Share

02. Target pembunuhan

Haeun terpaksa harus pulang ke rumah sebelum operasi selesai. Ia mendapat telepon dari Eunra bahwa toserbanya kedatangan tamu yang tidak ingin membeli apa pun. Haeun sudah tahu apa maksud dari asisten pribadinya tersebut. Sebenarnya toserba itu hanyalah sebuah sampul untuk menutupi profesinya yang merupakan pembunuh bayaran. Selain membunuh, ia juga menerima pekerjaan untuk menjaga seseorang berdasarkan perintah. Setelah itu ia mendapat bayaran yang setimpal.

Haeun setengah berlari menuju pinggir jalan yang tak begitu ramai. Tak perlu menunggu lama, ia langsung mendapatkan taxi untuk pulang ke rumah. Ia tidak boleh menyia-nyiakan apa pun yang bisa menghasilkan uang. Baginya uang memang nomor satu, sedangkan keselamatan selalu ada di nomor belakang.

"Mangwon, Mapugo, kota Seoul. Tolong tiba dalam waktu 7 menit," ujar Haeun pada sopir taxi tersebut.

Sopir taxi tersebut mengangguk lalu melajukan mobilnya tersebut. Kondisi jalan yang cukup ramai tentu saja membuatnya mau tak mau harus bersabar. Haeun mengambil ponsel dari sakunya. Matanya terus menatap jam di layar ponsel yang tiap menitnya berganti. Ia tidak boleh kehilangan kliennya lagi.

"Ahjussi, apa ada jalan pintas agat cepat tiba di tempat tujuan?" tanya Haeun.

Sopir taxi itu menoleh sekilas, ia terlihat sedang berpikir. Lalu ia menggeleng kaku membuat Haeun mengembuskan napasnya dengan frustasi. Waktu sudah berlalu lebih dari 7 menit, ia bisa saja kehilangan kliennya lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Eunra dan memberitahukan kondisinya saat ini.

"Ada apa, Haeun-ah?" tanya Eunra terlebih dahulu.

Haeun melirik sopir itu sekilas melalui spion di dalam mobil. Ia harus sangat berhati-hati dengan siapa pun, termasuk pria paruh baya yang saat ini tengah bersamanya.

"Kau bisa mengurusnya? Sepertinya aku akan pulang telat," ujar Haeun pelan.

Eunra terdengar berdeham pelan. "Baiklah, aku akan mengurusnya."

"Terima kasih," ujar Haeun.

Setelah itu panggilan langsung di akhiri oleh pihak Eunra. Tanpa sengaja Haeun melihat mata sopir itu yang seakan terus mengawasinya melalui spion. Merasa ada yang mencurigakan, Haeun terpaksa memutuskan untuk turun. Ia menghela napasnya pelan. Jarak dari jalan itu menuju rumahnya masih sangat jauh, berkisar antara 2 sampai 3 kilometer. Tapi jika berjalan pelan, pasti tidak akan terasa. Akhirnya ia memaksakan kedua kakinya untuk berjalan menuju rumah.

Belum sampai setengah perjalanan, kakinya sudah terasa sangat sakit. Tubuhnya juga sudah berkeringat karena sinar matahari yang begitu menyengat. Ia sudah sangat lama tidak berolahraga, mungkin itu sebabnya ia tak sanggup berjalan dengan jarak yang jauh. Ia berhenti di sebuah kursi yang ada di pinggir jalan. Tak henti-hentinya ia bersyukur karena ada orang yang berbaik hati meletakkan kursi di sana.

Matanya tanpa sengaja menangkap sebuah mobil berwarna merah berhenti tepat di depannya. Haeun tersenyum lebar saat melihat seorang gadis keluar dari mobil tersebut.

"Eunra-ya!" panggil Ha Eun.

Eunra berlari kecil menghampirinya. Tanpa mengatakan apa pun, gadis itu langsung menarik tangannya dan masuk ke dalam mobil. Sesampainya di dalam mobil, Eunra langsung mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya. Nampak sebuah tanda tangan besar yang memenuhi kertas tersebut. Haeun menatap asistennya itu dengan wajah bingung.

"Apa ini?" tanya Haeun.

Eunra tersenyum lebar dengan mata berbinar. "Tanda tangan Youngsoo!"

Haeun terkekeh pelan. "Kau pasti sangat bahagia. Lalu bagaimana dengan klien yang datang hari ini?"

"Klien itu Han Youngsoo!" ujar Eunra yang langsung memeluknya dengan erat.

"Aku tidak mengurus artis."

Seketika pelukan itu langsung melemah. Eunra terdiam dan langsung mengemudikan mobilnya. Haeun hanya tersenyum tipis sambil menatap selembar kertas yang ada di tangannya tersebut. Untuk kesekian kalinya ia mengurus masalah artis yang sangat merepotkan. Terakhir kali ia menjaga seorang artis, hidupnya hampir saja berakhir di tangan sasaeng atau yang lebih nyaman disebut sebagai penguntit.

