Share

12~BC

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2025-09-05 12:03:05

“Sayang …” Ciara langsung berlari menghampiri Bias yang baru memasuki unitnya. Memeluk erat dan menumpahkan tangisnya.

Sementara Bias, hanya bisa terpaku di tempat dan membiarkan sang kekasih meluapkan semua kesedihan di pelukannya. Menunggu Ciara menghabiskan tangisnya, barulah ia membawa gadis itu menuju sofa. Duduk dan memangkunya.

“Sekali lagi maaf,” ucap Bias setelah melepas topi dan maskernya. Ia merapikan anak rambut yang terhambur di wajah Ciara, lalu memberi kecupan singkat pada pipi gadis itu. “Aku nggak pernah bermaksud untuk menyakiti kamu.”

“Aku tau.” Ciara merebahkan diri di tubuh Bias. “Aku yakin kamu dijebak dan semua ini salahnya Cinta.”

“Andai mamaku nggak maksa, aku juga nggak bakal nikahin dia,” ujar Bisa mengusap lembut lengan kekasihnya. “Masalah foto sama video yang tersebar juga masalah gampang. Tapi, mamaku …”

“Tapi aku tetap nggak rela kalau kamu tidur satu kamar, apalagi satu ranjang sama dia.”

“Itu nggak akan terjadi,” ujar Bias penuh keyakinan, karena Cint
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (16)
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
alma emang ngga kaleng2, anaknya salah ya ditegur bukan nyalahin yg lain
goodnovel comment avatar
sitizakia@gmail.co
kok bisa bisa kuat nahan napas yaa sama CIA..... naaa CIA apa kabar ngak kebanjirankah
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
sebenernya kasian bias ya,buat batu loncatan cinta
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bias Cinta   140~BC

    “Kalian satu kantor, kan?” tanya Alma menunjuk Raksa dan Dinda bergantian. Setelah bersalaman dengan Ira dan Dinda yang menghampiri, Alma pun mengingat akan hal tersebut. “Iya, Tante,” jawab Dinda sambil tersenyum dan mengangguk kecil pada Raksa. Ia dan ibunya baru saja menyalami pria itu, sekaligus berkenalan dengan Naifa yang duduk bersama Alma dan Danuar di meja yang sama. “Bang Raksa ini atasan saya.”“Kami rekan kerja,” ujar Raksa memperhalus ucapan Dinda. Malam ini, gadis itu semakin membuatnya terpesona karena tampil feminin. Sangat berbeda dengan hari-harinya ketika berada di kantor. “Bisa, nih,” canda Alma lalu terkekeh menatap Ira, “sama-sama single kan?”“Kalau bisa, sudah dari dulu saya nikahin, Bu,” seloroh Raksa, mengangkat satu tangan dan membuat tanda V dengan kedua jari. Ia tidak akan meralat ucapannya, karena seperti itulah kenyataannya. “Jadi, nggak bisa ceritanya, Din?” Alma kembali menggoda gadis itu. “Saya fokus karir dulu, Tan,” jawab Dinda meringis lebar,

  • Bias Cinta   139~BC

    Napas Ranu tertahan ketika mendengar kalimat Altaf berhenti tepat sebelum menyebut namanya. Kegelisahannya semakin menjadi-jadi dan keringat dingin mulai membasahi telapak tangan. “Tarik napas dulu,” ucap Danuar sambil mengusap punggung Altaf, “gugup itu wajar, jadi relaks. Biarkan mengalir. Kita tinggal selangkah lagi.”Altaf mengangguk kecil, tetapi sorot matanya tidak bisa berbohong. Ada banyak hal yang berputar di kepalanya dan satu nama lain hampir saja lolos begitu saja dari bibirnya jika ia tidak menghentikan kalimatnya.“Fokus,” timpal Raksa sedikit keras, penuh penekanan. “Minum dulu,” ucap Cinta menyerahkan botol air mineral pada Altaf, sambil meremas erat bahu pria itu. Begitu mendengar kalimat Altaf terhenti saat hendak menyebut nama, di situlah Cinta bangkit dan bergegas mengambil air mineral. Kakaknya itu perlu disadarkan dengan “sentilan” kecil, agar kembali ke jalan yang semestinya. “Aku tau, kamu pasti bisa,” tambah Cinta menunggu Altaf meminum air mineralnya. Set

