:  NailaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
11Chapters
8.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Pada hari aku yang mengajukan perceraian, Mark langsung menyiapkan surat perjanjian cerai dengan tidak sabar. Lima tahun lalu, dia terpaksa menikahiku. Kini, akhirnya dia benar-benar bebas. Di hari kami mengurus proses perceraian, Mark datang bersama cinta sejatinya. Wajahnya penuh kegembiraan dan sindiran. "Karen, akhirnya kamu berakhir semenyedihkan ini." Aku menatap punggungnya yang perlahan mengabur dalam pandanganku. Menyedihkan ya? Di kehidupan berikutnya, tidak akan lagi.

View More

Chapter 1

Bab 1

Saat aku berinisiatif mengajukan perceraian, Mark berdiri di depanku menatapku lama sekali, seolah-olah ingin menembus tubuhku dengan tatapannya.

Sampai aku mengeluarkan surat perjanjian cerai dan menandatanganinya, barulah dia tersadar. Dia memegang surat itu dan membacanya berulang kali.

Aku tahu dia pasti sulit memercayainya. Aku yang sudah bersamanya selama lima tahun tiba-tiba mengajukan perceraian.

Butuh waktu lama sebelum dia melemparkan surat itu dan tersenyum sinis. "Aku nggak ngerti isi surat itu. Aku bakal serahkan ke tim pengacara profesionalku dulu."

Cengkeramanku pada pena semakin kuat. Aku menjelaskan, "Nggak usah, aku pergi tanpa bawa sepeser pun."

Nada suara Mark terdengar tidak senang. "Gimana aku tahu kamu bukan lagi menjebakku?"

Aku mendongak menatapnya, tiba-tiba teringat malam lima tahun lalu. Mark selalu menyimpan dendam sampai sekarang. Namun, lima tahun sudah berlalu. Dia tahu betul aku orang seperti apa.

Akhirnya, aku melemparkan pena dan duduk kembali. "Oke. Aku tunggu kamu susun suratnya, baru aku datang lagi."

Aku berdiri, bersiap untuk pergi. Namun, dia malah menghalangi jalanku. "Tunggu di sini saja, sebentar lagi selesai."

Mark seperti tidak sabar ingin memutus semua hubungan denganku. Dia melangkah cepat dan segera menghilang setelah membuka pintu.

Aku duduk lemas di sofa. Di kantor yang sunyi sampai terasa menakutkan ini, aku teringat ucapan dokter. Leukemia stadium akhir, mungkin tidak ada kesempatan untuk transplantasi sumsum tulang belakang.

Aku menghela napas, menatap pintu tempat Mark menghilang tadi. Mungkin dia memang tidak pernah peduli.

Hidungku mengeluarkan darah. Aku segera menyeka dengan tangan, tetapi tidak bisa bersih. Aku pun buru-buru mengambil tisu dan menekannya. Tisu di meja Mark langsung habis setengah gara-gara aku. Untung tidak ada yang melihat.

Tak lama kemudian, Mark kembali dengan membawa surat perjanjian cerai yang baru. Melihat aku sedang menengadah dan menekan hidung dengan tisu, dia agak terkejut. "Kamu lagi ngapain?"

Aku buru-buru membuang tisu ke tempat sampah dan duduk dengan tenang. Saat mengambil surat itu, aku melihat dia menambahkan satu syarat di bagian akhir. Semua barang yang bukan milikku harus ditinggalkan, termasuk perhiasan, bahkan pakaian dan sepatu.

Aku tahu barang-barang itu untuk siapa. Aku pun tidak pernah menginginkannya. Aku segera menandatangani surat itu dan menyerahkannya kepada Mark.

Setelah memastikan beberapa kali, Mark berkata, "Karen, semoga kamu bisa menepati ucapanmu. Aku nggak mau lihat kamu lagi."

Aku tahu betul betapa dia membenciku. Selama lima tahun ini, dia bahkan tak sudi menatapku. Aku menatap sosok yang menunggu di pintu, lalu mengangguk pelan. Mungkin memang kami tak akan bertemu lagi.

