Share

03. Sisi yang berbeda

Haeun masih berada di ruangannya. Waktu sudah berlalu cukup lama sejak pria bertubuh besar itu pergi.  Haeun menatap map yang ada di tangannya. Ia masih belum bisa menentukan pilihannya. Sejujurnya ia merasa sangat tertarik dengan tawaran pria tersebut. Selain bayarannya yang begitu besar, misinya juga tidak terlalu rumit. Menurutnya lebih melelahkan menjaga penyanyi bernama Youngsoo yang merupakan klien pertamanya. Namun masalahnya ada pada Eunra yang duduk di hadapannya. Haeun bisa merasakan sorot tajam dari asisten pribadinya tersebut. Haeun meletakkan map itu, ia melempar senyum tipis pada Eunra.  Nampaknya wanita di hadapannya itu cukup penasaran dengan apa yang dipilih oleh Haeun.

"Aku akan menerima tawaran untuk membunuh Youngsoo," ujar Haeun.

Tiba-tiba tubuh Haeun terhuyung hingga membentur lantai saat diterjang oleh seseorang dari belakang. Haeun langsung menolehkan kepalanya. Ia mendesis pelan melihat adiknya yang berada di dekatnya.

"Kang Heeyoung!" pekik Haeun.

Gadis cantik bernama Kang Heeyoung yang merupakan adiknya itu langsung mendelikkan matanya. Ia nampak sangat mengerikan saat ini. Haeun bisa merasakan tatapan membunuh dari adiknya.

"Apa yang kau lakukan? Kau mau mati?" tanya Haeun dengan marah.

Heeyoung mencengkram kerah baju Haeun dengan wajah merah padam. "Apa kau pikir aku akan membiarkan Youngsoo terbunuh?!"

Haeun mendecih pelan. Ia melihat ke arah Eunra dan Heeyoung secara bergantian. Ia menepis lengan Heeyoung, lalu ia berdiri. Ia mengambil map yang tergeletak di meja. Ia masih belum bisa menentukan pilihannya.

"Jika kau memilih tawaran itu, maka aku akan mengundurkan diri."

Haeun tersenyum miring, ia menatap Eunra yang sudah bangun dari tempat duduknya. Nampaknya ancaman itu cukup berpengaruh untuk Haeun. Buktinya, Haeun meletakkan kembali map itu di atas meja. Ia kembali duduk di kursi yang kosong.

"Jika kalian terus mendesakku, mengapa tidak kalian saja yang menjaganya?" kata Haeun.

Eunra yang semula memiliki harapan, seketika langsung menautkan kedua alisnya. Ia tidak terima dengan keputusan Haeun tersebut. Ia mengambil map yang ada di atas meja, lalu merobeknya hingga beberapa bagian. Tapi nampaknya Haeun sama sekali tak peduli. Ia mengambil potongan kertas itu dan bergegas keluar dari ruangan tersebut.

Eunra mencengkram bahu Haeun dengan kuat. Lalu ia memaksa Haeun untuk berbalik ke arahnya. "Apa kau tidak punya hati? Bagaimana bisa kau—"

"Terlambat. Aku sudah melakukan pekerjaan ini lebih dari 10 tahun," potong Haeun.

Eunra dan Heeyoung sama sekali tak menjawabnya. Mereka telah kehilangan kata yang sudah disiapkan sedari tadi. Ucapan Haeun memang benar. Ia telah hidup dari banyak kematian yang membuatnya kehilangan hati nurani.

"Kau membantu korban penikaman pagi ini," ujar Eunra.

Haeun menundukkan kepalanya. "Aku hanya tidak ingin itu terjadi lagi."

"Haeun-ah! Kau masih seorang manusia, kau memiliki hati!" kata Eunra dengan suara meninggi.

Haeun tak mempedulikan ucapan Eunra. Ia bangun dari kursinya, lalu menekan tombol yang langsung menarik dinding berwarna hijau tersebut. Setelah itu ia membuka pintu, cahaya kehidupan mulai menerpa wajahnya. Entah sudah berapa lama ia hidup di dalam ruangan sempit dan dipenuhi bau darah tersebut. Ia ingin memulai hidup baru, namun ternyata sangat sulit. Ia sudah terlalu lama hidup bersama kematian, maka ia akan menjalani hidup seperti itu.

Haeun membuka pintu yang menjadi penghubung antara rumahnya dengan toserba. Aroma  khas dari darah mulai menyeruak masuk ke dalam hidungnya. Ia biasa menyebutnya sebagai aroma kehidupan.

