Home / Rumah Tangga / Bill Hotel Di Kemeja Suamiku / Part 5. Bukti di Keremangan

Share

Part 5. Bukti di Keremangan

Author: Loyce
last update Last Updated: 2024-08-23 18:09:42

“Aku akan transfer kamu aja untuk belanja.” Yoga akhirnya mengalah untuk memberikan uang yang diminta oleh istriya. Jika kartu bank-nya diminta, maka itu hanya akan menjadikan petaka baginya. Lalu dia mengotak-atik ponselnya dan tak lama laporan sms muncul di ponsel Lana dengan menunjukkan nominal uang. 

“Dua juta?” tanya Lana cepat. “Nggak cukup, Mas. Aku mau lebih,” gertak Lana setelah itu. Tidak peduli kalaupun Yoga akan mengamuk, Lana tetap bersuara. “Kamu bisa berikan kartu tabungan kita, biar aku aja yang simpan.” 

Yoga terkejut mendengar keinginan Lana. “Untuk apa kamu meminta kartu tabungan itu? Kamu beneran nggak percaya sama aku, Lan?”

Yoga bereaksi cepat. Matanya menatap istrinya penuh keheranan. Sebelumnya mereka sudah sepakat jika tabungan mereka biarkan Yoga yang bawa. Namun, sekarang Lana justru memintanya. 

“Aku nggak akan menggunakan uang itu, Mas. Tapi, biarkan aku yang membawanya. Aku pastikan itu akan aman di tanganku. Aku hanya ingin tahu berapa banyak uang tabungan kita.” Lana tidak menyerah. 

Jawaban Yoga keluar setelah itu. “Aku nggak akan memberikannya kepadaku. Kita sudah sepakat tentang masalah ini sebelumnya, dan tabungan tetap ada padaku.” Yoga menarik napasnya berusaha mengatur emosinya. “Sekarang kamu istirahatlah. Aku ada urusan sebentar di luar.” 

Lelaki itu lantas pergi begitu saja meninggalkan Lana yang berdiri di depan meja makan. Lana pun bisa menebak ke mana lelaki itu akan pergi di jam sekarang. Kepalan tangan Lana membulat erat, gelombang amarah di dalam hatinya benar-benar tidak tertahankan rasanya. 

Menarik napasnya panjang, dia berusaha untuk tetap tenang. Menghadapi ular seperti Yoga memang harus dengan cara yang sabar. 

Kembali ke kamarnya, Lana naik ke atas ranjang dan menekuni chat milik sang suami yang ada di ponselnya. Tentu, perasaan sakit itu muncul karena membaca bagaimana mesranya Yoga ketika bertukar pesan dengan kekasihnya.

“Aku benar-benar tidak akan melepaskan kalian,” gumam Lana dengan gigi bergemelatuk, “sekarang kamu bisa menikmati perselingkuhanmu, Mas. Tapi kita lihat akan berapa lama kamu bisa menyembunyikannya.” 

Lana berjanji pada dirinya sendiri dan juga demi putra satu-satunya. Dia tidak akan mau mengalah begitu saja dengan perempuan yang sudah menjadi duri dalam pernikahannya. Yoga juga harus tahu, jika dia bukan istri bodoh yang mudah diperlakukan semaunya. 

Keesokan harinya, suasana sarapan terasa membeku. Lana tidak berbicara sedikitpun kepada Yoga dan memilih menyiapkan semuanya tanpa kata. Menyuguhkan kopi, mengambilkan nasi dan lauk untuk sang suami dalam mode senyap.

Lana seolah enggan untuk bersuara. Dia benar-benar sudah muak menatap wajah suaminya. Untuk menarik perhatian istrinya, akhirnya Yoga bersuara lebih dulu. 

“Sayang, kamu masih marah sama aku?” tanya Yoga sebelum menyelesaikan sarapannya dan hendak berangkat kerja. “Oke, aku minta maaf karena semalam aku marah sama kamu.” 

Yoga berdiri di dapur dengan menatap Lana yang tengah membereskan meja makan. Lelaki itu tentu saja tak senang dengan sikap Lana yang mendiamkannya. Semalam ketika dia pulang, Lana sudah tidur. Dia pikir setelah waktu berlalu, Lana akan kembali seperti sedia kala. Nyatanya, perempuan itu justru mendiamkannya. 

