Share

73~BC

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2025-10-13 21:32:27

Altaf memasuki kamar rawat Briana dan menutup pintunya rapat. Kamar itu bukan tipe VIP, hanya kamar sederhana dengan satu ranjang pasien dan sebuah kursi di sampingnya, yang saat ini sudah ditempati oleh Ciara.

Altaf berhenti di sudut ranjang dan menatap wajah Briana yang pucat. Tidak ada rasa kasihan sedikit pun, setelah mengingat apa yang sudah diperbuat wanita itu pada Cinta.

“Cia, keluar,” titah Altaf datar, “aku mau bicara sama mamamu.”

“Aku tetap di sini.”

“Keluar,” ulang Altaf lebih tegas, “dan jangan membantah atau kamu nggak akan punya akses untuk nemui mamamu lagi.”

Ciara berdiri dengan menghentak kaki. Tanpa bicara, ia membuang wajah dari Altaf lalu keluar dari ruangan tersebut. Meninggalkan Briana dan kakak laki-laki yang belakangan ini hampir tidak pernah ada di pihaknya.

Setelah Ciara menutup pintu dari luar, Altaf berpindah ke kursi yang sempat diduduki gadis itu. Ia duduk bersandar dan menyilang kaki dengan santai. Bersedekap menatap Briana.

“Jangan mati dulu,” ucap Al
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (49)
goodnovel comment avatar
krisna putra
bagus bi,,hrs kasi pelajaran emg si cia ini,,ketauan kan dia tdk selemah lembut itu
goodnovel comment avatar
Ami tsamarat
puas bgt akhirnya bias bisa lihat kelakuan manipulatif ciara... tuh ciara minta apa sama pak kiano.. mau bujukin pak kiano biar emak nya gak dipenjara atau minta rujuk buat emak nya
goodnovel comment avatar
Milaekawati
lanjut lagi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bias Cinta   92~BC

    Desty memasuki ruang sidang ditemani oleh Wahyu. Mereka memilih duduk di deretan kursi paling belakang, agar Briana tidak menyadari keberadaannya. Saat Briana akhirnya masuk, wanita itu terlihat sederhana dengan ekspresi yang tenang. Meski usia Briana tidak lagi muda, tetapi wanita itu masih terlihat cantik.Desty menatap wanita yang dulu pernah berhubungan dekat dengannya. Ia berusaha memahami, mengapa Briana bisa sampai melakukan hal gila seperti yang dituduhkan. Desty mengikuti jalannya sidang dengan perasaan yang tidak karuan. Setiap ia mendengar pernyataan saksi dan bukti-bukti yang dikeluarkan, Desty hanya bisa mengelus dada.Sampai akhirnya, sidang kedua yang memakan waktu cukup lama itu pun selesai. Desty keluar bersama Wahyu dan menunggu sampai tiba gilirannya untuk bertemu Briana. “Pak!” panggil Yosep menghampiri Wahyu yang duduk di kursi lorong pengadilan bersama Desty. “Bu Briana sudah ditemui. Silakan ikut saya.”Wahyu mengangguk dan berdiri bersama Desty. Mereka mengi

  • Bias Cinta   91~BC

    “Istirahat di rumah dan nggak usah datang di sidang besok,” ucap Bias penuh penekanan, tetapi tetap dengan nada yang lembut. Kondisi istrinya saat ini benar-benar sensitif dan tidak bisa mendengar Bias meninggikan nada bicaranya sedikit saja. “Wahyu malam ini datang sama bu Desty dan besok mereka rencananya datang di persidangan.”“Dah tau,” jawab Cinta sambil memajukan bibirnya, “sudah diurus izinnya buat tante Desty besok?”“Aku sudah bilang ke Yosep,” ujar Bias kemudian meletakkan ponselnya di nakas, “nanti dia yang hubungi Wahyu karena besok aku juga nggak datang ke persidangan. Jadwalku full. Seharian nemuin klien.”Baru saja Bias hendak berbaring di samping Cinta, ponselnya berdering. Ia kembali mengambilnya dan segera menerimanya.“Kenapa, Mas?” tanya Bias tanpa menyapa lebih dulu.“15 menitan lagi aku sampe di rumahmu.”“Oke! Aku tunggu.”Bias menghempas tubuhnya di samping Cinta, setelah mengakhiri pembicaraan singkatnya. “Altaf mau ke sini. 15 menitan lagi sampe.”“Katanya n

