“Bapak pasti bercanda,” kata Naka, “Nona mana mungkin mau menikah dengan saya, secara umur saja saya lebih muda dari nona Orin.”
“Bapak tidak bercanda, nikahi Orin, barangkali dengan seperti itu, dia bisa mulai bisa merubah tabiat buruknya,” balas Anindito
“Kenapa Bapak tidak nikahkan Nona dengan anak dari rekan bisnis Bapak? Mereka lebih pantas dibandingkan saya yang hanya seorang bodyguard, Pak,” kata Naka
“Tidak, anak-anak rekan bisnisku sama saja seperti Orin, suka dunia malam, mabuk dan having sex, mau jadi apa jika dua anak manusia sama-sama menyukai dunia seperti itu dijadikan satu dalam sebuah pernikahan,” balas Anindito, “Menikah itu bukan sebuah permainan, jika bosan dan tidak suka maka buang, cari yang lain lagi, Bapak tidak mau Orin seperti itu.”
“Lalu kenapa harus saya?” tanya Naka masih saja tidak percaya.
“Karena kamulah orang tepat untuk Orin, kesabaranmu selama ini menghadapi Orin sudah cukup membuktikan bahwa kamu layak menjadi suami Orin, jangan melihat usia. Secara usia memang Orin lebih tua dari kamu, tapi secara kedewasaan, kamu lebih dewasa dari dia,” jawab Anindito, “Tapi, Bapak tidak bisa menjamin, apakah Orin masih perawan atau tidak, mengingat pergaulannya yang sebebas itu selama ini. Tolong bimbing dia.”
Orin memang bukan anak satu-satunya Anindito. Pernikahan Anindito dengan Tasya, almarhum istrinya menghasilkan 3 orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Kedua kakak Orin laki-laki dan sudah berkeluarga semua, dan mereka tinggal terpisah dengan Anindito. Orin adalah anak bungsu Anindito, sekaligus anak perempuan satu-satunya, sedangkan hasil pernikahan dengan Sonia, lahir seorang putra yang baru berusia 1 tahun, semua orang biasa memanggilnya Indra.
“Tapi Pak, Nona Orin belum tentu mau sama saya, mungkin dia sudah punya kekasih hati, tolong jangan dipaksa. Ini sudah bukan lagi jaman Siti Nurbaya, Pak,” kata Naka
“Bapak kasih waktu kamu satu minggu untuk berpikir,” balas Anindito, “Dan Bapak harap kamu menerima tawaran saya, ini juga demi masa depan kamu, karena setelah kamu lulus kuliah nanti, kamu bukan lagi bodyguard, kamu juga akan Bapak angkat jadi salah satu CEO diperusahaan.”
“Pak, tapi….,”
“Kamu hanya punya dua pilihan, Naka. Kalau kamu tidak menerima tawaran ini ini, maka dengan sangat terpaksa kamu dipecat dari pekerjaanmu selama ini,” kata Anindito dengan penuh penekanan, “Jadi pikirkan baik-baik, masalah Orin mau atau tidak, itu urusan Bapak nanti. Lagi pula kamu juga sudah melihat keseluruhan tubuh Orin secara langsung, Bapak malu kalau Orin menikah dengan pria lain, sementara kamu sudah pernah melihat tubuh Orin.”
Naka benar-benar di buat bingung karena permintaan majikannya kali ini, baginya ini adalah permintaan yang tidak masuk akal. Dimana-mana seorang ayah pasti menginginkan putrinya menikah dengan pria yang sejajar dengan mereka, baik dari segi kekayaan maupun kasta, ini kenapa malah sang majikan menginginkan dirinya menjadi menantunya.
Naka tetap bekerja seperti biasanya, mengawal Orin kemanapun pergi, sejak kejadian itu, Anindito murka dan kemanapun Orin pergi harus di kawal, tanpa pengecualian, dan Anindito hanya meminta Naka untuk mengawal Orin, pun jika Naka tengah ada jam kuliah maka hanya akan digantikan sementara oleh bodyguard lain yang juga teman Naka, yaitu Paul.