“Begini saja, kamu minta apa biar aku belikan? Aku janji akan kabulkan permintaan kamu.” 

Ucapan Yoga yang terlontar untuk Lana seperti angin segar bagi perempuan itu. Ada seringaian kecil di bibir Lana yang disembunyikan. Lana berdiri dengan tegak, menatap Yoga dengan tegas, lalu satu permintaan keluar dari mulutnya. 

“Aku ingin upgrade kendaraan!” tegasnya tanpa berpikir. “Aku mau beli mobil.” 

“Mobil?” Mata Yoga terbelalak lebar. Lelaki itu terkejut luar biasa. Sejak mereka menikah, tidak pernah sekalipun Lana meminta barang mahal kepadanya. Terlebih lagi kendaraan beroda empat tersebut. 

“Iya, mobil. Aku ingin Mas membelikan aku mobil untuk antar jemput Kaisar. Toh selama ini aku nggak pernah meminta apa pun sama Mas. Tenang aja, setelah aku punya mobil, aku nggak akan ngrepotin Mas lagi. Nggak perlu nunggu Mas punya waktu luang untuk mengajak Kaisar jalan-jalan.” 

Ringan dan tanpa beban. Begitulah gambaran Lana ketika mengatakan jawabannya di depan sang suami. Kalau Yoga sudah berani mengeluarkan uang untuk perempuan lain, seharusnya dia berhak mendapatkan berkali lipat karena dia adalah istri sahnya. 

“Aku nggak bisa izinkan kamu nyetir sendiri.” Yoga menolak. “Kamu tahu kalau aku ini overthinking, Sayang. Aku akan kepikran kamu terus kalau kamu nyetir sendiri. Kalau aku nggak bisa antar, kamu bisa pesan kendaraan online. Ada banyak kendaraan di luar sana yang nggak beresiko.”

“Intinya aja deh, Mas. Kamu mau beliin aku atau tidak. Nggak perlu banyak alasan.” 

“Bukannya nggak mau beliin, resikonya besar, Sayang.” 

“Ngomong aja kalau nggak mau beliin. Gitu aja repot. Kalau mau berangkat, berangkat aja. Nggak perlu pamit.” 

Lana berlalu dari hadapan Yoga setelah mengatakan itu dan menyudahi kegiataannya di dapur. Tanpa banyak kata, dia segera bersiap-siap untuk mengantarkan Kaisar ke sekolah. Dia tidak ingin moodnya pagi ini menjadi berantakan karena Yoga. Sudah berhari-hari pikirannya dipenuhi dengan amarah yang begitu menggelegak. Sudah waktunya dia memulai aksinya yang lain. 

*** 

“Bu Siti mendapatkan sesuatu?” 

Lana kembali menemuni Bu Siti setelah perempuan paruh baya itu menghubunginya tiba-tiba. Setelah mengantarkan putranya ke sekolah, Lana segera meluncur ke warung tenda perempuan itu. Lana tidak sabar mendengar informasi yang akan Bu Siti bagikan kepadanya. 

“Mbak coba lihat ini deh.” Bu Siti menunjukkan layar ponselnya di depan Lana. “Ini saya ambil di hari yang berbeda, Mbak.” 

Wajah lana langsung menggelap karena melihat foto yang ada di layar ponsel Bu Siti. Ada beberapa foto yang cukup intens antara laki-laki dan perempuan dalam keremangan malam. Dia tidak tahu cara Bu Siti mengambil foto tersebut, tetapi di foto itu terlihat jelas wajah Yoga. 

Mata Lana sudah memerah karena air mata seakan ingin menjebol pertahanannya. Dadanya sesak luar biasa.  

“Yang ini baru semalam, Mbak. Agak sulit memang, Mbak. Tapi, saya juga meminta orang untuk bantu. Ibu takutnya nggak bisa ambil bukti kalau kerja sendiri.” 

“Ibu tolong jangan bilang kepada siapa-siapa tentang masalah ini ya, Bu. Cukup kita aja yang tahu. Biarkan saya sendiri nanti yang membongkar semuanya.” Lana tetap mewanti-wanti agar perselingkuhan suaminya tidak bocor kepada siapa pun. “Lalu bagaimana dengan orang yang membantu Ibu?” tanya Lana. 

