Share

Bab 3 Mabuk Berat

Senja melalui hari-hari seperti biasa, meski kini ia sudah menjadi istri seorang CEO yang sangat tersohor di antreo negeri. Namun, tetap saja itu hanya di atas kertas dan untuk sementara. Jika bukan karena demi menyelamatkan kedua orang tua, wanita cantik itu tidak akan pernah mau menikah apalagi dengan pria asing yang tidak dikenal sebelumnya.

Meskipun terlihat dingin dan acuh. Namun, Langit memenuhi janjinya dengan memberikan kebebasan pada Senja untuk menjalankan hari-hari seperti biasa ia lakukan. Begitupun dengan Senja, ia tidak pernah mau mencampuri urusan Langit. Mau ke mana pun pria tersebut pergi dan melakukan apa saja.

Malam ini, Langit pulang larut dalam keadaan mabuk berat. Usai ke bar bersama asisten pribadinya. Lelaki itu tampak berantakan sekali. Rambut dan pakaian sudah tidak tertata dengan rapi, ia pun tidak berhenti merancau.

Senja membukakan pintu saat Langit tiba dipapah oleh Zack, asisten pribadinya. Dengan cepat Senja meraih tubuh Langit yang terkulai membantu Zack yang tampak kerepotan dan membawa ke dalam kamar. Meski Senja terkejut dengan sikap pemuda itu yang tidak biasa. Namun, ia tidak ingin menanyakannya untuk saat ini.

"Kau boleh pergi, Zack. Biar Tuan Langit saya yang urus." Senja berkata pada asisten Langit sambil melepaskan sepatu dan kaos kaki yang dikenakan pria itu. Usai merebahkannya di ranjang.

"Baik, Nyonya. Jika butuh sesuatu, segera hubungi saya." Zack pun hendak melangkah dan berpesan pada Senja.

"Iya." Senja menjawab singkat, sambil melepaskan dasi yang dikenakan Langit. Zack pun pamit undur diri dan pergi meninggalkan keduanya.

Senja menghela napas kasar. "Anda kenapa, Tuan? Kenapa mabuk seperti ini?" ucap wanita itu sambil menyeka wajah Langit dengan air dan handuk kecil.

Senja tersentak ketika Langit tiba-tiba mencekal sebelah tangannya saat hendak meletakkan handuk ke wajah lelaki tersebut. Pria itu langsung menarik hingga tubuh Senja tumbang di atas dada bidang milik Langit yang sedikit terbuka.

Wanita cantik itu berusaha untuk melepaskan diri dari Langit. Namun, pemuda tersebut malah menggulingkan tubuh Senja hingga kini ia berada di bawahnya. Senja terus berusaha melepaskan diri dari cekalan Langit yang semakin kuat meski sedang mabuk berat.

"Tu--Tuan, apa yang Anda lakukan? Lepaskan saya. Sadarlah, Tuan. Saya mohon." Senja berusaha bersuara dengan gugup. Ia mencoba menyadarkan pria itu.

"Saya mencintaimu Violeta. Kenapa kau mengkhianatiku? Kau harus membayarnya. Saya tidak akan melepaskannya!" rancu Langit yang semakin kuat mencekal Senja hingga wanita itu semakin sulit bergerak dan melakukan perlawanan.

"Saya bukan Violeta. Sadarlah, Tuan. Saya Senja. Lepaskan saya, Tuan!" Senja berkata penuh harap.

Senja mulai meneteskan air mata ketika Langit mulai mencium bibirnya dengan paksa tanpa ada kesempatan wanita itu untuk melawannya.

Tidak puas sampai di situ, pria tersebut mulai menjamah area lain bagian dari tubuh Senja. Mulai dari tengkuk hingga ke area sensitif di dadanya. Senja semakin menangis. Ia tidak ingin menyerahkan tubuhnya pada lelaki yang tidak ia cintai. Meskipun kini Langit telah sah menjadi suami wanita itu.

Namun, pernikahan yang mereka lakukan hanyalah di atas kertas. Bukan karena saling mencintai melainkan paksaan demi menyelamatkan keluarga. Bahkan mereka telah membuat kesepakatan bersama untuk saling menghargai dan tidak melakukan hubungan layaknya suami istri serta mengganggu privasi satu sama lain.

Akan tetapi, kini Senja bisa apa? Langit yang mabuk berat dan dalam pengaruh obat perangsang tidak bisa menahan diri. Tetap berbeda kekuatan seorang pria dengan wanita dalam kondisi apa pun.

"Tuan, lepaskan saya. Saya mohon, sadarlah. Saya Senja bukan Violeta," mohon Senja penuh harap sambil terus meronta.

Permohonan sia-sia. Langit sama sekali tidak menghiraukan perkataan Senja. Bahkan ia semakin menjadi dan bernafsu untuk memiliki gadis itu yang dianggap sebagai Violeta, sang kekasih hatinya.

"Tuhan, haruskah aku menyerahkan diriku pada lelaki ini? Meskipun kami sudah sah menikah secara agama. Namun, pernikahan itu hanya di atas kertas." Senja membatin.

Wanita itu mulai putus asa karena sudah kehabisan tenaga untuk melawan Langit yang meskipun sedang mabuk berat. Namun, tenaganya begitu kuat mengunci Senja hingga sulit bergerak.

Air mata Senja semakin menetes, ketika Langit terus menerobos membobol pertahanannya. Hanya rintihan kesakitan yang kini di rasakan Senja menahan perlakuan Langit pada tubuhnya.

Tidak peduli, seberapa hancur dan sakit yang dirasakan Senja. Lelaki itu terus melampiaskan nafsunya pada tubuh Senja. Meninggalkan jejak kepemilikan pada tubuh malang wanita itu. Melupakan semua perjanjian yang telah disepakati bersama, sampai puas dan pengaruh obat perangsang itu hilang, kemudian melemas di atas tubuh Senja.