"Kematian kalian adalah kesempatan hidup untukku."

~~~

Han Youngsoo lagi-lagi menemukan bangkai tikus di dalam kamarnya. Ia yang sudah terlalu sering mendapat teror seperti itu pun sudah tidak kaget lagi. Ia segera menghubungi managernya untuk menyingkirkan bangkai tersebut. Untungnya, sang manager masih belum jauh dari rumahnya. Jadi ia bisa kembali memutar haluan ke rumah Youngsoo.

Helaan napas pelan lolos dari mulut Youngsoo. Sebenarnya ia ingin sekali mundur, tapi ia sudah terlanjur berada di tengah jalan. Ia sudah hampir mencapai puncak dari kerja kerasnya. Bahkan kehadirannya sudah mulai diakui oleh banyak orang. Sampai ada beberapa pihak yang merasa terancam. Salah satunya, agensi yang sudah membuangnya.

Youngsoo melangkahi bangkai tikus itu dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar yang dihiasi bintang dari kertas. Ia sengaja menempel bintang itu untuk mengenang masa kecilnya. Dahulu, ibunya selalu menempel bintang kertas di langit-langit kamar. Katanya dengan melihat bintang, semua beban akan menghilang.

"Youngsoo!"

Youngsoo hanya menjawab panggilan itu dengan dehaman pelan. Ia sangat malas bersuara dalam keadaan seperti ini. Ia bisa melihat managernya datang dengan membawa plastik dan sarung tangan. Dengan profesional, managernya itu langsung mengambil bangkai tikus itu menggunakan tangan yang sudah dilengkapi dengan sarung tangan.

"Kau juga harus berlatih membersihkannya sendiri," gumam Kim Junyeong—manager sekaligus asisten rumah tangga Youngsoo.

Youngsoo bangun dari kasurnya. Ia mendekati Junyeong yang masih sibuk membersihkan bekas darah yang berceceran. Pikirannya tiba-tiba mengarah pada sosok wanita yang ia jumpai saat mendapat penghargaan pertamanya.

"Aku pernah bertemu dengan sasaeng," ujar Youngsoo.

Junyeong yang sedang membersihkan lantai itu pun langsung menoleh ke arah Youngsoo. Wajahnya nampak sangat khawatir mendengar ucapan anak asuhnya tersebut. Ia tidak akan membiarkan Youngsoo berurusan dengan para penguntit tersebut.

"Aku sudah mencarikan pengawal rahasia untukmu," kata Junyeong.

Youngsoo mengernyitkan dahinya. "Rahasia?"

Junyeong mengangguk mantap. "Jika aku tiba-tiba mengatakan bahwa kau memiliki pengawal pribadi, pasti semua orang akan curiga. Maka dari itu aku mencarikanmu pengawal rahasia. Dia akan menjagamu tanpa mengundang kecurigaan siapa pun."

Youngsoo tersenyum lebar, ia menepuk bahu managernya itu. "Wah ... daebak! Hyeong, kau memang terbaik!"

Junyeong sama sekali tak memberikan respon. Ia kembali sibuk pada aktivitasnya yang sempat tertunda. Setelah selesai, ia bergegas pergi tanpa mengatakan apa pun. Layaknya anak ayam, Youngsoo mengikuti langkah managernya itu.

"Hyeong, kau sudah makan malam?" tanya Youngsoo.

Junyeong menggelengkan kepalanya tanpa menoleh sedikit pun.

"Hyeong, aku kita makan. Sudah hampir jam 10 malam," ujar Youngsoo.

Junyeong menghentikan langkahnya. Ia memutar tubuhnya perlahan dengan mata merahnya. Youngsoo yang melihat itu pun tak berani lagi membuka mulutnya. Sosok managernya saat ini sudah seperti serigala yang kelaparan.

"Besok aku harus menghadiri rapat untuk membahas iklanmu. Jadi, tolong jangan ganggu aku!" tegas Junyeong.

Youngsoo mengernyitkan dahinya. "Tapi soal sasaeng itu—"

"Tidak ada sasaeng yang mengikutimu!!" bentak Junyeong.

"Hyeong, mengapa kau seperti itu padaku?" tanya Youngsoo lirih.

Junyeong menghela napasnya pelan. "Kau pikir hidupku hanya sebatas mengurusi hidupmu yang rumit? Cobalah untuk mengatasinya sendiri!"

Setelah mengatakan itu, Junyeong langsung pergi. Bahkan ia menutup pintu sangat keras hingga membuat Youngsoo sedikit terkejut. Untuk pertama kalinya ia melihat sisi lain dari managernya tersebut. Ia berpikir, mungkin managernya hanya sedang lelah. Salahnya juga yang sudah mengganggu waktu istirahat managernya tersebut. Ia menarik napas dan mengembuskannya. Lalu ia menarik kedua sudut bibirnya dengan paksa.

"Mianhe, Hyeong ...," ujar Youngsoo lirih.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status