  • Bias Cinta   138~BC

    “Cia juga ada di sini,” ujar Cinta mengingatkan Bias ketika mereka memasuki kamar hotel, “jadi–”“Aku tau, aku tau,” putus Bias sambil meletakkan Cibi yang masih terlelap di tempat tidur, “aku sama dia sudah nggak ada apa-apa, jadi nggak usah curiga terus.”Cinta tidak menjawab. Ia hanya tersenyum miring dan berharap tidak ada drama yang terjadi di pernikahan Altaf nanti malam.“Aku tinggal ke kamar Altaf bentar nggak papa?” tanya Cinta.“Tinggal aja, mumpung dia masih tidur.”“Oke, aku nggak lama,” ucap Cinta menghampiri Bias dan memberi satu kecupan singkat di bibir sang suami lalu keluar menuju kamar Altaf.Sejak semalam, perasaannya benar-benar tidak nyaman dan khawatir akan terjadi sesuatu. Karena itulah, sejak bangun tidur pagi tadi, Cinta selalu berkirim pesan atau menelepon Altaf untuk memastikan pria itu tidak melepas tanggung jawabnya.Pintu terbuka tidak lama setelah Cinta menekan bel pintu kamar kakaknya.“Sudah makan?” tanya Cinta setelah Altaf mempersilakannya masuk.“Su

  • Bias Cinta   137~BC

    “Mas Altaf ada?” tanya Ranu pada sekretaris Altaf.“Eh, Ranu, maksud saya Bu Ranu.”Ranu terkekeh. “Ranu aja Mbak Atik, nggak usah pake ‘bu’ segala.”“Kan, nggak enak,” ucap Atik terkekeh sungkan, “besok statusnya sudah jadi Ibu Boss.”“Nggak ada yang berubah, Mbak, sama aja.” Ranu menunjuk pintu ruang kerja Altaf. “Mas Altaf ada?”“Ada, ada.” Atik bengong sesaat. “Emang nggak ngabarin dulu?”Ranu tersenyum kecil sembari menggeleng. “Kejutan. Soalnya kami nggak dibolehin ketemu. Dipingit!”“Ohh, iya, iya.” Atik mengangguk paham. “Aku masuk dulu, ya,” ujar Ranu meminta izin terlebih dahulu, “nggak papa, kan? Lagi nggak ada tamu di dalam?”“Nggak ada dan kayaknya nggak papa deh,” ucap Atik, “Pak Altaf pasti seneng bisa ketemu kamu.”Ranu meringis. “Masuk dulu, Mbak. Makasih,” ucapnya kemudian mengetuk pintu ruang kerja Altaf dua kali. Setelah itu, ia membuka pintu dan menyembulkan kepalanya lebih dulu. “Halooo.”Altaf yang tengah mengecek laporan di layar komputer berdiri seketika. Ia

  • Bias Cinta   136~BC

    Dinda menguap keras saat baru menutup pintu rumah. Melihat Ira tengah sibuk merapikan kain jahitan, ia pun menghampiri. Langsung berbaring di lantai, di depan mesin jahit.“Mandi, tidur,” ucap Ira sambil melipat beberapa kain yang sudah dipotongnya, “sudah makan belum?”Dinda kembali menguap, mengangguk pelan. Ia bingung, bagaimana harus memberitahu perihal rumah yang sudah lengkap dengan isinya pada Ira. Bisa-bisa, Ira meminta Dinda untuk tidak menempati rumah tersebut, jika tahu Altaf yang membeli seluruh isi di dalamnya. “Bu, nggak usah nerima jahitan lagi, ya,” pinta Dinda menatap Ira dengan mata yang berat, “selesai pesanan yang ini, kita pindah biar nggak ada tanggungan. Atau, nanti kita pasang aja di depan kalau ibu pindah rumah. Jadi, langganan Ibu bisa datang ke rumah baru kalau mau jahit baju.”“Kalau kamu kerja, Ibu gimana? Kesepian, nggak ada tetangga.”Dinda menghela panjang saat mendengar alasan yang sama dari ibunya. “Terus gimana? Kerjaanku juga makin banyak. Kalau bo

  • Bias Cinta   135~BC

    Dinda mendorong pagar rumahnya lalu masuk untuk memarkirkan motor di carport. Setelah menutup dan mengunci pagar kembali, ia terdiam. Pandangannya tertuju pada rumah impiannya yang selesai direnovasi, dan terasa jauh lebih hidup dari sebelumnya.Pagi itu, sebelum berangkat ke kantor, Dinda sengaja mampir untuk melihat langsung hasil akhirnya. Selama proses renovasi, ia hanya menerima foto dan video dari Altaf serta tukang. Selebihnya, inilah pertama kalinya ia benar-benar menginjakkan kaki kembali ke rumah itu.Beban pekerjaan yang menumpuk akhir-akhir ini membuat Dinda nyaris tidak punya waktu luang. Bahkan untuk sekadar menyempatkan untuk melihat tempat yang sudah lama ia impikan. Kini, Dinda berdiri di hadapan rumahnya sendiri dengan rasa bangga yang menghangatkan dada, meski harus menyicil beberapa tahun lagi. Akan tetapi, saat menyadari jendela ruang tamunya tertutup gorden dari dalam, Dinda pun buru-buru membuka pintu rumah dan terpaku. Dinda menahan napas saat matanya menangk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status