“Aman, Mbak. Dia bisa tutup mulut. Mbak Lana tenang saja. Ternyata si perempuan itu Ratri, Mbak. Dia sering makan di sini bersama Pak Yoga dan teman mereka yang lain. Ratri itu memang karyawan baru. Mungkin baru beberapa bulan terakhir ini bekerja di perusahaan itu.” 

Lana tidak salah meminta bantuan Bu Siti. Setelah berhari-hari, akhirnya dia bisa mendapatkan bukti tentang perselingkuhan Yoga. Bukti itu nanti akan dijadikan senjata untuk menendang Yoga dari hidupnya. Sekarang, dia akan bermain-main terlebih dulu dengan suaminya. 

‘Ratri,’ batin Lana menggumamkan nama perempuan itu. ‘Aku tidak akan membiarkanmu lolos.’ 

*** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kebanyakan gaya kau njing. bukti yg kau dapatkan sebenarnya sdh cukup tapi kau terlalu suka dg drama tolol yg tidak menggunakan otak krn kau merasa pintar
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 50. End

    Satu bulan sudah pernikahan Tirta dan Lana berjalan. Mereka sudah menempati rumah baru Tirta yang didesign langsung oleh Lana. Takdir itu terkadang memang membingungkan. Siapa yang sangka kalau pada akhirnya, Lana lah yang menjadi nyonya di rumah besar dua lantai tersebut.Dengan tiga asisten rumah tangga termasuk Bu Tatik di dalamnya, kini Lana benar-benar hanya mengurus suami dan putranya saja. Masalah bersih-bersih dan hal-hal lainnya di rumah sudah ada yang mengurus. Namun, masak masih Lana yang kadang menangani. Pasalnya, baik Tirta atau Kaisar lebih suka jika makanan itu dimasak langsung oleh sang nyonya rumah.“Bunda, ayo kita renang.” Kaisar yang sudah berada di dalam kolam renang itu melambaikan tangannya agar ibunya bergabung bersama dirinya dan juga Tirta.“Kalian aja.” Lana memilih duduk di kursi malas setelah meletakkan sepiring muffin di atas meja.“Bunda bawa muffin?” Tirta mendekat di pinggir kolam renam. “Aaak, Bun.” Tirta memberikan kode kepada Lana agar menyuapinya.

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 49. Hotel

    Tirta menatap Lana dari belakang yang tampak begitu kewalahan menjinjing gaun panjangnya. Di belakangnya, Tirta memegangi ekor gaun tersebut yang menyapu lantai. Senyum laki-laki itu merekah lebar tak bisa ditahan.Perempuan yang ada di depannya itu adalah istrinya. Benar-benar istrinya yang baru saja dia nikahi secara sah beberapa jam lalu. Kini, mereka selesai pesta dan menuju ke kamar mereka dia hotel tersebut. Akhirnya setelah melalui hari yang panjang, mereka bisa menyelesaikan setiap rangkaian acara yang begitu melelahkan.“Mas, aku bersumpah kalau suatu hari nanti kamu selingkuh, aku nggak akan segan ngulitin kamu. Lihatlah betapa melelahkannya pernikahan kita ini.”Mereka sudah sampai di kamar dan Lana langsung merebahkan tubuhnya di sofa dengan meloloskan napas panjangnya. Demi Tuhan, dia bahagia hari ini bebarengan dengan rasa lelah yang begitu luar biasa.Mendengar ucapan istrinya, Tirta justru tergelak. Dia duduk di lengan sofa setelah mengambil air mineral yang sudah disi

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 48. Sayang

    Lana bilang jika dia ingin pernikahannya yang kedua ini hanya perlu dilakukan dengan sederhana. Namun, ini adalah pernikahan pertama dan diharapkan menjadi pernikahan terakhir untuk Tirta. Tentu saja pernikahan sederhana itu tidak akan pernah terjadi. Bagaimanapun juga, Tirta berasal dari keluarga pebisnis yang memiliki banyak partner.Ada banyak tamu undangan yang akan datang di acara resepsi pernikahan mereka yang diadakan di hotel milik Tirta. Hanya membayangkan berdiri berlama-lama di pelaminan saja, Lana merasa begidik ngeri.“Ini nggak bisa undangannya dikurangi, Mas?” tanya Lana saat itu ketika Tirta menunjukkan jumlah undangan dari keluarganya.Ada hampir seribu orang dan itu belum semuanya. Belum lagi dari pihak orang tua Lana. Kalau Lana sendiri tidak mengundang siapa pun. Dia juga tidak mengatakan apa pun kepada Yuda tentang pernikahannya.“Iya. Ini semua dari keluarga kami. Belum semua lho, Lan. Kalau teman-teman aku sih cuma dikit aja.”“Padahal aku pengennya yang sederha

