Share

03. Kamu Mau Nikah Sama Saya?

Seketika Orin melotot tidak percaya jika sang Papi menginginkan dirinya justru menikah dengan Naka, bodyguardnya sendiri, alias bawahan Papinya. Dunia rasanya berhenti berputar ketika Orin membayangkan itu semua, bahkan Naka saja kuliah belum selesai, apa kata teman-temannya jika orin justru menikah dengan makhluk yang disebut berondong.

“Bagaimana?” tanya Anindito

“Tidak ada pilihan lain, Pi?” tanya Orin tampak bimbang

“Tidak, itu pilihan Papi yang paling tepat, menikah dengan Naka atau Naka akan Papi berhentikan menjadi bodyguard keluarga kita,” jawab Anindito.

“Boleh nggak Orin mikir dulu?” tanya Orin

“Boleh, waktumu hanya sampai besok pagi,” jawab Anindito dengan tegas

Orin langsung membeliakkan mata, tidak percaya, keputusan menikah atau tidak hanya diberikan waktu kurang dari 24 jam. Orin langsung lari masuk ke kamarnya, merebahkan diri diranjang empuknya.

“Papi nyebelin, masa aku suruh nikah sama bocah!” gerutu Orin, “Pasti Ulin sama Rara bakal ngeledek aku habis-habisan kalau tahu yang menjadi suamiku bocah kemarin sore, mana kerjaannya bodyguard lagi. Apa sih hebatnya dia!?”

Pintu kamar Orin tampak diketuk seseorang, dan dengan malas Orin membukakan pintu. Ternyata Sonia sudah berdiri di depan pintu kamar Orin sambil tersenyum.

“Ngapain sih Mami kesini?” tanya Orin. Orin meskipun hanya beda lima tahun dengan Sonia, tetap memanggil Mami pada ibu tirinya.

“Kamu lagi kena ultimatum sama Papi ya?” tanya Sonia balik sambil tersenyum

“Huh, udah tahu nanya aja sih, Mami ini!” gerutu Orin sambil kembali merebahkan diri dikasurnya, sementara Sonia menyusul masuk dan duduk dipinggiran kasur Orin.

“Menikah itu enak, Rin. Apa salahnya menerima permintaan Papi,” kata Sonia, “Dari pada kamu diluaran sana selalu saja tidak jelas jalan dengan siapa, ujung-ujungnya dijebak teman terus-terusan, untuk kemarin Naka yang bawa kamu, coba kalau laki-laki lain? Sudah habis kamu dilahap laki-laki yang belum tentu mau bertanggung jawab.”

“Ya tapi kan nggak sama Naka juga, Mam!” protes Orin

“Ada yang salah dengan Naka? Dia baik, tanggung jawab, rajin juga, kuliah hampir selesai, paling sebentar lagi juga mampu mensejajari jabatan CEO mu,” balas Sonia

“Mami, dia itu baru 23 tahun, dan aku 27 tahun, nanti apa kata orang aku nikah sama berondong,” kata Orin.

“Nggak ada yang salah, Mami nikah sama Papi juga beda 20 tahun, apanya yang salah?” tanya Sonia

“Hihhhh!!! Kan yang lebih tua Papi, ya itu wajar, dimana-mana itu laki nya yang lebih tua dari wanitanya, ini malah kebalik!” jawab Orin

“Nggak ada yang salah juga lebih tua wanitanya daripada lelakinya,” kata Sonia, “Hayoloh mau jawab apa!?”

“Ih, si Mami bukannya kasih solusi malah ngompor-ngomporin,” gerutu Orin

“Naka ganteng, kurang apa coba,” bisik Sonia sambil terkekeh, “Jarang ada pria seganteng Naka bisa melindungi wanita, bisa beladiri, gak malu-maluin kalau di ajak kondangan juga.”

Mata Orin seketika melotot tidak jelas pada Mami tirinya, sementara Sonia terkekeh sambil meninggalkan kamar Orin, sebelum menutup pintu kamar Orin, Sonia menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan.

“Papi tidak akan pernah salah mencarikan jodoh untuk kamu, sayang,” kata Sonia, “Pikirkan baik-baik.”

Sonia kemudian menghilang dari kamar Orin sambil menutup pintu kamar itu. Orin hanya terdiam saja, mencoba mencerna setiap perkataan Sonia tadi. Memang benar Naka berwajah tampan, kulit putih bersih dan paras yang mirip actor korea, sangat jauh dari kesan dia seorang bodyguard selama ini.

Soal tanggung jawab dan kebaikan, Naka sangat bertanggung jawab dengan pekerjaannya, juga sangat baik, sudah terbukti beberapa kali membawa Orin pulang dalam keadaan mabuk tanpa melakukan tindakan kurang ajar sedikitpun. Naka juga calon sarjana ekonomi, artinya Naka juga mampu menjadi seorang pengusaha kelak, bahkan mungkin sepak terjangnya didunia bisnis kelak akan lebih kompeten, berbekal kepandaiannya selama ini, kuliah saja beasiswa, kalau nggak beasiswa mana mungkin pinter.

Malam harinya, Orin tampak keluar dari kamarnya jam sembilan malam karena lapar, dia sedari tadi malas keluar dari kamarnya, sehingga akhirnya merasa lapar sendiri. Suasana rumah sudah tampak sepi, sepertinya Papi dan Maminya juga si kecil Indra sudah masuk ke kamar untuk beristirahat.

