Share

Part 3. Mangga Muda

Author: Loyce
last update Last Updated: 2024-08-23 18:08:19

“Mbak-nya yakin?”

Lana selesai mengatakan rencananya kepada perempuan paruh baya tersebut dan disambut dengan sedikit keterkejutan.

“Saya yakin, Bu. Ibu bisa bantu saya, ‘kan?” Lana berucap penuh harap. “Ibu yang ada di sini, saya nggak bisa kalau harus menunggu terus-menerus. Kasihan anak saya kalau saya tinggal terus, Bu.” Lana memohon. “Ibu pegang ini.” Lana mengeluarkan uang dari dalam tasnya kemudian memberikan kepada ibu tersebut. “Saya nggak minta banyak kok, Bu. Hanya yang saya bilang tadi saja.”

Lana sudah tidak bisa lagi membiarkan perasaannya diobrak-abrik oleh Yoga. Semakin dia memikirkan obrolan karyawan tadi, semakin dia yakin jika Yoga yang mereka maksud adalah Yoga suaminya.

“Baiklah kalau gitu, Mbak. Saya akan menyimpan nomor Mbak. Kita akan kerja sama mulai sekarang.” Sebut saja dia Ibu Titik, perempuan bertubuh tambun itu menyetujui. “Saya akan membantu Mbak Lana.”

Lana tersenyum lebar mendengar persetujuan Bu Titik. Kemudian memastikan sekali lagi kepada perempuan paruh baya tersebut untuk merahasiakan misi mereka. Lana tidak ingin aksinya ini diketahui oleh siapa pun. Dia ingin menangani semuanya sendiri. Urusan nanti bagaimana, itu urusan nanti. Namun, satu yang pasti. Dia tak akan memberi Yoga ampun.

Setelah ‘perjanjian’ dengan pemilik warung tenda itu selesai dilakukan, Lana pulang. Menjemput Kaisar di rumah temannya. Setidaknya dia sudah memiliki satu orang yang bisa membantunya untuk menelusuri sebuah kebenaran.

“Kamu dari mana sih, Lan?” tanya Wika sembari meletakkan potongan buah di atas meja, “tumbenan, lho titip Kaisar. Biasanya juga kalau ke mana-mana Kaisar selalu dibawa.”

Wika adalah teman seperjuangan Lana menyelesaikan pendidikan sarjananya. Mereka sudah dekat selama beberapa tahun belakangan ini dan menjadi teman dekat.

“Ada sedikit urusan tadi. Nggak bisa bawa Kaisar juga. Takut dia kecapekan, jadi dititip di kamu. Sorry, ya, kalau ngrepotin.”

Wika melambaikan tangannya. “Aku nggak masalah. Kaisar bocahnya nggak aneh-aneh. Anteng. Tadi main sama adiknya.” Adik yang dimaksud Wika adalah putrinya yang baru berusia satu tahun. “Mas Yoga lembur lagi, ya? Udah naik jabatan, pasti makin sibuk, ya.”

“Ya, sekarang sih sering banget lembur, Ka. Katanya banyak kerjaan setelah jadi kepala divisi.” Lana tidak ingin membuka masalah rumah tangganya kepada Wika meskipun mereka adalah teman baik. Sebisa mungkin, dia akan tetap menutup rapat-rapat urusan tersebut sampai dia bisa mencari jalan keluar.

“Tapi, Lan. Kamu juga harus hati-hati. Ingat, laki-laki tetaplah laki-laki. Kalau duit udah banyak, mata nggak mungkin nggak jelalatan.”

Ada gedoran tiba-tiba yang muncul di dalam hati Lana. Namun, dia menutupinya dengan candaan. “Kalau kamu, gimana ngatasi agar nggak was-was suamimu diambil orang?”

“Aku sadap chatnya.” Wika tersenyum puas. “Siniin hp kamu.”

Lana tidak pernah berekspektasi terlalu tinggi tentang hal tersebut. Dia sepertinya cukup gaptek untuk melakukan hal-hal seperti itu. Namun, dia tetap memberikan ponselnya kepada Wika.

“Kamu beneran bisa?” tanya Lana sedikit ragu.

“Tenang aja, aku pernah diajari oleh seseorang. Kamu nggak perlu khawatir, suamimu nggak akan tahu kalau chatnya kamu sadap.”