  • Bias Cinta   90~BC

    “Aku deg-degan,” ucap Cinta sambil menyentuh dadanya sendiri. “Yang aku bingung, kalau memang bu Desty itu sahabatnya almarhum mama, kenapa aku nggak pernah tau? Aku nggak pernah lihat mama ketemua sama bu Desty.”Saat ini Cinta dan Bias sudah berada di Bali dan kembali menginap di resor milik keluarga Wahyu. Mereka berangkat kemarin malam dengan pesawat terakhir, setelah mendapat izin dari Alma, serta mengantongi surat dari dokter kandungan. “Nanti, kamu langsung tanya aja sama bu Desty,” ujar Bias sambil menyantap pudingnya setelah selesai sarapan, “bentar lagi juga datang, sama mas Wahyu.”Cinta membuang napas panjang melalui mulutnya sambil mengusap perut. Mencoba untuk tenang dan tidak tegang. Pikirannya semakin tidak karuan, setelah mendapat laporan dari Dinda tentang pembicaraannya dengan Briana. Apa sebenarnya yang terjadi, sehingga Briana kekeh menutup mulutnya. Terlebih ketika Dinda curiga, semua itu ada hubungannya dengan Ciara.“Itu … Pak Wahyu datang dengan ibunya.” Cin

  • Bias Cinta   89~BC

    “Mama sama papa ada undangan,” ujar Bias saat Altaf mempertanyakan kedua orang tuanya. “Nggak tau pulang jam berapa. Pokoknya malam. Mereka lanjut kencan kali.”Altaf terkekeh sebentar. Selain hendak mengambil mobil, kedatangan Altaf ke kediaman Manggala juga karena ingin bertemu dengan Danuar. Ada hal yang ingin ditanyakannya, setelah melanjutkan obrolan dengan Esi siang tadi.“Cinta nggak tau aku ke sini, kan?” tanya Altaf memastikan sekali lagi.Sebelumnya, Altaf menghubungi Bias lebih dulu dan ingin memastikan bahwa Cinta sedang beristirahat.“Aku suruh tidur cepat,” jawab Bias. Ia juga sudah meminta Denok dan yang lainnya untuk tutup mulut. Tidak ada yang boleh memberitahu Cinta, jika Altaf bertamu ke rumah. “Besok rencana mau ke rumah sakit, karena Cinta dari tadi gelisah. Aku khawatir yang di perut ikutan stres.”Altaf mengangguk kecil. Sangat menyayangkan semua terungkap ketika kondisi adiknya sedang berbadan dua.“Kalau gitu aku pulang,” pamit Altaf bangkit dari kursi teras,

  • Bias Cinta   88~BC

    “Sebenarnya, pernikahan bapak sama ibunya Mbak Cinta itu nggak pernah disetujui sama Pak Jati,” tutur Esi menjelaskan beberapa hal yang masih diingatnya. “Bu Ranti itu sudah dijodohin sama … pokoknya ada. Anak temannya Pak Jati. Tapi, bu Ranti tetap milih pak Kiano.”“Kenapa opa nggak setuju mama nikah sama papa?” tanya Altaf.“Karena pak Kiano cuma karyawan biasa di Graha Jati, Mas,” jawa Esi. “Nggak level. Itu kata Bapak kalau sudah marah-marah sama bu Ranti. Tapi namanya sudah jodoh, pak Jati sudah nggak bisa apa-apa. Sudah pasrah.”Cinta mengangguk-angguk. Ia tidak pernah menduga, jika masa lalu orang tuanya ternyata penuh liku. Selama ini, yang ia tahu, kedua orang tuanya hanya berbeda latar belakang keluarga, tetapi tidak sampai mendapat penolakan seperti itu.“Bagaimana dengan Briana, Bu?” tanya Cinta tidak sabar mendengar bagian tersebut. “Apa mama saya sama Briana itu temen dekat?”“Mereka memang deket,” jawab Esi mengangguk. “Briana sering main ke rumah. Pokoknya mereka itu

  • Bias Cinta   87~BC

    “Siang, Bu Briana,” sapa Dinda formal dan ramah, tetapi tetap santai. “Saya Dinda Kanaya, dari–”“Saya nggak terima wawancara apa pun,” tolak Briana memotong ucapan gadis yang memakai kemeja putih dan celana hitam. Mirip penampilan seorang karyawan magang. Dari name tag yang tergantung di lehernya, Briana dapat membaca dari perusahaan mana gadis itu berasal, “jadi pergi dari sini.”“Saya nggak bisa pergi, kalau belum dapat bahan, Bu,” balas Dinda beralasan.Dinda yakin, Briana sama sekali tidak mengingatnya. Ia memang pernah pergi ke kediaman Naratama, tetapi hanya sekali saja berpapasan dengan wanita itu. Itu pun, Briana sama sekali tidak menghiraukannya.“Jadi, saya bakal ada di samping Ibu, sampe saya dapat bahan. Kalau nggak dapat hari ini, besok juga nggak papa,” lanjut Dinda tetap memasang senyum ramah, “ini bukan seperti wawancara, cuma … seperti ngobrol biasa. Kalau Ibu nggak berkenan jawab, juga nggak papa.”“Siapa yang nyuruh kamu?” Briana tersenyum miring, “Cinta?”“Bos say

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status