Selama lima tahun pernikahan kami, aku jarang membeli barang. Perhiasan, pakaian, dan tas yang dibeli Mark pun tak pernah kusentuh. Setelah menandatangani surat perjanjian cerai, aku hanya membawa beberapa pakaian ganti dan pergi.

Sekarang aku seperti orang yang tidak punya rumah. Setelah berpikir lama, aku akhirnya menelpon kakakku.

Sebenarnya, aku punya rumah. Lima tahun lalu, aku punya orang tua yang menyayangiku dan kakak yang lembut. Sudah lama aku tidak menghubungi kakakku. Telepon baru dijawab setelah berdering lama.

Suara yang terdengar agak tidak sabar seketika masuk ke telingaku. "Ada apa?"

Aku terdiam sebentar, entah kenapa merasa sedih. "Kak, aku mau pulang."

Kakakku sepertinya berpikir lama sebelum menjawab, "Pulang saja dulu, nanti kita bicara."

Untuk pulang, aku harus melewati jalan setapak yang gelap. Dalam kegelapan itu, aku samar-samar melihat sosok kakakku melintasi jalan setapak. Dia tahu aku takut gelap, jadi datang menjemput.

Aku mengulurkan tangan, tetapi sosok itu menghilang. Aku masih berdiri di jalan gelap itu. Aku bahkan tak ingat kapan terakhir kali kakakku menjemputku di jalan ini. Dengan menahan rasa takut, akhirnya aku sampai di rumah.

Aku melihat kakakku duduk di ruang tamu dengan wajah suram. Sebelum aku duduk, dia melempar setumpuk kertas kepadaku dengan keras. Aku memungut dan membacanya, semua adalah kontrak pembatalan kerja sama.

"Ini ulahmu, 'kan?"

Aku tak membantah. Sepertinya, begitu aku bercerai dengan Mark, pria itu langsung memberi tahu kakakku, lalu membalas dendam ke keluargaku dengan cara ini.

"Karen, dulu waktu kamu ngotot naik ke ranjang Mark, pasti nggak kepikiran kalau akan ada hari ini, 'kan? Sekarang kamu dibuang sama Mark, kamu mau balik lagi ke keluarga ini? Apa kami berutang padamu? Keluarga kita bisa hancur gara-gara kamu!"

Mata kakakku memerah, emosinya tak bisa dikendalikan. Ini pertama kalinya dalam lima tahun dia bicara sebanyak ini kepadaku dan meluapkan emosinya di depanku.

Aku tahu, dia selalu menyalahkanku. Namun, selama lima tahun ini, tidak ada yang benar-benar bahagia.

Dengan menahan tangis, aku dilempar dengan dokumen lagi. Rasa pusing yang familier langsung menyadarkanku. Aku segera menekan hidungku, untung kali ini tidak mimisan.

Setelah kakakku tenang, aku baru berujar, "Aku akan bayar utangku ke keluarga ini sebisa mungkin."

Entah masih berapa lama aku bisa bertahan hidup. Namun, sebelum aku mati, aku akan berusaha melunasi semua utangku.

Kakakku mengamatiku seolah-olah mendengar sebuah lelucon. "Kamu mau bayar pakai apa?"

Setelah itu, dia seperti teringat sesuatu. "Malam ini Mark ada jamuan makan bareng para mitra kerja. Kamu ikut aku temui dia, suruh dia bantu kita."

"Aku sudah cerai sama dia."

"Kalau begitu, kamu mau bantu pakai apa? Sekarang cuma keluarga Mark yang bisa bantu kita!"

Sebelum aku sempat merespons, kakakku sudah membawa kontrak-kontrak itu dan menyeretku keluar rumah. Aku pun tak menyangka akan secepat ini bertemu lagi dengan Mark.
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
sua
sedih banget ceritanya, sampe mata jadi merah dan pusing akibat kebanyakn nangis. othor nya pinter banget buat cerita...
2025-07-09 18:44:22
0
user avatar
ElThere
waduh bundir semua ya. sedep bener
2025-06-15 02:04:00
1
11 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status