Share

04. Hari pertama

Kang Haeun memicingkan kedua matanya dari dalam mobil. Pandangannya mengarah pada sosok Youngsoo yang mengenakan setelan jas berwarna hitam. Pria itu baru saja keluar dari kediamannya. Saat itu Haeun seperti bukan melihat manusia, melainkan malaikat. Sosok Youngsoo begitu berkilau disorot oleh sinar matahari pagi. Tubuh besar pria itu terlihat sangat sempurna dipadu dengan jas hitam, terutama bahu lebarnya. Hanya ada satu hal yang membuat Haeun tidak tertarik dengan pria tersebut. Sorot matanya. Ia sangat membenci sorot tajam pria tersebut. Haeun menghela napasnya pelan saat menyadari keputusan yang sudah ia pilih. Mungkin seharusnya ia tidak melibatkan perasaan pada pekerjaannya. Semuanya akan lebih baik jika ia mati rasa. Ia yang masih memiliki hati itu cukup menyulitkan pekerjaannya.

Haeun melirik arloji yang melingkar di tangannya. Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi, mengapa ia sudah berkeliaran di luar rumah? Padahal biasanya ia baru akan mulai bekerja pukul 1 siang. Pekerjaan ini memang benar-benar merepotkan. Satu hal lagi yang menurutnya paling merepotkan. Haeun melempar pandangannya ke arah jalan yang mulai dipadati oleh banyak sekali gadis remaja. Jika diperkirakan, mungkin lebih dari 100 orang. Haeun bergidik ngeri membayangkan jika dirinya diserbu oleh para gadis itu. Mungkin kepalanya akan botak karena rambutnya ditarik dari segala arah.

Haeun kembali menajamkan penglihatannya pada sosok Youngsoo. Pria itu mulai memasuki mobil tesla berwarna putih. Haeun mendesis pelan mengingat betapa mahalnya mobil itu. Jujur saja, ia benar-benar memimpikan mobil tersebut. Ia bisa saja membelinya jika membunuh Youngsoo saat ini. Tapi hal terburuknya, ia akan kehilangan Eunra dan Heeyoung.

Mobil tesla putih itu mulai melaju, memecah kerumunan para gadis yang haus visual tersebut. Terdengar jeritan histeris yang saling bersahutan mengiringi kepergian mobil itu. Haeun yang tidak pernah lalai dalam melakukan pekerjaannya pun ikut melajukan mobilnya. Namun ia memilih jalan yang berbeda. Hal itu bertujuan agar tidak ada yang mencurigainya. Jika ia mengikuti dari jalan yang sama, pasti banyak orang yang curiga. Terutama karena ia mengendarai mobil yang wanrnya sangat mencolok. Sesuai perjanjian, Haeun memberikan jarak yang cukup jauh dari mobil tesla tersebut. Manager Youngsoo memang membuat batas untuk hal tersebut, kurang lebih sejauh 50 meter. Tapi ia tidak tahu berapa jaraknya dengan mobil tesla itu saat ini. Berbekal alat pelacak, ia tidak takut kehilangan jejak mobil tersebut. Haeun bisa melacak keberadaan Youngsoo kapan pun ia mau.

Haeun mengalihkan pandangannya pada ponsel yang tergeletak di kursi sebelahnya. Panggilan masuk dari Eunra, ia langsung menepikan mobilnya. Ia tidak ingin mengambil resiko kecelakaan hanya karena menjawab telepon.

"Ada apa?" tanya Haeun.

"Pada jarak 7 km ke depan, akan ada komunitas Soovers yang berkumpul. Mereka memblokade jalan," kata Eunra.

"Dari mana kau tahu hal itu?" tanya Haeun.

"Komunitas itu dipimpin oleh Heeyoung!"

Haeun mendecak sebal. Ia benar-benar tidak mengerti kinerja otak adiknya tersebut. Bagaimana bisa ia berkumpul di tengah jalan, bukan di sekolah. Padahal ini bukan hari libur.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Haeun.

"Kau bisa mengejar mobil yang membawa Youngsoo?" tanya Eunra.

Haeun menatap ke arah jalan. Ia mendesis kesal saat melihat mobil tesla itu sudah tidak bisa dijangkau oleh pandangannya.

"Pasti tidak bisa ya? Youngsoo berada 4 km di depanmu," kata Eunra.

Haeun terdiam sejenak, ia memantau keadaan jalan yang tak cukup ramai tersebut. Ia menghidupkan loadspeaker dan memasukkan ponsel ke saku kemejanya. Ia tidak terbiasa menggunakan earphone. Selain karena alasan tidak nyaman, ia juga merasa tidak bisa mendengar dengan jelas.

"Tetap pantau lokasi Youngsoo untukku," kata Haeun.

Setelah mengatakan itu, Haeun kembali mangendarai mobilnya untuk kembali masuk ke jalur. Tanpa berpikir panjang, ia langsung melesat dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia melewati semua mobil yang ada di depannya seperti orang kerasukan. Ia tak henti-hentinya membunyikan klakson agar semua yang menghalanginya itu menyingkir. Ia tak peduli lagi pada teriakan marah dari pengendarai lain. Tak berapa lama, ia bisa melihat mobil tesla putih itu sedang terjebak di lampu merah.

