Share

Bab. 5 Baumu?

last update Last Updated: 2022-07-23 11:09:37

Kuhitung lembaran uang ratusan itu, tepatnya ada 15 lembar, sangat lebih dari cukup jika aku gunakan membeli sepatu. 

Bergegas kuisi perut terlebih dulu, aku tak ingin sakit hanya karena telat makan, bagaimana nasib ibu dan Alisa? 

**

“Kak, larut sekali pulangnya?”

Alisa yang tengah duduk di kursi tamu itu bergegas bangkit setelah melihatku datang. 

Diterimanya martabak telur dan roti bakar yang sengaja kubelikan. Rasanya sudah lama sekali aku tidak jajan untuk mereka. 

“Ibu mana?”

“Sudah tidur, Kak.”

“Itu makan dulu, mumpung masih anget.”

Aku duduk di kursi sambil meletakkan tas dan kantong kresek yang berisi sepatu baru, menyelonjorkan kaki dan memijitnya perlahan.

“Mbak Vi capek?”

Alisa memasukkan potongan martabak itu ke mulutnya, hingga terlihat pipinya membulat, lalu menghampiriku. 

Ia duduk dibawah dan memegang kakiku, dipijitnya kaki itu dengan senyum yang mengembang.

“Gak usah, Sa. Kamu juga pasti capek ngurus ibu dan rumah. Kamu habisin aja dulu jajannya.”

Aku akui Alisa juga tak kalah capek dari aku. Biaya sekolahnya dibiayai karena prestasi, hingga dia wajib mempertahankan nilainya, hidupnya hanya dihabiskan untuk belajar dan mengurus ibu, tidak lupa urusan rumah dia yang memegang semua, karena aku lebih bnyak menghabiskan waktu di luaran mencari uang. 

“Kak Viv, apa sudah gajian? Masa iya kerja baru sehari sudah gajian?”

Aku tersenyum mendapati adikku yang kritis itu.

“Bukannya bos kakak juga arogan dan galak, gak mungkin juga kan dia seroyal ini? Atau jangan-jangan?”

Gadis kecil itu menutup mulutnya, yang justru membuatku tertawa. 

“Jangan pikiran enggak-enggak. Semiskin apapun kita, kakak gak mungkin jual diri.”

Gadis itu tersenyum. 

**

[ Viv, maaf hari ini kita gak bisa berangkat bareng. Pak De  pindah ke kantor cabang. ]

Mataku membulat sempurna ketika membaca pesan dari Pak De ku. Baru saja kemarin aku berpikir bisa mengirit transport, saat ini harus menambah anggaran bulanan. Kulihat jam di sudut ponselku, waktu sudah pukul 6 pagi. 

Bergegas kupercepat dandanku, tak banyak yang kupakai memang, hanya bedak dan lipstik, tanpa foundation, maskara, dan alat perang lainnya. 

“Kak, sudah mau berangkat? Pak De kan belum datang?” Alisa yang sedang menyiapkan makan untuk ibu menatapku heran. 

“Pak de pindah ke cabang, jadi Kakak harus berangkat awal dan nunggu angkutan.”

Bergegas kuraih tangan ibu yang sedang duduk dan menunggu makanan yang disiapkan Alisa, kukecup punggung tangan yang mulai mengerut itu, dan banyak doa keluar dari wanita yang telah melahirkanku. 

“Kak Viv, Alisa sudah siapkan bekal untuk kakak.”

Gadis kecil itu memberikan kotak makan kepadaku, lalu kubalas dengan senyuman. Diraihnya punggung tanganku dan diciumnya dengan khidmat. 

“Terima kasih.”

Kuusap lembut rambutnya lalu sedikit berlari menuju tepi jalan raya. 

Rumah yang berada di tengah kampung, membuatku harus berjalan sekitar 100m an untuk menjumpai jalan raya, disana lah aku baru menunggu kendaraan yang lewat. 

Dengan nafas yang terengah, aku menjulurkan tangan ketika sebuah angkutan datang. Menaiki kendaraan beroda empat itu, bersamaan para pengguna jasa angkutan yang lainnya. 

Betok, betok, betok

Suara ayam betina itu saling bersaut, menambah sesak di dalamnya. Salah satu dari pengguna jasa ini adalah penjual ayam, aku bahkan harus menutup sedikit hidungku agar bau khas binatang tersebut tak masuk indraku. Dari kecil aku memang kurang suka dengan binatang. 

Ponselku berdering, dan aku bergegas meraih benda tersebut di sakuku. Bos arogan tertulis di layarnya. Kuusap layar tersebut, hingga aku masuk ke dalam panggilanya.

“Selamat Pagi, pak.”

