Lana menatap nota hotel itu berulang kali seperti dia baru saja melihat benda tersebut untuk pertama kalinya. Hari sudah malam, Kaisar sudah tertidur pulas di sampingnya, tetapi Yoga belum juga terlihat batang hidungnya. Lana menduga jika lelaki itu pasti tengah berada di kamar hotel bersama dengan perempuan yang dipeluknya siang tadi.
Gigi Lana bergemeletuk mengingat perselingkuhan yang dilakukan oleh sang suami di belakangnya. Tidak pernah menyangka dia akan diperlakukan tidak adil oleh lelaki yang sudah menikahinya selama tujuh tahun tersebut.
Menatap jam di dinding kamar Kaisar, waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Dia keluar dari kamar putranya menunju ruang tamu. Membuka tirai dan melihat keluar mencari tanda kepulangan Yoga. Dia hanya melihat kesunyian di luar sana.
Perasaan Lana semakin digelung ombak amarah yang begitu besar. Sepertinya, Yoga memang sedang kehilangan kewarasannya dan jatuh cinta dengan perempuan itu sampai lupa diri.
Tak lama menunggu, suara mobil Yoga terdengar. Hanya beberapa detik setelahnya lelaki itu masuk ke dalam rumah dan terkejut mendapati Lana berdiri di tengah ruang keluarga.
“Sayang, kamu belum tidur?” Yoga mendekati Lana. Tersenyum garing di depan perempuan itu. “Maaf, ya aku telat pulang.”
Lana bungkam tidak menjawab ucapan lelaki itu. Dia justru mengarahkan tatapannya pada Yoga yang tampak lelah dan memindai dari atas ke bawah. Pakaiannya masih rapi dan tidak ada hal yang mencurigakan dari penampilannya. Namun, mata Yoga memerah seolah dia baru saja terbangun dari tidur.
Lana tidak akan salah menduga karena memang seperti itulah penampakan Yoga setelah tersadar dari alam mimpi. Perempuan Itu tampak tenang, tetapi kepalanya seolah mengeluarkan asap amarah tak terbendung.
‘Tahan, Lana. Belum waktunya kamu bertindak,’ batin Lana mencoba mensugesti dirinya sendiri.
“Sayang, kamu nggak papa?” Yoga mengelus pipi istrinya meminta sedikit perhatian. “Kamu sedang memikirkan apa?”
Lana mengulas senyum tipis. “Mas pasti lelah. Sudah makan?” Lana tetap menanyakan hal tersebut meskipun dia tahu jawabanya.
“Sudah, Sayang. Aku makan sama anak-anak tadi. Aku ke kamar, ya. Mau langsung istirahat setelah mandi. Capek banget soalnya.” Yoga menyempatkan mengelus pundak Lana dengan lembut sebelum melanjutkan langkahnya untuk pergi ke kamarnya.
Lelaki itu berlalu begitu saja meninggalkan sang istri yang tengah berdiri kaku di ruang keluarga. Lana terkekeh sinis, menertawakan dirinya sendiri. Kehancuran rumah tangganya sudah ada di depan mata.
Yoga sedang memainkan api di tangannya secara diam-diam. Tetap bersikap layaknya kepala rumah tangga yang baik, tetapi perselingkuhannya juga tetap jalan. Hebat sekali lelaki itu. Ternyata benar perkataan orang-orang di luar sana. Seorang lelaki yang memiliki banyak uang, dia tidak akan bertahan hanya dengan satu wanita.
Menarik napasnya panjang, Lana mencoba mengulur kesabarannya lebih besar lagi. Jika dia mengungkap kebohongan Yoga sekarang, permainan menjadi tidak seru lagi. Dia harus mencari bukti yang banyak sebelum dia melemparkan bukti-bukti tersebut di depan Yoga.
Memutuskan meninggalkan ruang keluarga, Lana masuk ke kamar. Segera, dia mendapati Yoga keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Senyum lelaki merekah seolah dia tidak sedang menyimpan rapat kebusukannya.
