Binar Kalbu

Binar Kalbu

Oleh:  Atis Warna Sita  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
5Bab
1.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Ketika persahabatan perempuan mulai goyah karena cinta berlabuh kepada laki-laki yang sama. Bagaimanakah akhir dari persahabatan mereka? Akankah tetap berlanjut atau justru putus begitu saja?

Lihat lebih banyak
Binar Kalbu Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
5 Bab
Sebuah Keinginan
           Kepulan asap rokok saling bersahutan di antara mereka yang memadu kasih di salah satu kamar motel. Keduanya hanya saling menatap sambil menikmati rokok yang terselip di jarinya. Malam yang begitu dingin bukan masalah. Dengan pakaian lengkap, salah satu dari mereka tersulut sumbu gairahnya. Keremangan kamar motel seolah mendukung imajinasi untuk lebih berani. Tanpa sadar, tanpa tahu siapa yang memulai, keduanya sudah terjebak dalam keliaran asmara buta yang kehilangan seluruh indranya.          “Bi, kenapa lu mau sama gue?”          “Enggak ada alasan buat nolak cewek seksi kayak lu.”          “Fisik yang utama, ya,” jawab si cewek dengan kepala mengangguk-angguk seakan paham betul.         
Baca selengkapnya
Perkiraan yang Salah
           “Bukan ih, gue serius.”          “Gimana? Pengin berubah seperti apa?”          “Lu lihat Nissa, kan? Dia cantik banget pakai jilbab. Kalau gue jadi lu, mungkin gue lebih pilih Nissa dibandingkan Rine. Kita jauh, Bi, kayak langit dan bumi.”          “Astaga, Rine! Rine, gue enggak apa-apa lu mau gimana juga. Memangnya pernah selama ini gue minta lu berubah secara fisik? Jerawat lu saja enggak pernah gue bahas. Gue enggak tahu harus meyakinkan lu gimana, tetapi gue benar-benar suka lu,” jelasnya dengan tangan menangkup pipi cewek yang sedari tadi menunduk.          “Lebih tepatnya, gue pengin jadi lebih baik, Bi. Gue bingung harus mulai dari mana. Gue takut karena sebenarnya
Baca selengkapnya
Merasa Diabaikan
           “Enggak apa-apa masuk? Kalau orang tua lu marah bagaimana? Gue enggak enak, baru juga bertamu sudah berulah.”          “Santai saja, mereka enggak bakal tahu.”          Dengan langkah cepat cowok berkumis tipis itu pun langsung masuk dan menutup pintu. Rine terkekeh pelan melihat tingkah laku Abbian. Ternyata pikirannya terhadap cowok itu salah besar. Rine mengira Abbian sosok yang berani sekaligus tidak punya sopan santun, tetapi malam itu tidak terbukti. Dia tadi sempat bersembunyi di balik tembok untuk melihat bagaimana perilaku Abbian kepada kedua orang tuanya. Mencium tangan, rutinitas yang sudah dilupakan Rine itu menimbulkan nostalgia ke zaman dirinya saat bersekolah dasar. Ingatan itu pulih saat sadar cowok di sampingnya kembali mengambil telur gulung dan memakannya dengan wajah
Baca selengkapnya
Percik Kecemburuan
           Kelas Rine ramai, teman-temannya saling bercanda. Sementara cewek cantik itu tetap sendiri dengan tatapan kosongnya. Pikirannya berputar-putar, berusaha memahami perasaannya sendiri. Dia belum paham secara pasti tentang perasaannya ke Abbian. Selama ini kerap menolak, tetapi siapa yang tahu akan begini jadinya. Diam-diam ada yang memperhatikan Rine. Cowok berkumis tipis dengan rambut rapi dan klimis. Cowok itu nyaris tanpa kedip saat melihat Rine dengan pakaian berantakan.          “Rin, kantin, yuk,” ajak salah satu cowok di kelasnya.          Jangankan menjawab, menoleh pun tidak. Teman cowok Rine itu merasa sedikit kesal sehingga tangannya hendak memukul kepala cewek itu. Sebelum tangan itu menyentuh kepala Rine, seorang cowok menghentikannya. Senyum ramahnya membuat teman cowok Rine sungkan dan
Baca selengkapnya
Perjuangan dan Keputusan
           “Lu ngomong apa? Nissa sahabat lu. Cemburu?”          “Enggak, gue enggak cemburu, Abbian. Kita putus saja, ya. Gue pengin sendiri. Jangan susul gue.”          Rine bangkit menuju motornya dan meninggalkan dua cowok dengan perasaan berbeda. Eno yang tadinya tersenyum langsung terdiam karena kaget. Apalagi Abbian, terduduk lemas di tempat. Sama sekali tidak menyangka bila hubungannya akan berakhir dengan mudah. Rine yang sulit terjamah juga sulit diterka ke mana pikirannya. Abbian mengutuk dirinya sendiri yang terlena dengan keramahan Nissa. Meskipun Rine terlihat tidak cemburu pada awalnya, tetapi siapa yang menjamin saat semakin lama? Saat cinta itu semakin mengakar kuat di dadanya.          Eno menghampiri Abbian karena tidak tega. T
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status