“Hari ini Santoso kupindah di cabang. Jangan telat, Viv. Ingatkan kalau telat gaji kupotong, ditambah lagi hutang yang baru saja kuberikan kemarin.”

Suara arogan dari lelaki itu, beserta tertawa puasnya membuat otakku mendidih. Sepertinya ia memang sengaja meminta Pak De pindah, tidak profesional sekali. 

“Saya pasti ingat dengan hutang saya, Pak Bos yang terhormat. Saya pasti bayar dan tidak mungkin melalaikannya.”

Aku matikan telfon begitu saja, lalu mengatur nafas yang tak karuan. 

“Pak berhenti.”

Roda mobil mulai berhenti perlahan, dan kuberikan ongkos sebelum aku turun. 

Kulihat jam yang melingkari lenganku, pukul 7 kurang 5 menit. 

Bergegas aku berlari dan ... Lift itu penuh, hingga akhirnya aku memilih tangg menjadi alternatif. 

“Lari pagi, Viv?” 

Lelaki bertubuh kekar dengan jas hitam itu tengah berdiri di depan meja menatapku. 

“Iya, Pak. Lumayan kan, gak perlu ikut gym.”

Lelaki itu tersenyum miring, menatap puas dengan wajah kelelahanku. Aku yakin bedak murahan yang kupakai saat inipun telah luntur bersamaan keringat yang terus mengalir.

Aku berjalan menuju mejaku, melewati tubuh Aroganku itu begitu saja. 

“Viv!” Matanya membulat menatapku

“Iya,” jawabku jengah.

Lelaki itu menutup hidungnya, sambil mengerutkan dahi.

“Viv, baumu!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
bau ayam... wkwkwkwkwwkwk
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
emang bau apa pak..?.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bos Arogan itu Mantan Pacarku   Bab.127 Tamat

    “Iya.” Lelaki itu mengangguk.“Tapi … Bagaimana bisa? Me-re-ka?” tanyaku yang masih tak percaya.“Tutup mulutnya, Viv. Kalau ada lalat masuk,” ucapnya yang membuatku menahan malu. “Bisa tidak, ngomongnya dihalusin dikit!”“Sayang, jangan bengong. Sini duduk sini, kita makan!”“Rey, kita bukan pasangan kekasih. Jangan panggil aku sayang.”“Kalau begitu, maukan kamu jadi kekasihku, Viv?” lelaki itu mendekat dan kini berjongkok di depanku. Sebuah kotak bludru berbuntuk hati itu dibuka hingga menampakkan sebuah cincin dengan kilauan indah di tengannya. Ingin rasanya kujawab iya, tapi saat ini gengsiku masih melebihi segalanya.“Viv, jawablah! Apa kamu mau jadi istriku? Ibu dari anak-anakku?”Aku masih terdiam. Antar hati dan ego kita tengah saling menyerang.“Iya, Viv. Kapan lagi kamu nunggu momen ini?” ucap hatiku.“Janganlah, Viv. Gengsian dikit napa. Meskipun janda, kamu punya harga diri bukan? Bisa jadi kan Reynan hanya iseng kepadamu,” ucap logikaku.“Rey, itu, makanannya sudah data

  • Bos Arogan itu Mantan Pacarku   bab.126 Hubungan Agasthi

    “Ayo masuk, Viv. Ada apa, ha?” tanya reynan sambil memandang aneh ke arahku. Ya, dari tadi aku terus berusaha melepas pegangan tangannya, juga memutar bola mata menatap sekitar.Suasana resto yang di desain khusus dan indah ini, seakan menjadi saksi antara keromantisan reynan dan agasthi. Sedangkan aku disini? Hanya sebatas obat nyamuk.‘Bodoh kamu, viv, kenapa kamu mau-maunya diajak reynan kesini. Sekarang kamu mati kutukan?’ batinku merutuki diri sendiri.“Vivian, ayo kita masuk, Sayang. Apa perlu aku membopong tubuhmu yang kurus itu,” ucapnya lagi dengan gemas. Apalagi ketika ia memberikan embel-embel sayang di belakang namaku, membuatku jengah. Bisa-bisanya ia mau ketemuan dengan perempuan, tapi tetap sok sayang-sayangan kepadaku.Aku memiringkan bibirku, menampakkan ekspresi tak suka. Dan justru itu membuat reynan terkekeh dan menghadirkan senyum di wajah tampannya.“Gendong atau jalan sendiri?” tanyanya lagi.“jalan,” ucapku dengan nada datar.Ya, aku masuk kedalam resto yang te

