"Raka!" Kyla melambaikan tangannya dan tersenyum melihat wajah tampan lelaki itu. Raka balas tersenyum dan menghampiri Kyla yang duduk di dekat jendela di dalam perpustakaan kampus mereka. "Hai, bagaimana? Sudah sehat? Kaku masih kurus padahal sudah keluar dari rumah sakit 4 hari yang lalu, ya?!" Raka membelai puncak kepala Kyla sayang dan menatapnya lembut. Kyla yang merasa di perhatikan olehnya, hanya bisa mengulas senyuman getir dan menyingkirkan tangan Raka dari kepalanya. "Mau bagaimana lagi? Aku terus memuntahkannya. Tubuh ini sudah tidak sehat, mohon di mengerti." Raka terkekeh mendengar bahasa Kyla yang kaku. "Seperti dengan siapa saja. Aku bukan dosenmu, Nak. Tidak perlu sopan-santun di depanku, gadis konyol." Kyla menggidikkan bahunya acuh dan kembali fokus pada bukunya. Begitu juga dengan Raka yang mulai membuka beberapa buku catatannya dan mulai mencatatkan beberapa hal di buku tulisnya. "Apa semua ba
Clek .... Zafar keluar dari area perpustakaan saat hari menjelang sore. Kini sudah pukul 18.00 petang dan ia baru saja keluar dari perpustakaan setelah 9 jam duduk di sana. Zafar merenggangkan badannya dan menatap wajah seorang gadis yang tiba-tiba berdiri di depannya dengan kedua tangan di lipat ke depan dada. Zafar menatap gadis itu dengan tatapan bingung dan terkejut. Kenapa pula mantannya ada di sini? Bukannya mereka berdua sudah putus dan tidak punya hubungan apa-apa lagi? "Kenapa kamu di sini? Aku kira kita sudah tidak memiliki hubungan yang bisa membuat kita berdua bertemu di kampus. Terlebih lagi kamu yang mencariku," ucap Zafar, dengan nada ketus. Faya, mantan kekasih Zafar, langsung menyunggingkan senyuman culas dan menatapnya dengan angkuh. "Kamu tidak pernah mencariku lagi setelah kita bicara tentang putus beberapa hari yang lalu. Apakah kamu sudah tidak ingin berhubungan denganku walaupun itu hanya sekedar tema
"Bang Put, lo mau ke mana sih? Kenapa bawa-bawa tas besar segala?! Lo mau pergi gitu aja tanpa bilang apa-apa sama Tante dan Om? Yang banar aja lo, Bang!" marah Nabila, menahan langkah Putra yang hendak meninggalkan rumah karena masalahnya dengan Afkar. Putra hanya diam dan menatap wajah Nabila dengan lelah dan ia melepaskan genggam tangan Nabila yang menahannya. "Ini bukan urusan lo ya, Nab! Jadi lo gak usah ikut campur, apa lagi tahan-tahan gue kayak gini. Gak pantas kelakuan lo sama yang lebih tua!" marah Putra, tanpa menyentak. Nabila langsung mengerutkan keningnya dalam dan buang muka dari lelaki itu. "Serah lo deh, Bang. Bodoh amat sama lo. Pergi aja kalau mau pergi. Paling lo pergi ke rumah Kak Kyla! Lokan gak punya tujuan selain ke sana." Putra mendenguskan napasnya kasar dan berjalan pergi meninggalkan Nabila menuju motornya di depan gerbang. Putra meletakkan tas besarnya di belakang boncengan motornya, mengikatnya menggunak
Clek .... "Selamat datang, Nona. Anda dari mana?" tanya Flo, salah satu bodyguard Kirana. Kirana langsung tersenyum melihat Flo yang sedang merapikan ruang keluarga dengan mengenakan pakaian santainya. "Dari rumah sebelah. Ada Kak Kyla. Dia datang membawa adiknya dan adiknya itu teman sekolahku. Ah ... bukan, ia bukan temanku. Ia hanya satu sekolah denganku, tapi aku berharap kami berdua akan akrab nantinya, hehehe." Flo tersenyum saat melihat Kirana yang tampak senang akan hal tersebut. "Saya juga merindukan Nona Kyla, apakah saya juga boleh menyapa beliau? Kita bisa membawakannya cookies yang baru di buat oleh Hatta. Bagaimana?" Kirana menolehkan kepalanya dan menganggukkan kepalanya antusias. "Ide yang bagus. Itu bisa menjadi camilan mereka saat malam nanti. Aku berpikir mereka tidak mungkin sempat membuat makanan karena berberes-beres membutuhkan banyak waktu." Flo tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya sampai
