Home / Rumah Tangga / Bill Hotel Di Kemeja Suamiku / Part 7. Sikap Istri yang Berubah

Share

Part 7. Sikap Istri yang Berubah

Author: Loyce
last update Last Updated: 2024-08-28 19:09:57

Dua orang yang duduk berhadapan itu seketika menatap Yoga yang berdiri di sisi sofa. Randi menatap Yoga dan Lana bergantian, sedangkan Lana tampak tidak terpengaruh. Lana sungguh tidak peduli dengan suaminya yang melarangnya. Masa bodoh dengan lelaki itu.

“Kami belum membutuhkan mobil lagi. Lain kali kalau memang kami ingin membeli mobil, saya yang akan memanggil Mas langsung.”

“Aku yang akan beli, Ran.” Lana menjawab santai. “Aku mau yang ini. Kira-kira perlu waktu berapa lama untuk inden dulu?”

“Lana!” Yoga tidak tahan dengan perubahan sikap istrinya.

Lana yang dulunya penurut itu berubah seratus delapan puluh derajat. Kini dia sama sekali tidak mendengarkan ucapan sang suami. Larangan yang diberikan itu justru seolah menjadi perintah untuknya.

“Kalau memang kamu masih ngotot membeli mobil itu, maka bayarlah sendiri. Karena aku tidak akan membelikan mobil buat kamu.”

Lana bergeming tak peduli, bahkan ketika Yoga pergi meninggalkan ruang tamu, dia sama sekali tidak menahannya. Dipikir Yoga, Lana akan mundur hanya dengan gertakannya. Tentu saja tidak. Lana sudah menyiapkan semuanya sebelum dia mengambil keputusan.

“Lan, gimana? Suami kamu nggak kasih izin, lho.” Randi bersuara lebih dulu untuk memastikan.

“Nggak papa. Terusin aja. Aku yang mau beli, bukan dia. Jadi gimana? Indennya berapa bulan?”

Lana berusaha untuk tidak terpengaruh atas apa pun yang terjadi. Niatnya sekarang hanya satu, mempersiapkan hal buruk terjadi pada rumah tangganya.

“Kalau yang itu, di showroom udah ada. Jadi kalau selesai pembayarannya, kami bisa langsung antar mobilnya.”

Mendengar itu, tentu saja membuat senyum Lana merekah lebar. Akhirnya, dia sebentar lagi akan memiliki mobilnya sendiri. Setelah memastikan hal-hal lain, Randi pulang meninggalkan rumah Lana.

Masuk ke dalam ruang keluarga, Lana mendapati Yoga tengah bersama dengan Kaisar. Putranya itu tengah fokus dengan buku mewarnai, sedangkan Yoga segera menatap Lana dengan tatapan tajam. Lana bahkan tidak merasa gentar dengan tatapan suaminya dan justru dengan santai duduk di samping Kaisar.

“Kai, nanti sore jalan-jalan sama Bunda ya. Bunda mau belikan Kaisar sepatu baru.” Begitu katanya sambil mencium pipi putranya.

“Soalnya semalam kita nggak jadi jalan-jalan, ya, Bun?” Bocah itu ternyata ingat tentang kejadian semalam.

“Benar. Gantinya nanti sore aja. Kita ke mal berdua.”

Kaisar mengangguk dan meneruskan menekuni bukunya. Untuk beberapa saat, ruangan itu terasa mencekam. Hanya terdengar detik jam dan suara beradunya pensil warna dengan buku Kaisar. Lana tahu jika suaminya tengah menatapnya, tetapi dia memilih untuk mengabaikannya.

Yoga tak tahan, dia menarik Lana untuk diajak bicara. Lana tidak menolak dan mereka masuk ke dalam kamar. Yoga melepaskan tangan Lana setelah menutup pintu kamarnya. Alih-alih segera berbicara, Yoga justru menatap Lana dengan kesal. Aura hitam seolah tengah menguar dari dalam tubuhnya.

“Kamu tahu kalau kamu sekarang berubah, Lana?” tanya Yoga mengawali, “aku tidak menemukan Lana yang biasanya. Kamu sekarang menjadi susah dibilangin dan keras kepala. Seolah kamu memiliki kebenaranmu sendiri! Kenapa? Kenapa kamu menjadi seperti ini Lana?”