Lana bungkam. Apakah selama ini dia yang terlalu percaya dengan suaminya? Bahkan, Wika saja melakukan hal semacam ini untuk bisa melihat tabiat sang suami di luar sana. Sungguh, Lana tidak bisa berkata-kata dan hanya terus menatap ponselnya diotak-atik oleh Wika. Ada sebuah kelegaan yang tiba-tiba menggelembung di dalam hatinya. Semoga saja, dia bisa melihat semua kebusukan yang disembunyikan oleh Yoga selama ini.

“Ini.” Wika menyerahkan kembali ponsel Lana. “Kamu bisa mengintai suamimu diam-diam. Aku berharap hanya ada hal baik di sana.”

***

Mangga Muda : Mas, sepertinya malam minggu ini kita perlu menikmati waktu berdua. Hitung-hitung syukuran tempat baru.

Lana mengeratkan rahangnya kuat ketika membaca pop up chat yang berada di layar ponselnya. Nama yang tertera di kontak Yoga untuk perempuan itu cukup unik. Mangga muda katanya? Tentu saja mangga muda, karena memang gadis itu tampaknya memang masih sangat ranum-ranumnya.

[Bagaimana tempat barunya? Kamu cocok? Kalau dibandingkan yang kos kemarin, di tempat baru kita bisa bebas]

Itu adalah jawaban yang Yoga berikan untuk si Mangga Muda. Tidak bisa dibayangkan bagaimana sakitnya perasaan Lana saat ini. Seperti kulit yang disobek, lalu dibuka, kemudian dikucuri jeruk nipis. Pedih yang tidak bisa dideskripsikan.

Mangga Muda : Cocok banget. Cuma, harganya yang lumayan ngos-ngosan.

[Masalah harga nggak usah dipikirkan. Lagian, kan, aku yang bayar]

“Lana!”

Lana hampir saja menjatuhkan ponselnya ketika suara Yoga terdengar di telinganya. Buru-buru, dia mengubah ekspresi wajahnya dengan sebuah ketenangan meskipun tidak sepenuhnya berhasil.

“Kamu kenapa? Sakit?” tanya Yoga tampak panik. Lelaki itu mendekati Lana yang tengah berdiri di depan lemari. Wajah Lana terlihat sedikit pucat dan seperti ada tumpukan masalah. Yoga juga menyempatkan menempelkan telapak tangannya di dahi Lana untuk mengecek suhu tubuh istrinya.

“Aku nggak papa.” Lana menjauhi Yoga. “Aku lagi kesal aja.” Perempuan berdaster coklat itu duduk di pinggiran ranjang. Tatapannya kini mengarah pada Yoga yang masih berdiri di tempatnya. “Aku lagi kesel sama salah satu tokoh novel. Lelaki tidak tahu diri. Bisa-bisanya dia selingkuh di belakang istrinya.”

Yoga tersenyum kecil. Mungkin dia mengira kalau kata-kata Lana adalah sebuah lelucon. Ayah anak satu itu mengikuti istrinya duduk di pinggiran ranjang. Mengelus rambut halus Lana dengan penuh sayang.

“Jangan keseringan baca novel begituan. Jadi parno nanti.”

Lana mencoba menekan kemarahannya sampai di titik terendah. Meskipun dia tiba-tiba merasa jijik dengan sang suami, tetapi dia kali ini menahannya. Senyum kecil terbit di bibirnya. Menyandarkan punggungnya pada dada Yoga.

“Sekarang ini, marak sekali laki-laki yang nggak puas dengan istrinya, Mas.” Begitu kata Lana memancing. “Meskipun di rumah sudah ada istri sahnya, justru banyak dari para laki-laki itu yang mencari mangga muda.” Lana sengaja menekan kata mangga muda tersebut. “Mas, kalau semisal melakukan itu dan ketahuan, apa yang akan Mas lakukan?”

Lana menjauhkan tubuhnya dari Yoga agar bisa melihat ekspresi lelaki itu. Dia sudah bisa menebak bagaimana raut wajah Yoga sekarang. Lelaki itu tampak terkejut yang segera ditutupinya dengan senyuman.

“Aku nggak akan pernah lakukan itu ke kamu, Lana. Kamu bisa pegang kata-kataku.” Kali ini Yoga tampak serius. “Sudah, jangan bicarakan masalah perselingkuhan. Kamu kenal aku dan aku nggak akan melakukan tindakan tidak beradab seperti itu.” Yoga tampak meyakinkan membuat rasa hati Lana terasa teriris sembilu.