“Nona, anda mau kemana setelah ini?” tanya Naka sambil menyetir mobilnya, sementara Orin, wanita cantik dengan tubuh bak gitar spanyol itu tampak duduk di kursi penumpang.
“Aku lama tidak clubbing,” jawab Orin sambil menyalakan rokoknya, sehingga dengan terpaksa Naka membuka jendela mobil dan mematikan AC mobil.
“Bapak tidak ijinkan nona clubbing lagi,” kata Naka, “Saya antar pulang saja, ya?”
“Ayolah, Naka, sekali ini saja, aku rindu dengan teman-temanku,” balas Orin
“Tidak, saya tidak mau melanggar perintah Bapak,” kata Naka dengan nada tegas, “Pelaku pemberi obat perangsang diminuman anda saja sampai sekarang belum ditemukan, anda jangan mengulang hal bodoh seperti kemarin lagi, Nona!”
“Memangnya aku melakukan apa?” tanya Orin dengan wajah bodohnya.
“Nona tidak ingat apa yang sudah nona lakukan dihadapan saya?” tanya Naka balik
“Tidak,” jawab Orin
“Astaga!” seru Naka lalu menepikan mobilnya. Naka keluar dari mobil kemudian membuka pintu mobil belakang dan duduk di sebelah Orin. Naka mengambil rokok Orin lalu membuangnya keluar, “Merokok tidak baik untuk kesehatan wanita, Nona.”
“Naka! Mau apa kamu?” tanya Orin, “Cepat bawa mobilnya.”
“Saya akan tetap duduk di sini kalau nona tetap meminta saya mengantar ke club,” jawab Naka dengan santainya, “Saya hanya ingin bertanya sekali lagi pada anda nona, apakah anda tidak ingat dengan kejadian tiga hari yang lalu?”
“Tidak, aku tidak ingat, aku bangun-bangun sudah ditempat tidurku sendiri,” kata Orin
“Kalau begitu nona bisa cek CCTV dikamar nona jika ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi,” balas Naka, “Gara-gara anda, saya terancam dipecat sama Bapak.”
“Sudah! Ayo pulang saja kalau begitu!” seru Orin
Naka tersenyum, kemudian kembali duduk di belakang kemudi dan membawa mobil sang nona majikan pulang ke rumah bergaya Eropa itu. Orin langsung turun dari mobil tanpa menunggu Naka membukakan pintu terlebih dahulu.
“Pakkkkk Azaaam!!!” teriak Orin
“Ada apa, Non?” tanya pria yang sudah berumur dengan seragam serba hitam itu, Azam adalah security di rumah Anindito.
“Pak, aku mau lihat rekaman CCTV tiga hari yang lalu!” seru Orin
“Oh, baik, Non, akan saya bawakan file nya kekamar Nona,” balas Azam
Orin langsung masuk kekamarnya untuk membersihkan diri, sedangkan Naka bergegas menuju dapur karena sedari tadi merasa haus sekali. Azam akhirnya datang ke kamar Orin dengan membawa sebuah flashdisk berisi hasil rekaman CCTV.
“Makasih, Pak,” kata Orin
Orin kemudian menyalakan laptopnya dan membuka rekaman CCTV melalui laptopnya. Dia mendapati rekaman mobil jeep Naka memasuki halaman rumahnya yang lebih luas dari lapangan bola, kemudian berhenti dan membopong tubuh Orin yang tertutup selimut.
“Kenapa aku ditutupi selimut!?” tanya Orin bingung
Sampailah Orin pada rekaman yang ada dikamarnya, dimana dengan jelas terlihat dia mencium Naka dengan penuh nafsu. Orin seketika melotot tidak percaya, apalagi Orin mencium Naka dengan posisi selimut melorot sehingga hanya mengenakan dalaman saja.