Lana diam. Dia memilih menatap Yoga dengan intens seolah dia baru saja mengenal lelaki itu. Ingatan kejadian semalam pun muncul di dalam kepalanya, mematik percikan amarah. Lana menarik napas panjang berusaha mengenyahkan segala keinginan untuk memaki sang suami.

“Mas juga berubah sekarang,” ucap Lana dengan tenang, “aku juga nggak menemukan Mas Yoga yang biasanya. Mas sekarang lebih suka berada di luar rumah dibandingkan menemani istri dan anak. Kenapa? Kenapa Mas menjadi seperti ini?”

Lana mengikuti ucapan Yoga. Tidak bisa disembunyikan ekspresi terkejut lelaki itu. Yoga bahkan menelan ludahnya, terlihat jakunnya naik turun.

“Aku lebih banyak di luar karena aku kerja, Lan. Aku lembur. Aku juga sudah menjelaskan kalau tanggung jawabku sekarang lebih besar.” Lelaki berambut cepak itu berkilah.

“Tentu saja aku percaya. Bahkan sampai menginap di hotel saking lelahnya.” Lana kembali mengangkat topik tentang nota hotel yang mana itu adalah bukti akurat. “Mas, kamu percaya kalau insting seorang istri itu sangat kuat?” tanya Lana lembut, “kamu bisa berkilah dan menyembunyikan apa pun di belakangku. Tapi di sini ….” Lana menunjuk dadanya. “Tidak bisa dibohongi.”

Yoga semakin salah tingkah. Dia tentu tak ingin perbuatan bejatnya itu diketahui oleh sang istri. Dia tak bisa kehilangan istrinya, tetapi dia juga masih ingin bersama dengan selingkuhannya.

“Tentang mobil itu. Tenang saja, aku hanya akan mengambil sedikit uangmu. Hanya sedikit.” Begitu kata Lana menegaskan.

“Jadi, semua ini karena nota hotel itu?” Yoga terkekeh kecil. “Kamu udah nggak percaya lagi sama aku, Lana?”

“Pertanyaan yang sama aku berikan kepada, Mas. Kalau Mas mendapatkan nota hotel atas namaku di dalam tasku, apa Mas masih bisa percaya sama aku?” Tantang Lana dengan berani. Perempuan berambut sebahu itu balik bertanya. “Ditambah lagi, semalam Mas juga nggak pulang. Apa sebagai seorang istri aku nggak boleh curiga?”

Yoga benar-benar menelan semua kata-katanya. Ada kebimbangan besar yang tampak di matanya. Dia seperti ingin mencari celah untuk berkilah, tetapi tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya.

“Sebelum Mas melakukan sesuatu di belakangku, coba pikirkan kalau Mas ada di posisiku. Dengan begitu, Mas tidak akan pernah berani melakukannya.”

Lana menyudahi ucapannya dengan senyuman penuh arti. Pergi meninggalkan kamar untuk kembali menemani putranya yang ada di ruang keluarga. Jika Lana ditanya apakah dia akan memaafkan suaminya karena perselingkuhan ini, maka jawabannya tidak. Terlebih lagi, lelaki itu bukan hanya berkenca biasa, tetapi sudah sampai pada zina.

Lana tidak ingin mengambil resiko tetap mempertahankan lelaki itu di sisinya. Siapa yang akan menduga kalau suaminya akan tetap ‘bersih’ dan tidak terjangkit penyakit. Bahkan hanya dengan membayangkan saja, Lana merasa jijik luar biasa.

Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa. Namun, tentu semua sudah berubah. Hubungan Lana dan Yoga tidak lagi sama. Bahkan ketika mobil yang Lana beli sudah datang pun, Yoga memilih tidak berkomentar. Lana pun juga tampak sibuk dengan aktivitasnya setiap hari. Ketika Yoga pulang, Lana selalu terlihat fokus di depan laptopnya.

“Mas sepertinya akhir-akhir nggak semangat, ada apa?” Suatu hari, Yoga mendapatkan pertanyaan itu dari Ratri. Mereka tengah berada di rumah kontrakan Ratri dan saling memeluk di atas ranjang.

“Lana sepertinya tengah curiga tentang hubungan kita, Rat.” Yoga menjawab dengan suara lemah. “Akhir-akhir ini, sikapnya berbeda jauh denganku.”