Orin pergi ke dapur juga terlihat sepi, para maid sepertinya sedang membereskan urusan didapur belakang. Orin justru melihat Naka tengah duduk di meja makan sambil menghadap laptop, seperti tengah mengerjakan sesuatu.

“Non, selamat malam,” sapa Naka yang langsung berdiri ketika melihat kedatangan Orin, “Ada yang bisa saya bantu?”

“Aku lapar,” jawab Orin

“Sepertinya sudah tidak ada sisa makanan, apa perlu saya buatkan sesuatu?” tanya Naka

“Tidak usah, kamu sedang apa?” tanya Orin

“E, saya sedang merevisi skripsi saya, non,” jawab Naka sambil garuk-garuk kepala kikuk.

“Sudah selesai?” tanya Orin

“Sudah, baru saja selesai,” jawab Naka.

“Mau menemaniku keluar cari makan?” tanya Orin

“Kemana? Asal jangan ke club lagi, Non. Nanti bapak marah,” jawab Naka.

“Kita kulineran malam saja, kamu pasti juga lapar habis menguras pikiran buat merevisi skripsimu,” kata Orin.

“Baiklah, saya bereskan dulu laptop saya,” balas Naka yang langsung membereskan laptopnya, lalu membawa masuk ke dalam kamarnya yang terletak bersebelahan dengan kamar para maid lain. Naka memang diberikan kebebasan oleh Anindito untuk menginap dirumahnya sendiri atau mau menginap dirumah Anindito, sehingga ada satu kamar khusus untuk Naka jika ingin menginap disana.

Naka keluar dari kamar sambil mengenakan jaket jeans juga topinya, Orin sedikit terkejut melihat penampilan Naka malam itu, terlihat sederhana tetapi sebenarnya justru terlihat tampan sekali.

“Naka, pakai motor saja bisa?” tanya Orin, “Bosan pakai mobil terus.”

“Tap-tapi adanya motor saya, motor matic biasa, non,” jawab Naka

“Gakpapa,” kata Orin

“Nona tidak ganti baju dulu?” tanya Naka yang melihat Orin hanya mengenakan setelan piyama panjang.

“Nggak usah, gini aja,” jawab Orin

Naka akhirnya keluar dari rumah menuju garasi, diikuti oleh Orin. Orin kemudian memakai helmnya, begitu pula Naka. Orin lalu duduk diboncengan belakang, membuat sedikit jarak agar tidak menempel pada tubuh Naka, lalu Naka melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

“Nona mau makan dimana?” tanya Naka, “Jam segini sudah banyak restoran tutup.”

“Kalau yang masih buka apa?” tanya Orin balik

“Ya, warung pinggir jalan, pasti nona gak suka,” jawab Naka

“Contohnya?” tanya Orin

“Ya nasi goreng atau lamongan gitu,” jawab Naka

“Kita coba nasi goreng saja, tidak apa-apa diwarung pinggir jalan asal enak,” kata Orin

“Yakin?” tanya Naka

“Iyalah…. Ayo!” seru Orin

Naka menghentikan motornya disebuah warung nasi goreng yang memang terkenal enak, tempat biasanya Naka juga makan.

“Mas Naka, tumben malem kesininya?” tanya sang penjual

“Iya, nih, pak! Nganterin Nona Orin, katanya lapar, saya tawarin disini kok mau,” jawab Naka, “Non, mau pesen nasi goreng apa?”

“Emangnya ada apa aja?” tanya Orin

“Nasi goreng ayam, nasi goreng babat, nasi goreng seafood, sama nasi goreng hongkong,” jawab Naka, “Atau yang direbus juga ada, bisa nasi rebus atau mie rebus.”

“Nasi goreng babat saja,” kata Orin, “Kamu pesan sekalian, temani aku makan.”

“Pak, nasi goreng babat pedes sedikit 1 sama nasi goreng hongkong seperti biasanya 1, minumnya es teh sama es jeruk,” kata Naka.

Keduanya kemudian duduk lesehan disalah satu tempat yang kosong, saling berhadapan. Naka sebenarnya canggung duduk bersama dengan Orin dalam satu meja, tapi Orin maunya duduk bersama, mau tak mau Naka menuruti.

“Naka, Papi ada ngomong sama kamu soal kita?” tanya Orin

“Ngomong soal apa, ya, non?” tanya Naka balik, “Perasaan bapak nggak ada ngomong sama saya.”

“Masa kamu gak ingat?” tanya Orin

Naka mencoba mengingat-ingat, dan dia hanya ingat soal tawaran Anindito agar Naka mau menikahi Orin.

“E…. nggak ada, non.” Naka mana bisa menyampaikan itu ke Orin.

“Papi meminta aku menikah sama kamu,” kata Orin

“E….masa, non?” tanya Naka tidak percaya, ternyata Orin sudah tahu masalah ini, “Ya, bapak memang membicarakan itu, tapi saya pikir bapak bercanda saja, mana mungkin non Orin mau sama saya.”

“Ya, Papi maksa memang, tapi mau gimana lagi kalau itu maunya Papi,” jawab Orin, “Kamu mau nikah sama saya?”

“Haaaa….”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status