"Nona bisa tinggal di sini sendirian? Kami akan membantu Nona Kirana di sana dan menjaganya, jadi kami tidak bisa meninggalkan beliau." Hatta membukukan badannya sambil menatap Kyla cemas. "Tidak apa. Aku tahu jika Nona kalian rentan dari penculikan. Aku baik-baik saja di sini. Pergilah." Flo memberikan segelas jahe hangat dan menatap kondisi Kyla yang sangat buruk. Darah di kedua hidungnya seakan tidak mau berhenti. Ia terlihat kesakitan. "Aku baik-baik saja, Flo. Kamu tidak perlu cemas atau merasa bersalah karena harus meninggalkan aku. Kalian pergilah, aku akan memanggil kalian jika membutuhkan sesuatu." Kyla tersenyum dan meminta mereka pergi meninggalkannya seorang diri. Flo dan Hatta akhirnya pergi dengan berat hati dan meninggalkannya begitu saja. Drt ... drt .... Kyla menatap ponselnya dan melihat nama Afkar tertera di layar ponselnya. "Kenapa Kakak meneleponku?" "Halo ...." "Ky, Putra lari dari
Putra menatap Kyla dengan tatapan sedih. Setelah ia menangis beberapa waktu, Kakaknya itu hanya diam dan memperhatikan dirinya dalam diam. Kyla bahkan tidak tersenyum untuk menghiburnya, atau menertawakannya. Kyla hanya diam dan menatapnya lembut sambil membelai puncak kepala Putra sayang. "Kamu sudah tenang? Jika sudah, ada baiknya kita pulang ke rumah. Tadi Kirana dan kedua bodyguardnya ingin masuk, tapi karena kamu sedang bersedih jadi mereka menunggu di luar." Kyla menjelaskan dan membuat Putra mendenguskan napas kasar, menahan malu. "Seharusnya Kakak mengatakan padaku. Aku pasti akan berhenti menangis dan menenangkan diri. Jika Kirana melihatku dalam kondisi seperti ini, aku yang akan sangat malu jika bertemu dengannya nanti. Aku ini laki-laki, seharusnya aku tidak menangis. Apa lagi di depan seorang perempuan." Kyla memiringkan kepalanya bingung dan menatap adiknya dengan tatapan aneh. "Jadi kamu tidak menganggap aku seorang pe
Tok ... tok .... Seseorang mengetuk pintu rumah Kyla dini hari. Sementara Kyla yang masih bergelut dengan bantal dan selimutnya di dalam kamar harus terpaksa bangun dari tidurnya dan membukakan pintu untuk tamunya. 03:00 .... Kyla mendengus kasar dan berjalan cepat karena bel rumahnya tidak berhenti di tekan dalam kurun waktu 5 menit. "Siapa?" tanya Kyla, menatap CCTV yang ada di depan pintunya. Ia menatap adik lelakinya yang sudah mengenakan seragam lengkap serta membawa tas sekolahnya. Kyla menghela napasnya kasar dan menatap wajah Putra malas. "Tunggu di sana. Jangan ribut!" ucapnya, berjalan ke dalam kamarnya untuk mengambil jaket dan baru membuka pintu rumahnya untuk Putra. Clek .... "Kenapa kamu sudah di sini? Ini baru jam 03:00 pagi, biasanya kamu selalu kesiangan. Tadinya aku yang ingin ke sana untuk membangunkan kamu, tapi kamu malah datang ke sini." Kyla berjalan masuk ke dalam rumahnya dan dud
"Menyedihkan sekali cinta bertepuk sebelah tanganmu itu." "Kamu!!" Arjun langsung bangkit dari tempatnya dan menatap tajam ke arah Zafar yang tengah tersenyum culas mencibirnya. "Dari dulu memang kita berdua tidak bisa berteman. Lebih baik kamu pergi dari sini. Atau pindah sana ke tempat duduk lainnya. Aku tidak mau melihat wajahmu. Selera makanku bisa hilang jika aku terus menatap wajah itu, menjijikkan!" pekik Arjun, menatap hina. Zafar hanya tersenyum remeh dan berdiri. Ia pergi menuju bangku Kyla yang entah sejak kapan sudah mengalami sedikit keributan di sana. "Lepaskan! Saya memiliki urusan mendadak. Saya sudah meminta maaf, seharusnya Anda mengerti dan tidak menahan saya. Jika Anda mengatakan saya hanya berdalih, tidakkah ekspresi wajah saya terlalu bagus untuk sekedar di buat akting?" Kyla menatapnya tajam dengan rahang mengeras. "Anda tidak bisa seperti ini. Saya sudah meluangkan waktu di hari yang padat ini. Bahkan kita bar