"Jarakmu 1 km dari Youngsoo," ujar Eunra.

Haeun menganggukkan kepalanya. "Aku melihatnya!"

~~~

"Paman, kau melihat mobil merah itu?" tanya Youngsoo pada sopir pribadinya tersebut.

Pria paruh baya bernama Park Sangwoon itu menoleh sekilas ke arah Youngsoo, lalu menganggukkan kepalanya. Sejak tadi ia selalu mengamati mobil merah itu melalui spion. Mobil itu terlihat sangat mencurigakan. Walau bisa saja mereka searah, tapi melihat mobil itu sangat tergesa-gesa, membuat siapa pun jadi curiga. Apalagi saat mobil merah itu berhenti tepat di sampingnya.

"Ah sial, dia pasti salah satu sasaeng yang mengejarku!" rutuk Youngsoo.

"Bagaimana bisa anak sekolah diizinkan mengendarai mobil?" gumam Sangwoon dengan bingung

"Apa tidak ada jalan lain?" tanya Youngsoo.

Sangwoon terdiam, tepat saat lampu berubah warna, ia langsung mengingat jalan lain. Sangwoon mengubah rutenya untuk mengetahui apakah mobil itu tetap mengikutinya atau tidak. Setelah ia mengubah rute, Youngsoo membelalakkan matanya. Mobil itu masih terus mengikutinya. Ia menepuk bahu Sangwoon dengan panik.

"Dia masih tetap mengikuti kita!" kata Youngsoo dengan mata yang melebar.

Saat mobil itu tepat berada di sampingnya, Youngsoo bisa melihat dengan jelas sosok yang ada di dalam mobil merah tersebut. Nampak seorang gadis dengan rambut hitam tergerai. Gadis itu mengenakan seragam sekolah. Perlahan gadis itu menoleh, namun bersamaan dengan itu kaca jendela mobilnya tertutup.

"Mengapa paman menutupnya?" tanya Youngsoo dengan menaikkan sedikit nada suaranya.

"Bisa saja dia salah satu sasaeng," kata Sangwoon.

Youngsoo membenarkan ucapan pria tersebut. Tapi sangat disayangkan, ia tidak bisa melihat wajah sosok yang ada di dalam mobil itu. Padahal dengan melihat wajahnya bisa membuat Youngsoo menjadi lebih waspada jika lain kali bertemu dengannya lagi.

Tiba-tiba mobil yang dinaikinya itu berhenti mendadak. Nampak kerumunan Soovers dari arah depan. Ia bisa melihat wajahnya di berbagai poster yang dibawa oleh gadis-gadis itu. Youngsoo langsung menurunkan gorden yang sengaja dipasang agar tidak ada yang bisa melihatnya. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi managernya yang entah berada di mana. Entah sudah berapa lama Youngsoo menempelkan benda itu di telinganya, ia sama sekali tak mendapat jawaban. 

Ia terdiam sejenak, memikirkan cara untuk membubarkan kerumunan tersebut. Anehnya ia sama sekali tak berpikir untuk melaporkan ini pada polisi. Jantungnya hampir berhenti saat beberapa orang dari rombongan itu mulai mengerumuni mobilnya. Bahkan ada yang mengetuk kaca mobil dengan kasar. Samar-samar melalui kaca mobil depan, ia bisa melihat mobil merah itu berhenti. Ternyata dugaan Youngsoo dan Sangwoon bernar, gadis itu memang sengaja mengikutinya.

"Jangan-jangan dia yang memberitahukan temannya untuk berkumpul di sini," gumam Youngsoo.

"Tenang Youngsoo! Aku akan mengalihkan mereka," kata Sangwoon.

Youngsoo sangat terkejut saat Sangwoon keluar dari mobil. Ia bisa melihat sopir pribadinya itu berusaha untuk membubarkan mereka. Namun bukannya bubar, justru gadis-gadis itu mendorong Sangwoon hingga terjatuh. Lalu mereka berusaha masuk ke dalam mobil. Youngsoo sama sekali tak bisa melakukan apa pun. Otak cerdasnya seakan membeku, ia tak bisa berpikir jernih. Kini yang terlintas di kepalanya hanya, mati!

Youngsoo melihat seorang gadis turun dari mobil merah tersebut. Kini rambutnya sudah terikat, gadis itu juga mengenakan topi baseball yang membuat wajahnya tak begitu bisa terlihat dengan jelas. Gadis itu berjalan dengan langkah cepatnya. Lalu ia menarik beberapa gadis yang mencoba masuk ke dalam mobil.

"Menyingkirlah! Dasar sampah!" teriak gadis tersebut.

Suasana ricuh itu mendadak hening. Youngsoo yang ada di dalam mobil itu tercengang melihat tingkah gadis tersebut. Perhatian para gadis itu kini bukan lagi padanya, melainkan pada gadis bertopi baseball yang seakan menjadi malaikatnya.

"Serang!" teriak para gadis itu bersamaan.

'Aku tidak boleh mati di sini!' batin Haeun.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status