“Astaga!” teriak Orin tidak percaya, “Jadi maksudnya dia ini!?”
Orin seketika terdiam, tidak menyangka dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh minuman keras dan obat perangsang yang entah diberikan oleh siapa dalam minumannya membuat dia jadi menjadi seliar itu, dan ini dia lakukan terhadap bodyguardnya sendiri. Pantas kalau Naka mengatakan karena perbuatannya, papinya mengancam akan memecatnya, yang jelas-jelas kesalahan ada di pihak Orin, Naka hanyalah korban keganasannya saja.
“Papiiii!!!” teriak Orin yang langsung menghambur keluar dari kamarnya, mencari-cari Anindito yang ternyata tengah berada di ruang kerjanya.
“Ada apa?” tanya Anindito melihat putrinya berteriak-teriak mencarinya.
“Papi, tolong jangan pecat bang Naka! Dia nggak salah!” seru Orin
“Maksudmu?” tanya Anindito
“Pi, aku waktu itu benar-benar tidak ingat dengan apa yang sudah aku lakukan, bukan salahnya Bang Naka, dia nggak salah,” jawab Orin, “Kasihan Bang Naka kalau dipecat mau kerja apa, papi kan tahu dia sedang menyelesaikan skripsinya!”
Anindito tersenyum melihat sang putri yang tampak berharap sekali supaya sang bodyguard yang selama ini menemani Orin kemanapun perginya tidak dipecat.
“Jadi kamu ingin supaya Naka tetap menjadi bodyguardmu?” tanya Anindito
“Iya, Pi,” jawab Orin
“Mau menuruti semua perkataan Naka?” tanya Anindito, “Tadi Naka laporan kamu mau clubbing lagi.”
“Iya, aku akan menuruti Bang Naka, jangan dipecat bang Nakanya,” jawab Orin, “Setelah ini aku akan minta maaf sama dia, tapi…. Aku malu, Pi. Dia udah lihat tubuh Orin ternyata!”
“Papi akan turuti permintaanmu untuk tidak memecat Naka, tapi ada syaratnya,” kata Anindito
“Apa itu, Pi?” tanya Orin
“Kamu harus mau menikah dengan Naka.”
Seketika Orin melotot tidak percaya jika sang Papi menginginkan dirinya justru menikah dengan Naka, bodyguardnya sendiri, alias bawahan Papinya. Dunia rasanya berhenti berputar ketika Orin membayangkan itu semua, bahkan Naka saja kuliah belum selesai, apa kata teman-temannya jika orin justru menikah dengan makhluk yang disebut berondong. “Bagaimana?” tanya Anindito “Tidak ada pilihan lain, Pi?” tanya Orin tampak bimbang “Tidak, itu pilihan Papi yang paling tepat, menikah dengan Naka atau Naka akan Papi berhentikan menjadi bodyguard keluarga kita,” jawab Anindito. “Boleh nggak Orin mikir dulu?” tanya Orin “Boleh, waktumu hanya sampai besok pagi,” jawab Anindito dengan tegas Orin langsung membeliakkan mata, tidak percaya, keputusan menikah atau tidak hanya diberikan waktu kurang dari 24 jam. Orin langsung lari masuk ke kamarnya, merebahkan diri diranjang empuknya. “Papi nyebelin, masa aku suruh nikah sama bocah!” gerutu Orin, “Pasti Ulin sama Rara bakal ngeledek aku habis-habisan
“Malah Haaa! Jawab bukan malah haaa,” gerutu Orin. “Ya, tapi, saya juga bingung Non harus jawab apa, saya takut Nona tidak mau sama saya, tapi saya juga bingung gimana cara menolak permintaan bapak,” balas Naka. Penjual nasi goreng datang dengan membawakan dua piring nasi goreng dan 2 gelas minum. “Silahkan dinikmati,” “Terima kasih, Pak,” kata Naka Orin yang benar-benar kelaparan langsung melahap nasi gorengnya tanpa ditiup, akhirnya orin jadi kepanasan, membuat Naka tertawa geli sendiri. “Masih panas, non. Ditiup dulu,” kata Naka “Kamu gak hihang kao hanas,” balas Orin sambil berusaha mengunyah nasi goreng yang sudah terlanjur masuk kemulutnya. Akhirnya Naka membantu sedikit mendinginkan nasig goreng Orin dengan cara mengipasi nasi goreng Orin menggunakan kertas menu yang terletak diatas meja. Orin diam-diam memperhatikan Naka yang begitu perhatian pada Orin. Selama ini memang Naka nyaris selalu meladeni kemauan Orin tanpa membantah sedikitpun, melindungi Orin yang merupakan