“Ayo tidur, Sayang, aku capek banget.” Begitu katanya sambil memakai pakaiannya. “Seharian ada banyak hal yang harus dikerjakan. Mungkin kedepannya, aku juga akan sering pulang terlambat, Lan. Nggak papa, ‘kan?”
Lana berjalan untuk masuk ke dalam kamar mandi sembari menjawab ucapan Yoga. “Memang kalau aku bilang nggak boleh bakalan ngaruh? Tugas kan memang harus dikerjakan. Yang penting nggak aneh-aneh aja.”
Lana memberikan tatapan dingin sebelum tenggelam di balik pintu kamar mandi. Yoga mengedipkan mata pelan sebelum dia berdehem untuk menutupi kegugupannya. Padahal tidak ada Lana di sana, tetapi hati tetap tidak bisa bohong jika dia memang tengah melakukan kesalahan.
Pernikahan Lana dan Yoga dulu atas dasar perjodohan, kehidupan pernikahan mereka sama sekali tidak melalui drama yang menyakitkan. Mereka seolah bisa langsung jatuh cinta dan menerima satu sama lain. Namun, kali ini justru Yoga yang berpaling lebih dulu dari istri cantiknya.
***
“Mas hari ini lembur lagi?” Lana melemparkan pertanyaan untuk sang suami setelah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya. Di sampingnya, Kaisar sudah duduk dengan tenang tengah menyantap nasi goreng buatan sang bunda.
“Sepertinya iya, Sayang. Kerjaan benar-benar numpuk.” Yoga menjawab dengan santai pertanyaan sang istri setelah menelan makanannya.
“Mau dibawakan makan siang nggak? Atau nanti aku kirim pakai ojek online?” tanya Lana menawarkan.
“Oh, nggak perlu, Sayang. Aku makan di kantin kantor aja nanti.” Di akhir kalimatnya, Yoga memberikan senyum tipis. Setiap tindakan dan sikap Yoga sama sekali tidak menunjukkan jika lelaki itu sedang menutupi rahasia besar.
Sungguh, kalau Lana tidak mendapatkan nota hotel tersebut, dia akan menyangka kalau kehidupan rumah tangganya baik-baik saja. Nyatanya, ada parasite yang menggerogoti hubungannya dari dalam. Sialnya, suaminya sendiri yang memasukkan parasite tersebut dalam rumah tangganya.
Lana memilih untuk tidak menjawab dan memulai untuk sarapan. Tidak bisa dipungkiri, setelah dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimaa Yoga berselingkuh, rasa cinta yang dimiliki untuk lelaki itu sedikit demi sedikit terkikis. Semua perhatian yang diberikan untuk lelaki itu sekarang hanyalah topeng agar Yoga tidak menyadari aksinya.
Sore itu, Lana menitipkan Kaisar di rumah salah satu temannya. Dia harus mulai bergerak untuk menyelidiki Yoga. Lana menunggu secara diam-diam di depan kantor lelaki itu saat waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Dia menyembunyikan diri di sebuah warung tenda tak jauh dari tempat kerja Yoga. Dia akan melihat apakah lelaki itu keluar kantor tepat waktu atau tidak.
“Sudah jualan di sini berapa lama, Bu?” Lana mencoba berkomunikasi dengan si pemilik warung. Di saat pulang kantor seperti sekarang, warung lumayan sepi dan dia bisa bertanya lebih banyak.
“Sudah lama, Mbak. Ada kali hampir sepuluh tahun.” Begitu pemilik warung itu menjawab.
“Kalau begitu, banyak yang udah kenal pegawai di kantor itu dong, Bu.”
“Bukan kenal lagi, Mbak. Sudah bestie.” Perempuan paruh baya memakai kerudung hitam itu tersenyum ramah. Lana membalas senyuman itu dan merasa angin segar datang menerpa.
Dia harus bisa mengambil kesempatan itu untuk tahu lebih jauh lagi. “Kalau jam sore agak sepi, ya, Bu.” Lana kembali membangun obrolan. Lana melirik ke kanan dan kiri dan hanya ada dua orang yang makan. Tiga orang termasuk dirinya.
