Share

04. Seminggu Lagi kalian Menikah

“Malah Haaa! Jawab bukan malah haaa,” gerutu Orin.

“Ya, tapi, saya juga bingung Non harus jawab apa, saya takut Nona tidak mau sama saya, tapi saya juga bingung gimana cara menolak permintaan bapak,” balas Naka.

Penjual nasi goreng datang dengan membawakan dua piring nasi goreng dan 2 gelas minum.

“Silahkan dinikmati,”

“Terima kasih, Pak,” kata Naka

Orin yang benar-benar kelaparan langsung melahap nasi gorengnya tanpa ditiup, akhirnya orin jadi kepanasan, membuat Naka tertawa geli sendiri.

“Masih panas, non. Ditiup dulu,” kata Naka

“Kamu gak hihang kao hanas,” balas Orin sambil berusaha mengunyah nasi goreng yang sudah terlanjur masuk kemulutnya.

Akhirnya Naka membantu sedikit mendinginkan nasig goreng Orin dengan cara mengipasi nasi goreng Orin menggunakan kertas menu yang terletak diatas meja. Orin diam-diam memperhatikan Naka yang begitu perhatian pada Orin. Selama ini memang Naka nyaris selalu meladeni kemauan Orin tanpa membantah sedikitpun, melindungi Orin yang merupakan tugas utamanya, malah kadang justru membuat Naka jadi seperti kakak Orin.

“Naka, menurutmu bagaimana?” tanya Orin

“Bagaimana apanya, Nona?” tanya Naka bingung

“Soal pernikahan kita,” jawab Orin

“Astaga! Harus dijawab sekarang ya?” tanya Naka

“Papi hanya kasih aku waktu sampai besok pagi untuk memberikan jawaban,” jawab Orin

“Pertanyaan saya hanya satu, Nona, apakah Nona bersedia menjadi istri saya?” tanya Naka, “Saya tidak akan bertanya apapun pada anda, mengenai setelah menikah anda tetap akan menganggap saya bawahan Nona, saya akan terima, karena memang saya hanya seorang bodyguard.”

“Kamu jangan ngomong gitu, menikah itu bukan main-main, kalau memang kita menjadi suami istri, mana mungkin aku menganggapmu sebagai bawahanku,” jawab Orin, “Hanya saja, kamu sudah tahu semuanya tentang aku, memangnya kamu mau menikah sama wanita seperti aku?”

“Apanya yang kurang dari anda Nona, justru saya yang merasa kurang banyak Nona. Nona sempurna, cantik, cerdas, seorang CEO, kurang apa lagi?”  tanya Naka, “Justru saya takut jika saya menjadi suami anda, akan banyak orang mencibir pada anda nantinya. Saya tidak mau Nona direndahkan orang lain hanya karena menikah dengan laki-laki seperti saya, hanya seorang bodyguard.”

Seketika Orin terkesiap mendengar perkataan Naka. Pria yang notabene baru berusia 23 tahun, bahkan kuliah saja belum selesai, pemikirannya sudah sampai sejauh itu. Bukan memikirkan tentang bagaimana dirinya nanti jika menikah dengan Orin, tetapi justru memikirkan bagaimana martabat Orin nanti jika menikah dengan dirinya.

Akhirnya acara makan nasi goreng selesai, tetapi Orin enggan untuk pulang, sehingga Naka mengajak Orin duduk santai disebuah taman kota yang masih ramai pengunjung sambil menikmati segelas susu jahe.

“Naka, aku kali ini serius tanya, kamu mau nggak jadi suami aku?” tanya Orin

“Kalau Nona tidak keberatan, saya bersedia,” jawab Naka

“Kamu mau menerima aku apa adanya, sabar ngadepin aku yang seperti biasanya seperti apa?” tanya Orin

“Ya, Nona. Apa yang saya nggak tahu soal Nona,” jawab Naka, “Pun jika setelah kita menjalaninya Nona tidak bisa melanjutkan pernikahan ini, saya bersedia untuk mundur dan bercerai dengan anda.”

“Nikah belum udah ngomongin cerai!” sentak Orin,”Nggak ada dikamusku nikah terus cerai, mau apapun yang terjadi, rumah tangga hanya dilakukan sekali seumur hidup, kecuali memang salah satu dari kita mati, maut yang akan memisahkan kita.”

“Jadi, apakah besok bapak akan mendapatkan jawaban yang sama dari kita?” tanya Naka, “Saya masih takut, non. Saya takut tidak bisa membahagiakan anda. Kalau memenuhi secara finansial jelas saya sudah kalah, apalah saya ini, selama ini justru digaji sama bapak.”

“Kamu kenapa sih dari tadi sok merendah terus!? Aku tidak suka!” seru Orin

“Lantas saya harus bagaimana?” tanya Naka

“Jangan sok merendah terus seperti itu, sebentar lagi kamu juga lulus kuliah, pasti papi kasih kamu posisi yang baik diperusahaan, perusahaan papi saja ada lima, dua perusahaan sudah dipegang Kak Daniel dan Kak Samuel, aku pegang satu perusahaan, dan papi masih pegang dua perusahaan, nantinya salah satu pasti akan diberikan sama kamu,” jawab Orin.

“Saya….. nggak berani, Non. Saya kan belum ada pengalaman kerja kantoran, apalagi mengurus perusahaan, saya kan hanya bodyguard saja selama ini,” kata Naka

“Kamu mau bohong sama aku?” tanya Orin

“Mak-maksudnya?””

“Siapa yang sering diam-diam menyelesaikan laporanku selama ini kalau bukan kamu!?” tanya Orin

Naka seketika terkejut, tidak menyangka jika selama ini diam-diam menyelesaikan beberapa pekerjaan Orin ketika Orin tidak mampu menyelesaikan dan justru memilih clubbing.