Orin dan Naka sama-sama melotot tidak percaya dengan keputusan Anindito, secepat itu mereka akan dinikahkan, Naka berpikir bahkan paling tidak menunggu sampai dia selesai sidang skripsi yang hanya tinggal satu bulan lagi, tapi apapun keputusan Anindito, Naka tidak bisa membantah. Orin sebagai anaknya saja tidak bisa membantah, apalagi dia yang hanya seorang bodyguard. Siang itu, Naka menyerahkan berkas yang digunakan untuk keperluan menikah, dari mulai kartu keluarga, KTP sampai akta kelahirannya. Anindito menerima berkas itu lalu membawanya keruang kerjanya. Anindito memeriksa masing-masing pemberkasan Naka dengan seksama, dan ketika Anindito membaca akta kelahiran Naka, dia sedikit terkejut membaca nama kedua orang tua Naka. “Jadi nama ayahnya Naka itu Bayu Erlangga, ibunya Maya Saputri. Aku seperti tidak asing dengan dua nama ini,” gumam Anindito. Dia kemudian mencari data kecelakaan tiga tahun lalu, karena memang informasinya kedua orang tua Naka meninggal karena kecelakaan mobi
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Orin Regina Asmoro binti Anindito Asmoro dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai!” Suara lantang Naka menggema memenuhi hall hotel bintang lima yang digunakan secabagai acara akad nikah sekaligus sebagai tempat resepsi. “Sahhh!” teriak para saksi. Naka tersenyum lega, akhirnya dia bisa mengucapkan ijab Kabul hanya dengan satu tarikan nafas, padahal semalaman dia nyaris tidak bisa tidur karena sibuk menghapal ijab Kabul, dan selalu saja salah-salah terus, entah salah menyebut nama Orin atau salah menyebut nama mertuanya. Naka mencium kening wanita yang sudah berstatus sebagai istrinya dengan lembut, dan orin mencium punggung tangan pria yang selama ini selalu setia menemaninya dan menjaganya sebagai seorang bodyguard, dan kini berubah status menjadi suaminya. Sungguh tidak ada yang menyangka, jika Naka berhasil menakhlukkan hati Orin, semua orang juga tahu jika Naka adalah bodyguardnya Orin, ada sebagian orang yang bangga dengan sikap Naka yang m
Esok harinya, Naka sudah bangun terlebih dahulu, dan berlari kekamar mandi. Naka pria normal, semalaman tidur dengan posisi dipeluk Orin, tentu sungguh menyiksanya, sehingga pagi itu Naka segera menuntaskan semuanya dikamar mandi. Keduanya kemudian pulang kerumah pada siang hari, setelah mereka sarapan bersama di hotel, lalu mampir ke rumah Naka untuk mengambil barang-barang milik Naka. Naka resmi tinggal dirumah Orin, bersama mertuanya, sehingga Naka harus mengambil barang-barang yang masih ada dirumah peninggalan orang tuanya. Naka masuk ke kamar Orin dengan suasana berbeda, sudah ada satu lemari tambahan disana, yang memang ditambahkan untuk tempat pakaian Naka. “Aku bantu bereskan pakaian abang,” kata Orin “E, tidak usah, aku bisa sendiri,” balas Naka, “Kamu istirahat saja, besok sudah mulai kerja.” “Siapa bilang besok kita kerja?” tanya Orin, “Kita akan bulan madu.” “Bu-bulan madu?” tanya Naka tidak percaya, kenapa juga harus ada bulan madu, sedangkan malam pertama saja dila