“Iya, Mbak. Ramai lagi kalau habis magrib. Kadang yang lembur-lembur juga makannya di sini.”
Lana mengangguk mengerti. Beberapa saat dia tengah memikirkan langkahnya. Dia menimbang apakah sekiranya pemilik warung itu bisa membantunya. Namun, jika tidak mencoba bertanya, maka dia tak akan tahu jawabannya.
“Bu, boleh saya meminta sedikit bantuan Ibu?” tanyanya setelah itu. Menatap fokus pada perempuan paruh baya di depannya.
Tatapannya dibalas oleh ibu warung. “Bantuan apa, Mbak?”
***
Satu bulan sudah pernikahan Tirta dan Lana berjalan. Mereka sudah menempati rumah baru Tirta yang didesign langsung oleh Lana. Takdir itu terkadang memang membingungkan. Siapa yang sangka kalau pada akhirnya, Lana lah yang menjadi nyonya di rumah besar dua lantai tersebut.Dengan tiga asisten rumah tangga termasuk Bu Tatik di dalamnya, kini Lana benar-benar hanya mengurus suami dan putranya saja. Masalah bersih-bersih dan hal-hal lainnya di rumah sudah ada yang mengurus. Namun, masak masih Lana yang kadang menangani. Pasalnya, baik Tirta atau Kaisar lebih suka jika makanan itu dimasak langsung oleh sang nyonya rumah.“Bunda, ayo kita renang.” Kaisar yang sudah berada di dalam kolam renang itu melambaikan tangannya agar ibunya bergabung bersama dirinya dan juga Tirta.“Kalian aja.” Lana memilih duduk di kursi malas setelah meletakkan sepiring muffin di atas meja.“Bunda bawa muffin?” Tirta mendekat di pinggir kolam renam. “Aaak, Bun.” Tirta memberikan kode kepada Lana agar menyuapinya.
Tirta menatap Lana dari belakang yang tampak begitu kewalahan menjinjing gaun panjangnya. Di belakangnya, Tirta memegangi ekor gaun tersebut yang menyapu lantai. Senyum laki-laki itu merekah lebar tak bisa ditahan.Perempuan yang ada di depannya itu adalah istrinya. Benar-benar istrinya yang baru saja dia nikahi secara sah beberapa jam lalu. Kini, mereka selesai pesta dan menuju ke kamar mereka dia hotel tersebut. Akhirnya setelah melalui hari yang panjang, mereka bisa menyelesaikan setiap rangkaian acara yang begitu melelahkan.“Mas, aku bersumpah kalau suatu hari nanti kamu selingkuh, aku nggak akan segan ngulitin kamu. Lihatlah betapa melelahkannya pernikahan kita ini.”Mereka sudah sampai di kamar dan Lana langsung merebahkan tubuhnya di sofa dengan meloloskan napas panjangnya. Demi Tuhan, dia bahagia hari ini bebarengan dengan rasa lelah yang begitu luar biasa.Mendengar ucapan istrinya, Tirta justru tergelak. Dia duduk di lengan sofa setelah mengambil air mineral yang sudah disi
Lana bilang jika dia ingin pernikahannya yang kedua ini hanya perlu dilakukan dengan sederhana. Namun, ini adalah pernikahan pertama dan diharapkan menjadi pernikahan terakhir untuk Tirta. Tentu saja pernikahan sederhana itu tidak akan pernah terjadi. Bagaimanapun juga, Tirta berasal dari keluarga pebisnis yang memiliki banyak partner.Ada banyak tamu undangan yang akan datang di acara resepsi pernikahan mereka yang diadakan di hotel milik Tirta. Hanya membayangkan berdiri berlama-lama di pelaminan saja, Lana merasa begidik ngeri.“Ini nggak bisa undangannya dikurangi, Mas?” tanya Lana saat itu ketika Tirta menunjukkan jumlah undangan dari keluarganya.Ada hampir seribu orang dan itu belum semuanya. Belum lagi dari pihak orang tua Lana. Kalau Lana sendiri tidak mengundang siapa pun. Dia juga tidak mengatakan apa pun kepada Yuda tentang pernikahannya.“Iya. Ini semua dari keluarga kami. Belum semua lho, Lan. Kalau teman-teman aku sih cuma dikit aja.”“Padahal aku pengennya yang sederha