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 47. Lamaran

    Tirta bahagia. Itu yang dia rasakan sekarang. Bagaimana tidak, setelah dia menunggu setelah bertahun-tahun yang lalu, ditinggal menikah, pada akhirnya dia benar-benar diterima oleh Lana. Keadaan memang sekarang sudah tidak sama lagi. Lana sudah memiliki satu anak dengan status janda. Namun, siapa yang peduli dengan itu? Yang terpenting perempuan itu adalah Lana.Anggap saja, Kaisar adalah bonus yang dia dapatkan karena akan menikahi Lana. Toh sekarang, dia juga benar-benar sudah sangat menyayangi Kaisar.“Kaisar ke mana?” Malam ini adalah malam minggu. Tirta datang ke rumah Lana untuk mengajaknya pergi berkencan.Ya, benar. Berkencan. Sebenarnya kata itu tidaklah aneh mengingat mereka sudah official jadian. Tak hanya itu, usia mereka juga masih cukup muda untuk melakukan hal-hal seperti itu.“Diajak keluar sama nenek kakenya. Sekalian kondangan.” Lana berdiri tepat di depan Tirta dan mendongakkan wajahnya. Keningnya mengernyit ketika melihat Tirta yang memasang senyum di bibirnya. “Ka

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 46. Aku Terima

    Tirta disibukkan dengan banyak pekerjaan yang harus ditangani. Mulai dari beberapa meeting, dan bahkan dokumen-dokumen penting yang harus ditanda tangani. Sudah hampir dua minggu setelah dia menyatakan keinginannya meminta Lana untuk menikah dengannya. Namun, setelah itu dia benar-benar tenggelam pada pekerjaan yang seolah tidak ada habisnya.Sejujurnya Tirta merindukan Lana. Dia ingin menemui perempuan itu, tetapi dia hanya bisa berkomunikasi lewat hand phone. Tirta tetap memberikan kabar kepada perempuan setiap harinya.“Tirta, Mama ingin datang ke rumah Lana. Nggak papa, ‘kan?” Pertanyaan itu ditujukan kepada Tirta ketika pagi sudah menggantikan peran sang malam.Lelaki itu kini tengah berada di ruang makan dan menikmati sarapannya. Sebentar lagi dia harus pergi ke hotel dan kembali tenggelam pada pekerjaannya.Ya Tuhan, Tirta tidak sedang mengeluh. Namun, kenapa akhir-akhir ini pekerjaan sangat banyak? Ini berkat hotelnya sedang digandrungi oleh pendatang. Banyak turis asing yang

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 45. Tak Bisa Terulang

    Malam ini Lana tidak mampu sekedar mengistirahatkan matanya dan membawanya tenggelam ke alam mimpi. Isi kepalanya terus saja mengingatkan kalimat pendek yang dilontarkan Tirta siang tadi. Sebuah kalimat sederhana berupa ajakan yang terngiang sampai malam ini. Lana tidak memberikan jawaban apa pun, begitu juga dengan Tirta yang tidak mendesaknya. Lelaki itu hanya meminta kepada Lana agar mempertimbangkan dirinya untuk menjadi pendamping perempuan itu.Menatap langit-langit kamar, Lana menarik napasnya panjang. Sungguh, ini sangat membingungkan. Satu sisi hatinya ingin menolak, tetapi satu sisi hati yang lain mengatakan tak masalah untuk dicoba. Bukan hanya Tirta yang jelas-jelas mencintainya, tetapi orang tua lelaki itu juga menerimanya dengan kedua tangan terbuka. Bukan hanya itu, Kaisar pun sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga mereka.Apalagi yang perlu diperhitungkan sekarang?‘Hei, Yoga bahkan sudah menikah lagi, Lana.’ Hatinya memeringatkan. ‘Tidak masalah sekarang giliranm

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status