Wajah Naka masih bersemu merah ketika duduk bersama Anindito dan istrinya di ruang keluarga. Bagaimana tidak malu kalau Naka yang tengah berciuman dengan Orin, justru ketahuan oleh mertuanya. “Besok kalian akan berangkat ke Bali. Nikmati liburan kalian,” kata Anindito “Harus ya, pi?” tanya Naka “Ya, harus!” jawab Sonia, “Supaya pulang lekas bawa cucu untuk kami.” “Cu-cucu!?” tanya Naka menjadi lebih gugup lagi “Sebentar, Pi,” kata Orin, “Sepertinya keberangkatan ke Bali harus diundur 2 atau 3 hari lagi. Bukannya Bang Naka besok sidang skripsi?” “Ya, Tuhan! Iya aku lupa, besok sidang skripsi,” balas Naka sambil menepuk dahinya sendiri. “Bisa tetap berangkat besok. Sidang skripsi kan pagi, kalian bisa berangkat sore harinya,” kata Anindito, “Ya, sudah sana kamu belajar buar persiapan besok! Orin, jangan ganggu suamimu, biar dia belajar dulu.” “Aku juga mau keluar, pi,” balas Orin “Mau kemana kamu?” tanya Sonia “Nge mall, daripada bosan dirumah,” jawab Orin sambil berlalu pergi.
Naka sudah tidak dapat lagi membendung hasratnya, sebagai laki-laki normal tentu saja dia langsung memuncak gairahnya disuguhi pemandangan kemolekan tubuh istrinya. Akhirnya malam itu menjadi pergumulan malam pertama entah yang sudah menjadi malam kesekian untuk mereka berdua. Pukul empat pagi, Naka terbangun dengan posisi tengah tidur sambil memeluk istrinya dari belakang. Orin masih tampak terlelap dengan menggunakan lengan Naka sebagai bantalan kepalanya. Perlahan Naka memindahkan kepala Orin ke bantal, dan kemudian dia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan menunaikan sholat subuh. Orin masih belum bisa sholat, sehingga Naka harus mengajarinya secara bertahap, pagi itu Naka sholat sendirian di samping ranjang. Orin yang sedari tadi sudah bangun tampak memperhatikan Naka yang tengah sholat. “Pagi-pagi sudah wangi aja?” tanya Orin yang melihat Naka mengenakan sarung dan baju kokonya. “Karena kalau pagi kita harus ibadah,” jawab Naka sambil tersenyum “Aku belum bisa
Suasana sore di sebuah resort mewah yang sudah berkelas internasional menjadi pemandangan indah bagi sepasang pengantin baru Orin dan Naka. Ternyata Anindito memilihkan salah satu resort mahal dikawasan Jimbaran untuk anak dan menantunya berbulan madu. Naka tengah berenang di kolam renang privat yang ada di resort itu, bentuk tubuhnya yang memang atletis dengan dada bidang dan 6 kotak diperutnya menambahkan kadar ketampanannya, sungguh tidak menyangka jika Naka selama ini hanya seorang bodyguard, yang akhirnya menikah dengan Orin, gadis cantik anak dari majikannya sendiri. Orin yang tengah menikmati pemandangan sore hari, matanya hampir tidak lepas dari Naka, Orin sangat terkesima dengan bentuk tubuh indah milik sang suami, beberapa kali mengambil gambar Naka yang baru saja keluar dari kolam renang, membuat Orin senyum-senyum sendiri. Dulu dia sempat menentang sebuah pernikahan, tapi entah kenapa sekarang dia begitu tergila-gila pada Naka. Sekalipun usia Naka dibawahnya empat tahun,