Tirta bahagia. Itu yang dia rasakan sekarang. Bagaimana tidak, setelah dia menunggu setelah bertahun-tahun yang lalu, ditinggal menikah, pada akhirnya dia benar-benar diterima oleh Lana. Keadaan memang sekarang sudah tidak sama lagi. Lana sudah memiliki satu anak dengan status janda. Namun, siapa yang peduli dengan itu? Yang terpenting perempuan itu adalah Lana.Anggap saja, Kaisar adalah bonus yang dia dapatkan karena akan menikahi Lana. Toh sekarang, dia juga benar-benar sudah sangat menyayangi Kaisar.“Kaisar ke mana?” Malam ini adalah malam minggu. Tirta datang ke rumah Lana untuk mengajaknya pergi berkencan.Ya, benar. Berkencan. Sebenarnya kata itu tidaklah aneh mengingat mereka sudah official jadian. Tak hanya itu, usia mereka juga masih cukup muda untuk melakukan hal-hal seperti itu.“Diajak keluar sama nenek kakenya. Sekalian kondangan.” Lana berdiri tepat di depan Tirta dan mendongakkan wajahnya. Keningnya mengernyit ketika melihat Tirta yang memasang senyum di bibirnya. “Ka
Tirta disibukkan dengan banyak pekerjaan yang harus ditangani. Mulai dari beberapa meeting, dan bahkan dokumen-dokumen penting yang harus ditanda tangani. Sudah hampir dua minggu setelah dia menyatakan keinginannya meminta Lana untuk menikah dengannya. Namun, setelah itu dia benar-benar tenggelam pada pekerjaan yang seolah tidak ada habisnya.Sejujurnya Tirta merindukan Lana. Dia ingin menemui perempuan itu, tetapi dia hanya bisa berkomunikasi lewat hand phone. Tirta tetap memberikan kabar kepada perempuan setiap harinya.“Tirta, Mama ingin datang ke rumah Lana. Nggak papa, ‘kan?” Pertanyaan itu ditujukan kepada Tirta ketika pagi sudah menggantikan peran sang malam.Lelaki itu kini tengah berada di ruang makan dan menikmati sarapannya. Sebentar lagi dia harus pergi ke hotel dan kembali tenggelam pada pekerjaannya.Ya Tuhan, Tirta tidak sedang mengeluh. Namun, kenapa akhir-akhir ini pekerjaan sangat banyak? Ini berkat hotelnya sedang digandrungi oleh pendatang. Banyak turis asing yang
Malam ini Lana tidak mampu sekedar mengistirahatkan matanya dan membawanya tenggelam ke alam mimpi. Isi kepalanya terus saja mengingatkan kalimat pendek yang dilontarkan Tirta siang tadi. Sebuah kalimat sederhana berupa ajakan yang terngiang sampai malam ini. Lana tidak memberikan jawaban apa pun, begitu juga dengan Tirta yang tidak mendesaknya. Lelaki itu hanya meminta kepada Lana agar mempertimbangkan dirinya untuk menjadi pendamping perempuan itu.Menatap langit-langit kamar, Lana menarik napasnya panjang. Sungguh, ini sangat membingungkan. Satu sisi hatinya ingin menolak, tetapi satu sisi hati yang lain mengatakan tak masalah untuk dicoba. Bukan hanya Tirta yang jelas-jelas mencintainya, tetapi orang tua lelaki itu juga menerimanya dengan kedua tangan terbuka. Bukan hanya itu, Kaisar pun sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga mereka.Apalagi yang perlu diperhitungkan sekarang?‘Hei, Yoga bahkan sudah menikah lagi, Lana.’ Hatinya memeringatkan. ‘Tidak masalah sekarang giliranm