“Boleh aku pinjam hp-nya, Mas?” Lana tidak ingin membiarkan Yoga lari begitu saja.

“Untuk apa?” tanya Yoga dengan kening mengernyit. “Lan, jangan bilang hanya karena pikiran burukmu tentang banyak laki-laki selingkuh di luar sana, kamu juga mulai curiga sama aku!”

Yoga tampak tidak terima dan ini menunjukkan kejanggalan dari sikapnya selama ini kepada Lana. Biasanya, lelaki itu tidak begitu peduli dengan ponselnya seandainya Lana ingin mengeceknya. Sayangnya, Lana tidak pernah melakukannya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si tolol lana bisa apa selain menye2 g kelas. berlagak sok pintar padahal dungu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 41. Berkunjung

    “Dia tidur.” Tirta mengantarkan Kaisar ke kediaman orang tua Lana sambil menggendong bocah itu. Sengaja tidak membangunkannya.“Kan, jadi ngrepotin kamu kalau gini.” Lana membimbing Tirta ke kamar Kaisar agar bisa membaringkannya di kasur. “Dia udah mandi?”Lana baru menyadari kalau pakaian Kaisar sudah berganti. Tadi hanya mengenakan seragam sekolah, tetapi sekarang sudah pakai kaos biasa.Tirta tidak segera menjawab dan memilih untuk keluar kamar Kaisar lebih dulu. Mereka turun ke lantai satu, lalu duduk di ruang keluarga. “Kok sepi? Ibu sama Bapak ke mana?” tanya Tirta.“Mereka ada pengajian di komplek sebelah. Sebentar lagi mungkin pulang.” Lana beranjak. “Aku ambilkan minum.”“Nggak usah.” Tirta menarik tangan Lana. “Di sini aja. Aku nggak haus.”“Tapi, aku tadi buat bakso lho. Serius nggak mau?” Tirta berkedip pelan sebelum tersenyum kecil.“Mau dong. Yang pedes, ya.” Lana terkekeh melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Tirta. Begitu menggelikan.Alih-alih menunggu di ruang kelu

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 40. Memberi Kesempatan

    “Apa kabar, Lan.”Setelah ibunya yang datang, kini Tirta pun muncul setelah tidak pernah lagi menemui Lana. Lelaki itu terlihat masih sama dan tidak ada yang berubah dari penampilannya. Hanya sedikit lebih dewasa dibandingkan terakhir kali Lana melihat Tirta.“Tirta.” Lana sedikit terkejut melihat lelaki itu yang kini berdiri di depannya. Dia baru saja datang ke sebuah kafe ketika Tirta muncul. “Lama nggak ketemu. Kabarku baik, kamu gimana?”“Aku juga baik.” Lelaki itu mengulas senyum kecil. Tatapan mereka beradu dan getaran di dada itu tak bisa dipungkiri, jika rasa cinta yang dimiliki oleh Tirta memang begitu besar.Lana mengajak Tirta untuk masuk ke dalam kafe agar mereka bisa mengobrol di sana. Lana memesan dua cangkir kopi dan dua cake coklat untuk dirinya dan Tirta. Untuk beberapa saat, tidak ada yang mereka bicarakan. Tirta bahkan sama sekali tidak mengalihkan tatapannya pada perempuan yang ada di depannya seolah dia tengah menumpahkan segala rasa rindunya yang sudah lama dipen

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 39. Tentang Perasaa

    “Maaf kalau membuat kamu terkejut, Lana. Saya datang tiba-tiba,” lanjut perempuan paruh baya dengan senyum lembutnya tersebut.Lana dan perempuan paruh baya tersebut sudah duduk berhadapan di salah satu meja meninggalkan Yoga di meja yang berbeda. Lana sebenarnya juga penasaran dengan apa yang ingin dikatakan oleh perempuan paruh baya tersebut. Ini adalah untuk pertama kalinya Lana bertemu denganya, tetapi seperti ada hal yang sangat serius yang ingin disampaikan.“Tidak masalah, Tante. Kalau boleh tahu, apa yang ingin Tante bicarakan?”Perempuan paruh baya itu menyodorkan tangannya dan diterima oleh Lana. “Saya Tari. Ibu Tirta,” katanya.Sedikit terkejut, Lana mengangguk kecil. “Saya Lana.”Ibu Tirta itu tersenyum menatap sosok cantik yang ada di depannya. Perempuan paruh baya itu menatap Lana seolah tengah memuji ibu Kaisar itu dengan tatapannya.“Pantas saja kalau Tirta sangat mencintai kamu. Kamu ternyata sangat cantik, Lana.”Lana semakin terkejut dengan ucapan terus terang Tari.