Napas Ratri tertarik panjang. Terdengar tidak senang dengan pembahasan yang diangkat. “Kita lagi berdua sekarang, Mas. Jangan bahas orang lain.” Ketus sekali suaranya. “Istri Mas itu kan bukan perempuan pengalaman. Jadi santai aja lah, Mas. Nggak perlu takut.”

“Aku sangat mencintai dia, Rat. Aku nggak mau kehilangan dia.”

Reaksi Ratri cepat ketika mendengar jawaban yang diberikan oleh Yoga. Perempuan itu bangun dari baringnya sambil menggennggam selimut yang menutupi tubuhnya.

“Mas, ada aku di sini. Kalau Mas kehilangan dia, aku yang akan menggantikannya!”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 41. Berkunjung

    “Dia tidur.” Tirta mengantarkan Kaisar ke kediaman orang tua Lana sambil menggendong bocah itu. Sengaja tidak membangunkannya.“Kan, jadi ngrepotin kamu kalau gini.” Lana membimbing Tirta ke kamar Kaisar agar bisa membaringkannya di kasur. “Dia udah mandi?”Lana baru menyadari kalau pakaian Kaisar sudah berganti. Tadi hanya mengenakan seragam sekolah, tetapi sekarang sudah pakai kaos biasa.Tirta tidak segera menjawab dan memilih untuk keluar kamar Kaisar lebih dulu. Mereka turun ke lantai satu, lalu duduk di ruang keluarga. “Kok sepi? Ibu sama Bapak ke mana?” tanya Tirta.“Mereka ada pengajian di komplek sebelah. Sebentar lagi mungkin pulang.” Lana beranjak. “Aku ambilkan minum.”“Nggak usah.” Tirta menarik tangan Lana. “Di sini aja. Aku nggak haus.”“Tapi, aku tadi buat bakso lho. Serius nggak mau?” Tirta berkedip pelan sebelum tersenyum kecil.“Mau dong. Yang pedes, ya.” Lana terkekeh melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Tirta. Begitu menggelikan.Alih-alih menunggu di ruang kelu

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 40. Memberi Kesempatan

    “Apa kabar, Lan.”Setelah ibunya yang datang, kini Tirta pun muncul setelah tidak pernah lagi menemui Lana. Lelaki itu terlihat masih sama dan tidak ada yang berubah dari penampilannya. Hanya sedikit lebih dewasa dibandingkan terakhir kali Lana melihat Tirta.“Tirta.” Lana sedikit terkejut melihat lelaki itu yang kini berdiri di depannya. Dia baru saja datang ke sebuah kafe ketika Tirta muncul. “Lama nggak ketemu. Kabarku baik, kamu gimana?”“Aku juga baik.” Lelaki itu mengulas senyum kecil. Tatapan mereka beradu dan getaran di dada itu tak bisa dipungkiri, jika rasa cinta yang dimiliki oleh Tirta memang begitu besar.Lana mengajak Tirta untuk masuk ke dalam kafe agar mereka bisa mengobrol di sana. Lana memesan dua cangkir kopi dan dua cake coklat untuk dirinya dan Tirta. Untuk beberapa saat, tidak ada yang mereka bicarakan. Tirta bahkan sama sekali tidak mengalihkan tatapannya pada perempuan yang ada di depannya seolah dia tengah menumpahkan segala rasa rindunya yang sudah lama dipen

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 39. Tentang Perasaa

    “Maaf kalau membuat kamu terkejut, Lana. Saya datang tiba-tiba,” lanjut perempuan paruh baya dengan senyum lembutnya tersebut.Lana dan perempuan paruh baya tersebut sudah duduk berhadapan di salah satu meja meninggalkan Yoga di meja yang berbeda. Lana sebenarnya juga penasaran dengan apa yang ingin dikatakan oleh perempuan paruh baya tersebut. Ini adalah untuk pertama kalinya Lana bertemu denganya, tetapi seperti ada hal yang sangat serius yang ingin disampaikan.“Tidak masalah, Tante. Kalau boleh tahu, apa yang ingin Tante bicarakan?”Perempuan paruh baya itu menyodorkan tangannya dan diterima oleh Lana. “Saya Tari. Ibu Tirta,” katanya.Sedikit terkejut, Lana mengangguk kecil. “Saya Lana.”Ibu Tirta itu tersenyum menatap sosok cantik yang ada di depannya. Perempuan paruh baya itu menatap Lana seolah tengah memuji ibu Kaisar itu dengan tatapannya.“Pantas saja kalau Tirta sangat mencintai kamu. Kamu ternyata sangat cantik, Lana.”Lana semakin terkejut dengan ucapan terus terang Tari.