“Maaf, Nona, saya lancang,” kata Naka

“Kamu nggak salah, justru itu bagus, artinya kamu sedikit demi sedikit sudah belajar tentang bagaimana mengurus perusahaan,” balas Orin, “Jadi besok-besok jangan lagi-lagi merasa rendah diri atau merendahkan diri. Potensi kamu bagus untuk memegang kendali perusahaan, papi harus tahu soal ini.”

“Jangan Nona!” seru Naka, “Jangan bilang bapak, saya nggak enak sama bapak, nanti dikira saya mau nikah sama Nona karena harta.”

“Ssst…. Kok dingin ya, tapi aku masih ingin disini,” kata Orin

Jelas saja Orin yang hanya mengenakan piyama tidur kedinginan. Naka segera melepas jaketnya sehingga menyisakan kaos lengan panjang press body.

“Nona pakai jaket saya,” kata Naka sambil menangkupkan jaketnya di bahu Orin.

“Nanti kamu kedinginan,” balas Orin

“Enggak. Saya masih pakai kaos lengan panjang,” kata Naka.

Orin lalu memakai jaket Naka, tercium aroma parfum bergamot menyeruak dari jaket Naka, membuat Orin tampak menikmati aroma parfum yang menempel pada jaket itu.

“Nona, sudah malam, ayo kita pulang, besok Nona ada jadwal meeting pagi,” kata Naka.

Orin menurut, bahkan ketika dengan tanpa sadar Naka menggandeng tangan Orin, dia tetap diam saja sambil memandangi punggung pria yang tinggi tegap sekaligus tampan itu, jarang ada pria sesempurna Naka. Pendiam, sering mengalah, dan melayani semua keinginan Orin.

Naka kemudian memakaikan helm dikepala Orin, lalu Naka menaiki motornya diikuti Orin. Tanpa sadar, Orin justru melingkarkan tangannya di perut Naka, sehingga tubuh Orin menempel pada punggung Naka, dan kepalanya menyender di bahu Naka, membuat Naka sedikit kikuk dibuatnya.

Naka membawa motornya dengan kecepatan sedang, dan pukul sebelas malam mereka sampai dirumah. Kondisi rumah sudah sangat sepi, karena para maid tentu sudah beristirahat. Orin segera masuk kekamarnya tanpa melepas jaket Naka, begitu juga Naka juga langsung masuk kekamarnya sendiri dan segera merebahkan diri dikasurnya yang hanya berukuran 120x200 cm itu.

Naka masih berusaha mengatur debar jantungnya yang seolah-olah berlari kesana kemari, selama perjalanan pulang dengan posisi dipeluk Orin dari belakang seperti tadi, rasa-rasanya Naka ingin menyembunyikan diri saja di kutub utara. Mimpi apa sampai-sampai dia dipeluk wanita secantik Orin. Orin hampir tidak ada cacat cela sama sekali, wajahnya putih dan halus bak porselen, kulit tubuhnya juga putih dan halus, sudah jelas kalau rutin melakukan perawatan tubuh di tempat yang mahal. Naka tahu karena paling tidak dua minggu sekali mengantar Orin melakukan perawatan tubuh, dengan sekali perawatan bisa habis sampai duapuluh lima juta.

Orin tanpa sadar terlelap dengan masih memakai jaket Naka. Sepertinya jaket itu memberi magnet tersendiri untuk Orin malam itu, aroma parfum dari jaket Naka mampu membuat Orin bisa tertidur dengan nyaman malam itu.

Esok hari, Anindito seperti biasa sarapan bersama Sonia juga Orin sebelum masing-masing beraktivitas diperusahaan masing-masing. Sonia sendiri masih lebih suka berada di rumah sambil mengurus si kecil Indra.

“Orin, kamu sudah ada jawaban belum?” tanya Anindito

“Jawaban apa?” tanya orin balik

“Soal Naka,” jawab Anindito, “Bagaimana?”

“Papi serius tanyanya sekarang?” tanya Orin tidak percaya, hari masih pagi tapi Anindito sudah menanyakan soal kesediaannya menikah dengan Naka.

“Ya, sekarang, mumpung masih pagi, masih ada waktu buat memberikan pesangon untuk Naka kalau kamu tidak mau menikah dengan dia,” jawab Anindito

“Jangan, Pi!” teriak Orin

“Artinya?” tanya Sonia sambil tersenyum

“Iya, aku mau,” jawab Orin sambil cemberut

“Maaf, Nona, ini jaketnya siapa ya ada dikamar Nona!? Bibi nemu dikamar Nona!?” tanya Bibi Tini sambil membawa sebuah jaket, yang jelas-jelas semua orang tahu itu milik Naka.

Naka yang baru saja muncul di ruang makan tampak terkejut, dia lupa jika jaketnya semalam dipakai Orin.

“Itu….”

“Itu bukannya jaketnya Naka?” tanya Sonia

Naka dan Orin saling berpandangan bingung mau berkata apa.

“Sepertinya memang pernikahan kalian harus dipercepat,” kata Anindito

“Tapi, Pak…..,” Naka berusaha protes

“Nggak ada tapi!” seru Anindito, “Semalam baru jaket, besok-besok bisa celana dalam yang tertinggal dikamar Orin.”

“Astaga! Bapak! Saya nggak seperti itu!” protes Naka, “Semalam saya nganter Nona cari makan karena lapar, dan Nona kedinginan tidak bawa jaket, jadi saya pinjamkan jaket saya.”

“Udah nggak usah protes, siapkan sura-suratmu,” kata Anindito dengan tatapan mengintimidasi, “Seminggu lagi kalian menikah!”

“Seminggu!!!??”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status