'Sepertinya aku akan mati kali ini,' batin Haeun.

~~~

Sesampainya di rumah, Haeun langsung bergegas masuk ke ruang rahasianya. Ruangan itu berada di sebuah pintu yang ditempel stiker tengkorak. Dari dalam toko, ruangan itu hanya terlihat seperti ruang karyawan biasa. Tapi jika pintu itu terbuka, akan nampak ruangan yang cukup besar dihiasi lampu berwarna merah yang menambah kesan mencekam.

Haeun yang sudah ada di dalam ruangan itu langsung melihat sebuah map yang biasanya diisi dengan perjanjian kerja. Ia membaca isi dari setiap lembar kertas yang ada di map tersebut. Ia yang semula mengira mendapat tugas untuk menjaga penyanyi bernama Youngsoo itu dari penguntit, kini mengernyit bingung. Ia mendapat tugas untuk menjaga Youngsoo dari pembunuh berantai. Ia benar-benar yakin bahwa ajalnya sudah semakin dekat.

Haeun menoleh ke arah Eunra yang duduk di hadapannya. Lalu ia memperlihatkan selembar kertas yang berisi tugas utamanya tersebut. Eunra yang nampaknya belum membacanya pun sangat terkejut.

"Kau belum membacanya, 'kan?" tanya Haeun dengan senyum tipisnya.

Eunra menundukkan kepalanya. "Maafkan aku."

Haeun menghela napasnya pelan. Ia menyandarkan kepalanya pada dinding yang ada di sampingnya. "Kalau aku mati, kau yang harus membayar semua utangku."

Saat mereka tengah sibuk berbincang, terdengar suara lonceng dari pintu ruangan tersebut. Mereka saling menatap satu sama lain dengan bingung. Haeun mengisyaratkan Eunra untuk mengecek lewat matanya. Mereka tidak boleh mengeluarkan suara sedikit pun agar tidak ada yang curiga. Eunra bangun dari kursinya lalu sedikit membuka pintu tersebut. Nampak seorang pria bertubuh tinggi besar dengan setelan jas hitam berdiri di depan matanya.

"Maaf toko ini sedang tutup. Bukankah sudah tertulis di depan pintu?" kata Eunra.

Pria bertubuh besar itu mengeluarkan secarik kertas dari saku kemejanya. Lalu ia memberikan kertas itu pada Eunra.

"Apa benar ini toko Keselamatan Nomor Dua?" tanya pria tersebut.

Awalnya Haeun memang menyebarkan tempat ini dengan nama aneh tersebut. Ia memasarkan toko tersebut di sebuah website penyalur jasa berupa bodyguard. Tapi pada suatu hari ada beberapa orang yang memintanya untuk menjadi pembunuh bayaran. Mereka bahkan memberikan bayaran yang sangat besar. Ia yang memang membutuhkan uang pun menerima pekerjaan kotor itu. Akhirnya ia mulai terbiasa dengan pekerjaan gandanya tersebut.

Haeun yang mendengar itu pun langsung bangun dari kursinya. Ia menyembulkan kepalanya keluar dan melihat tamunya tersebut.

"Berikan dia jalan untuk masuk," ucap Haeun.

Eunra menganggukkan kepalanya. Ia sedikit membuka pintu itu agar tamunya bisa masuk. Setelah pria itu masuk, pintu itu pun kembali tertutup. Eunra berjalan ke sudut ruangan, lalu menekan sebuah tombol. Dalam sekejap, ruangan itu sudah dilapisi dengan dinding tebal berwarna hijau yang berguna untuk meredam suara.

"Apa benar anda Park Haeun-ssi?" tanya pria tersebut.

Haeun menganggukkan kepalanya dengan tatapan tajam. "Dari mana anda menemukan tempat ini?"

Pria itu mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan sebuah pesan. Haeun langsung mengambil ponsel itu. Ia tersenyum miring, lalu meletakkan ponsel itu di atas meja.

"Jadi kau asisten pribadi Pak Kim?" tanya Haeun.

Pria itu menganggukkan kepalanya. "Nama saya Ahn Byeongchul."

"Apa dia benar-benar akan membayarku sebanyak itu?" tanya Haeun.

Pria bernama Byeongchul itu mengangguk pelan. "Pak Kim berani membayarmu lebih dari itu."

Haeun mulai tertarik dengan perbincangan ini. Ia memangku wajahnya dengan kedua tangan yang bertumpu di meja. Ia menatap pria di hadapannya itu dengan sorot tajamnya.

"Siapa yang harus ku bunuh?" tanya Haeun.

"Han Youngsoo."

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status