Masa depan Senja pun hancur. Kesucian yang mati-matian ia jaga terenggut paksa oleh kejahatan Langit yang dipenuhi nafsu. Meskipun status mereka adalah suami istri. Namun, Senja tidak ingin menyerahkannya dengan cara seperti itu.

Semalaman Senja menangis hingga kedua matanya membengkak. Langit yang tertidur di samping wanita itu perlahan membuka bola mata. Ia terkejut melihat seorang wanita terbaring sambil sesegukan.

Lelaki itu membuka penutup selimut yang menutupi wajah wanita tersebut, ia semakin terkejut tatkala melihat Senja yang berada di dalamnya. Langit membalikan tubuh Senja dengan paksa dan menatap dalam.

"Senja. Apa yang terjadi? Kenapa kau berada di kamarku? Anda ...."

Langit menghentikan kalimatnya sambil berusaha mengingat kejadian semalam. Namun, ia sama sekali tidak mengingatnya. Tangis Senja semakin menjadi, saat melihat lelaki yang telah merenggut kesucian wanita malang itu dengan paksa.

Dengan susah payah Senja bangkit dari kasur dan menepis kedua tangan Langit di pundaknya, Ia menatap nyalang ke arah Langit. Padahal selama ini tidak pernah dilakukan wanita itu. Napas Senja bergemuruh. Ada kebencian di balik kedua mata indah milik perempuan tersebut.

"Kenapa Tuan begitu tega melakukan hal ini kepada saya?" Wanita itu berkata pelan. Namun, tegas. Semua tampak dari kedua bola matanya yang terus menatap tajam Langit. Ada kebencian di sana.

"Senja saya ... saya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Apa yang telah saya lakukan padamu? Senja, maafkan saya. Saya ...."

"Tuan melupakan perjanjian yang telah kita sepakati bersama."

"Senja, saya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi di antara kita. Saya--saya benar-benar minta maaf."

"Tuan tidak perlu minta maaf. Kata maaf, tidak akan mengembalikan semuanya."

Senja semakin emosi. Wanita itu kembali sakit dengan perkataan Langit yang sama sekali tidak mengingat kejadian semalam yang masih sangat jelas dalam ingatan Senja. Dengan susah payah Senja berusaha bangkit dari ranjang dan berdiri, ia hendak melangkah meninggalkan Langit.

"Senja."

"Saya tidak akan menuntut apa pun dari Tuan." Senja menghentikan langkah sejenak. Kemudian berkata lembut. Lalu, berjalan perlahan dengan terseok-seok.

Langit terdiam. Kepalanya terasa berdenyut dan sakit. Ia melirik ke arah tempat yang tadi ditiduri Senja. Ada noda merah menempel di seprai putih yang menjadi alas kasur itu. Kedua bola mata Langit membulat sempurna.

"Apa? Noda ini ... ini. Saya telah--Senja." Langit dengan cepat turun dari ranjang dan mengambil pakaian dari lemari. Kemudian melangkah ke arah kamar Senja.

"Senja, Senja. Buka pintunya. Saya ingin bicara dengan Anda. Senja."

Lelaki itu mengetuk-ngetuk pintu kamar Senja. Namun, tidak ada jawaban. Langit pun membuka paksa dan masuk ke dalam. Akan tetapi, Senja tidak ada di kamar. Lelaki itu melangkah ke arah kamar mandi. Pintu tertutup rapat. Tidak ada suara. Hanya percikan air yang mengucur dari kran.

Langit tampak ragu membuka pintu kamar mandi. Namun, ia khawatir terjadi apa-apa dengan wanita tersebut. Pria itu membukanya dan melihat Senja terbaring di dalam bathtub dengan kedua mata terpejam. Langit langsung mendekati.

"Senja! Senja! Bangun Senja! Senja!"

Langit mengguncang tubuh Senja cukup kuat. Berniat membangunkan wanita itu. Namun, tidak ada respons sama sekali. Langit mulai panik dan segera mengangkat tubuh telanjang Senja. Ia memakaikan pakaian dan membaringkan Senja di ranjang.

"Zack."

"Ada apa, Bos?"

"Datang ke apartemen sekarang dan bawakan dokter."

"Apa, Bos? Dokter? Siapa yang sakit?"

"Sudahlah, kau jangan banyak bicara. Cepat datang ke sini!"

"Ba--baik, Bos."

Langit menelepon Zack agar datang ke apartemen dan membawakan dokter untuk memeriksa kondisi Senja. Selang beberapa saat kemudian, lelaki bertubuh kekar itu sudah datang.

Dokter mulai memeriksa kondisi Senja. Mulai dari kedua mata, denyut nadi, sampai dengan degup jantung. Semua tampak normal. Meski nadinya berdenyut lemah.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Langit dengan tergesa.

Pria paruh baya berpakaian jas putih itu menghela napas sedikit berat. "Nona sepertinya kelelahan. Setelah minum obat ini dan istirahat ia akan segera pulih," ucap dokter itu sambil menyerahkan copy resep.

"Baik, Dok. Terima kasih." Langit menerima kertas itu. Kemudian mengantar dokter paruh baya tersebut ke pintu keluar.

Setelah dokter itu keluar. Langit berjalan ke arah Zack yang sejak tadi duduk di ruang tamu sambil memainkan ponselnya.

"Zack. Sebenarnya, apa yang terjadi semalam? Kenapa Senja bisa ada di kamarku?" tanya Langit dengan penasaran sambil menepuk pelan bahu lelaki itu dan duduk di sampingnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status