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 38. Mulai Dari Awal

    Ruko dua tingkat dihadiahkan sang ayah untuk Lana. Mereka bilang agar Lana punya tempat untuk bekerja. Jika ada klien, mereka hanya perlu datang ke kantornya dan tidak perlu ke sana-kemari.“Ibu dan Ayah itu lihat kamu capek banget. Jadi, meskipun kecil, kamu harus memiliki kantor sendiri.”Begitu ibu Lana mengatakan kepada putrinya ketika mengajak mengurus sertifikat bangunan tersebut atas namanya. Lana sudah ditawari oleh kedua orang tuanya untuk membuat kantor sendiri, tetapi Lana terus saja menolak. Maka tanpa sepengetahuan Lana, ayahnya bertindak.Membelikan ruko di tengah kota yang ramai, mereka berharap Lana bisa mudah mendapatkan klien. Bagaimanapun, Lana adalah perempuan berbakat dengan hasil kerja yang selalu memuaskan.“Sebenarnya Ayah dan Ibu nggak perlu melakukan semua ini. Aku lagi ngumpulin uang untuk buat kantor sendiri.”“Kenapa harus kumpulin uang kalau ayahmu ini punya banyak duit?” Itu sebenarnya keseriuasan yang dibalut dengan candaan. Mau tak mau, itu membuat Lan

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 37. Sosok Teman yang Baik

    “Hai.”Lana menoleh dan mendapati Tirta ada di belakangnya. Lana tersenyum kecil membalas senyuman Tirta.“Dari mana?” tanya Lana sambil menerima minuman yang disodorkan oleh penjual.Lana sekarang benar-benar menikmati waktunya seperti dia adalah perempuan lajang yang tidak memiliki tanggungan anak. Dia hanya ingin mencoba untuk menggantikan waktu masa mudanya yang telah hilang.“Dari kantor. Nggak sengaja lihat kamu.”Tirta duduk di samping Lana. Mencomot satu risoles lalu memasukkan ke dalam mulutnya sebelum mengunyahnya.“Mau aku pesankan minum?” tanya Lana.“Boleh. Tapi nggak usah pakai boba. Geli lihat hitam-hitam bulat begitu.”Lana hanya terkekeh mendengar ucapan Tirta sebelum kembali berdiri dan memesankan minum untuk lelaki itu. “Rasa moca ya?” Lana menoleh menatap Tirta.“Iya.”Akhir-akhir ini, Tirta intens mendekati Lana. Tidak henti-hentinya dia mengambil kesempatan agar Lana benar-benar merasakan ketulusan hatinya. Tentu dia tak mendesak karena tahu Lana belum siap mener

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 36. Tirta

    “Kamu nggak perlu menghindariku, Lan.”Langkah Lana terhenti ketika mendengar suara Tirta dari arah belakang. Perempuan itu menyadari keberadaan Tirta ketika dia mengambil langkah cepat. Berusaha agar tidak perlu beramah tamah dengan lelaki itu. Sayangnya, dia tetap ketahuan.“Aku sudah pernah bilang sama kamu kalau kamu nggak perlu memikirkan tentang ucapanku tempo hari.”Tirta kini berdiri di depan Lana untuk melihat perempuan cantik itu dengan jelas. Mereka sama-sama baru saja meeting bersama dengan klien mereka masing-masing yang kebetulan berada di restoran yang sama.Lana menatap Tirta dalam sebelum dia menjawab, “Tir, kenapa kamu kemarin ke rumah nggak bilang-bilang dulu sama aku?”Tirta tersenyum kecil. “Mau mengobrol sebentar? Kebetulan aku sudah selesai meeting. Jangan bicara sambil berdiri begini, takutnya kamu capek.”Jika Lana tidak mengenal Tirta sebelumnya, dia pasti akan menganggap lelaki itu hanya mencari perhatian saja kepadanya. Nyatanya, Lana masih ingat betul baga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status