  • Bos Arogan itu Mantan Pacarku   bab.125 melakukan hal tak jelas

    Sore ini Lesta sudah boleh pulang, reynan pun sudah pulang ke rumahnya. Aku berdiri di balkon kamar terus menatap ke arah halaman, berharap lelaki itu kembali datang untuk menghampiriku.‘Viv, kenapa kamu kegatelan sepeti ini?’ batinku.‘Bukan kegatelan, tapi hanya meluruskan omongan reynan,’ balas batinku kembali.Aku masuk ke kamar, merebahkan diri, lalu kembali bangkit dan ke balkon, melakukan aktifitas yang tak jelas. Hari telah berganti malam, cahaya sang mentari mulai menghilang, diganti rembulan dan bintang yang berkelip di langit dengan indahnya. Suasana hatiku semakin memburuk, tatkala mengingat malam ini reynan ada acara bertemu dengan Agasthi.Kuraih layar pipih di sakuku, tak ada pesan selain dari operator yang mengabarkan kuota mulai menipis.‘Rey, apakah karena kamu akan bertemu dengan agasthi, hingga melupakan aku seperti ini? Bukankah kamu berjanji ketika sampai ke rumah, akan memberiku kabar?’Aku kembali masuk ke dalam kamar, duduk di bibir ranjang. Entah, untuk keb

  • Bos Arogan itu Mantan Pacarku   bab.124 Cemburu

    “I-ini ....”Lelaki itu tampak sungkan, ketika aku membaca jejeran huruf di dalamnya. “Agasthi?” tanyaku kaget. Entah kenapa aku merasa cemburu, ketika ada nama wanita lain di dalam ponsel reynan. “I-iya, Viv.”Lelaki itu terdiam, memilih menaruh ponsel kesayangannya ke sofa. “Diangkat saja, Rey, takutnya penting.”“Bukan apa-apa, Viv, dia hanya ....”Belum juga reynan melanjutkan perkataannya, aku sudah menggeser tombol hijau itu ke atas, hingga panggilan agasthi dan rey tersambung. Ini memang bukan perlakuan yang bijak, bahkan tidk beratitude, tapi tak tahu kenapa, rasa penasaranku semakin memuncak. Apalagi aku tahu kalau agasthi adalah wanita mantan calon istri reynan, dan bahkan ia sangat mencintai lelaki yang kini duduk di dekatku. Tidak lupa kutekan tombol speaker, supaya pembicaraan ini terdengar bersama, hingga tak ada dusta antara reynan kepadaku. “Rey, jadi kan kita ketemuannya?” tanya Agasthi dengan suara khas manjanya. Ketemuan? Apa maksudnya? Lelaki itu berjanji ak

  • Bos Arogan itu Mantan Pacarku   bab.123 obatnya bukan itu

    “Rey, aku bertanya serius. Kamu datang kapan? Kenapa gak bangunin aku?”Lagi-lagi ia hanya menjawabnya dengan senyuman, membuatku kesal. Kucubit lengannya, hingga ia mengaduh kesakitan. “Viv, i-itu ... Bisa pelan dikit?”Aku tak menggubrisnya, masih kesal dengan apa yang ia perbuat, juga dengan mimpi yang baru saja kudapat. Meskipun sebenarnya, aku bersyukur karena semua hanya mimpi. Reynan datang kesini, masih dengan ia yang semula, tanpa predikat seorang Nara pidana. “Viv, beneran sakit,” ucapnya sambil meringis. Aku menatap tangan yang baru saja Kucubit, darah segar mengalir. Aku baru menyadari jika Medan keisenganku adalah bekas luka Rey. “Rey, maaf,” ucapku penuh rasa bersalah. “Tak apa.”“Tapi sampai berdarah ni tanganmu.” Aku masih menatap darah segar yang kini mengalir melewati jarinya. “Ya sudah, bantu obati, Viv.”“Aku Carikan perban dan obat merah dulu.”Baru saja aku bangkit, tangan ini diraih oleh Reynan. “Obatnya bukan itu, tapi ...”Lelaki itu berdiri mendekatk

  • Bos Arogan itu Mantan Pacarku   bab. 122 Menjadi Tahanan

    Malam ini kuhabiskan di kamar rumah sakit, menemani Lesta yang keadaannya mulai membaik. Ia terus bercerita dengan mimpi dan cita-citanya, hingga tetesan air mata membasahi pipi gadis cantik itu tatkala menceritakan tentang kakaknya. “Kak Viv disini, Les. Aku akan selalu ada untukmu,” ucapku sambil memeluk lembut tubuh ringkihnya. Aku bahkan tak menyadari baru beberapa hari saja tubuh kecil Lesta semakin mengurus.Wanita cantik itu tersenyum, lalu membalas pelukanku. Hingga jam minum obat tiba, dan ia mulai terlelap ke dalam mimpinya. Kulihat jam dinding di ruang kamar ini, waktu telah menunjukkan pukul 22.00 wib, Alisa pun telah tidur di atas sofa tanpa selimut yang menutup tubuhnya. Aku meraih tas kecilku yang berada di atas meja, mengeluarkan benda pintar yang dibelikan haikal untukku. Kosong. Tak ada notif pesan maupun panggilan sama sekali. “Ya Tuhan, jaga Reynan. Semoga ia baik-baik saja,” ucapku yang kini kembali duduk di sofa sebelah Lisa tertidur. Akupun ikut menyanda