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 38. Mulai Dari Awal

    Ruko dua tingkat dihadiahkan sang ayah untuk Lana. Mereka bilang agar Lana punya tempat untuk bekerja. Jika ada klien, mereka hanya perlu datang ke kantornya dan tidak perlu ke sana-kemari.“Ibu dan Ayah itu lihat kamu capek banget. Jadi, meskipun kecil, kamu harus memiliki kantor sendiri.”Begitu ibu Lana mengatakan kepada putrinya ketika mengajak mengurus sertifikat bangunan tersebut atas namanya. Lana sudah ditawari oleh kedua orang tuanya untuk membuat kantor sendiri, tetapi Lana terus saja menolak. Maka tanpa sepengetahuan Lana, ayahnya bertindak.Membelikan ruko di tengah kota yang ramai, mereka berharap Lana bisa mudah mendapatkan klien. Bagaimanapun, Lana adalah perempuan berbakat dengan hasil kerja yang selalu memuaskan.“Sebenarnya Ayah dan Ibu nggak perlu melakukan semua ini. Aku lagi ngumpulin uang untuk buat kantor sendiri.”“Kenapa harus kumpulin uang kalau ayahmu ini punya banyak duit?” Itu sebenarnya keseriuasan yang dibalut dengan candaan. Mau tak mau, itu membuat Lan

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 37. Sosok Teman yang Baik

    “Hai.”Lana menoleh dan mendapati Tirta ada di belakangnya. Lana tersenyum kecil membalas senyuman Tirta.“Dari mana?” tanya Lana sambil menerima minuman yang disodorkan oleh penjual.Lana sekarang benar-benar menikmati waktunya seperti dia adalah perempuan lajang yang tidak memiliki tanggungan anak. Dia hanya ingin mencoba untuk menggantikan waktu masa mudanya yang telah hilang.“Dari kantor. Nggak sengaja lihat kamu.”Tirta duduk di samping Lana. Mencomot satu risoles lalu memasukkan ke dalam mulutnya sebelum mengunyahnya.“Mau aku pesankan minum?” tanya Lana.“Boleh. Tapi nggak usah pakai boba. Geli lihat hitam-hitam bulat begitu.”Lana hanya terkekeh mendengar ucapan Tirta sebelum kembali berdiri dan memesankan minum untuk lelaki itu. “Rasa moca ya?” Lana menoleh menatap Tirta.“Iya.”Akhir-akhir ini, Tirta intens mendekati Lana. Tidak henti-hentinya dia mengambil kesempatan agar Lana benar-benar merasakan ketulusan hatinya. Tentu dia tak mendesak karena tahu Lana belum siap mener

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 36. Tirta

    “Kamu nggak perlu menghindariku, Lan.”Langkah Lana terhenti ketika mendengar suara Tirta dari arah belakang. Perempuan itu menyadari keberadaan Tirta ketika dia mengambil langkah cepat. Berusaha agar tidak perlu beramah tamah dengan lelaki itu. Sayangnya, dia tetap ketahuan.“Aku sudah pernah bilang sama kamu kalau kamu nggak perlu memikirkan tentang ucapanku tempo hari.”Tirta kini berdiri di depan Lana untuk melihat perempuan cantik itu dengan jelas. Mereka sama-sama baru saja meeting bersama dengan klien mereka masing-masing yang kebetulan berada di restoran yang sama.Lana menatap Tirta dalam sebelum dia menjawab, “Tir, kenapa kamu kemarin ke rumah nggak bilang-bilang dulu sama aku?”Tirta tersenyum kecil. “Mau mengobrol sebentar? Kebetulan aku sudah selesai meeting. Jangan bicara sambil berdiri begini, takutnya kamu capek.”Jika Lana tidak mengenal Tirta sebelumnya, dia pasti akan menganggap lelaki itu hanya mencari perhatian saja kepadanya. Nyatanya, Lana masih ingat betul baga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status