  • Bos Arogan itu Mantan Pacarku   bab. 121 perjaka seumur hidup

    Kedua lelaki itu mendekat, dimana tiap langkah lebar yang mengarah menuju kami, menambah rasa ketakutan dalam hatiku. Suara sepatu dinas yang bersentuhan dengan lantai rumah sakit, seperti membawa alunan genderang kematian. Tubuhku gemetar, bahkan aku harus menarik nafas panjang untuk sedikit melegakan rasa panik ini. Rey melirik ke arahku, menggenggam tangan yang mulai bergerak tak jelas karena Tremor, “Semua akan baik-baik saja,” Tak ada ucapan itu, tapi dari sorot mata teduh Rey, seperti mengutarakan hal untuk aku bisa tenang. “Ma-maaf, ada perlu apa, Pak?” tanyaku yang memulai pembicaraan terlebih dulu. “Selamat sore, Bu Vivian, Pak Reynan. Saya hanya ingin meminta bapak reynan untuk datang ke kantor polisi. Ini surat panggilannya,” ucap salah satu petugas tersebut sambil memberikan sebuah lampiran. Rey mengambil kertas tersebut, sekilas membacanya dengan fokus mata yang menyusuri jejeran huruf di dalamnya. “Saya akan datang, Pak.”“Baik, terima kasih atas kerja samanya.”Ked

  • Bos Arogan itu Mantan Pacarku   Bab.120 Permintaan menikah

    Baik Rey dan aku dibuat kikuk kala menatapnya. "Indra sudah ditemukan. Ayo ikut aku," ucap Om Gunawan menatap lelaki di sebelahku. "Kamu mau pergi, Rey?" tanyaku ragu. Masih tersimpan dalam ingatan bagaimana om Gunawan mengarahkan senjata ke arah Reynan, lalu berbalik arah menembakkan timah panas ke arahku, dna berakhir dengan Haikal yang menerima tembakan itu. Masih terekam begitu jelas bagaimana darah Haikal mengalir bersamaan ia yng menutup mata dan menghembuskan nafas terakhirnya. Aku menggeleng, seperti tak ikhlas jika lelaki yang pernah menjadi bos ku itu pergi. "Maafkan aku. Aku janji pasti akan kembali," ucapnya sambil melepas genggaman tangannya perlahan. "Rey," ucapku lirih. Aku begitu takut terjadi sesuatu hal kepada Reynan. Apalagi ia akan pergi bersama om Gunawan, dan hendak bertemu Indra. Mereka berdua adalah musuh, ya g ingin sekali menghabisi Reynan. Reynan masih berjalan mengekori om Gunawan. Hingga punggung keduanya mulai lenyap dari pandangan, ketik melewati

  • Bos Arogan itu Mantan Pacarku   bab. 119 kedatangan Om Gunawan

    "Viv, apa tadi ada yang masuk ke kamar kalian?" tanyanya panik. Aku semakin bingung tatkala mengingat perawat tadi masuk dan menyuntikkan cairan obat ke tubuh Lesta. "Iya. Seorang perawat masuk dan memberikan obat. Apa ada yang salah, Rey?"Aku tak tahu lagi, harus bertanggung jawab seperti apa jika keadaan Lesta semakin memburuk karena kecerobohan ku. "Tidak apa, Viv. Aku kira Indra kabur dan masuk kesana.""Maksudmu Indra belum ketemu juga? Bagaimana keadaan di luar? Apa semua baik-baik saja.""Iya, Indra kabur setelah tembakan mengenai lengannya, dan sekarang aku bersama Gunawan.""Om Gunawan?""Aku akan segera datang kesana." Benar saja dalam hitungan menit, Dua lelaki masuk ke dalam kamar, satu lelaki yang paling kucintai dan paling kunanti kedatangannya, dan satunya lagi lelaki yang paling kutakuti. Aku memindai tubuh lelaki itu dari bawah ke atas, takut jika ada senjata bertimah panas melekat di antara pakaiannya. Namun, dari sorot mata kedua lelaki itu seperti tak memil

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status