“Reynan,” ucapku lirih memandang wajah laki-laki berada di hadapku. Kedua mata kami saling berpadu, dengan bibir yang saling terkunci. Menyelam kepada pikiran masing-masing. Syarat otakku mengirimkan sinyal kepada seluruh tubuh, hingga badan terasa kaku, tanpa tercipta gerak sama sekali, hanya alunan jantung yang kini berirama tak menentu. Hembusan nafas yang segar, bersamaan aroma wangi yangi yang begitu kurindukan, kembali memutarkan memori indah dimana aku terus menghabiskan waktu bersamanya. “Maaf, Nona Haikal. Apa anda baik saja?” tanya Rey yang kini melepas pelukannya, setelah memastikan aku berdiri sempurna. Untuk sesaat aku begitu menikmati pelukan itu, hingga kembali ke dalam alam nyata, dimana ada jarak antara aku dan lelaki di depanku. Aku mengangguk. “Lain kali hati-hati,” ucapnya yang tampak dingin. “Rey, kamu baik?” tanyaku sambil menatap tubuh yang seperti membeku. “Seperti yang kamu lihat, aku baik.”Aku memindai ke seluruh tubuhnya, tak ada yang berubah, Rey te
Agasthi cewek yang begitu ceria, ia bahkan sama sekali tak merasa canggung kepadaku.“Viv, aku senang sekali rey punya teman. Kata karyawan kantor, rey itu pendiam dan galak. Aarogan sekali.”‘Apa? Rey kerja? Bukankah kepemimpinannya saat itu dipindah alihkan kepada orang lain? Sebenarmya apa yanh terjafi? Aku tak ,engetahui semuanya.’“Viv, dengar aku kan?” tanya agasthi dengan nada khas manjanya.“IYa, aku dengar.”“Kamu tahu kan kalau rey itu bos yang galak dan arogan?”Aku menggeleng.“Kalian kan berteman, harusnya tahu dong, Viv.”Langkah kami untuk sesaat berhenti Ketika mendapati mobil rey beradfa di parkiran, mobil yang sama dengan yang biasa kami tumpangi sebelumnya. Yang berbeda, dulu hanya kita yang masuk berdua, dan saat ini aku jadi yang ketiga dan bukan siapa-siapa.“Viv, cerita dong, tentang suamiku itu kayak apa?’ tanya agasthi yang begitu antusias, bahkan ia lebih memilih duduk di jok belakang bersamaku, dari pada di depan Bersama calon suaminya.Seperti seorang supir
“Apa maksudmu?” tanyaku menatapnya dengan aneh.“Dulu tiap kali kita bertemu, kamu selalu memamerkan senyummu, saat ini kamu lebih pendiam dan tak menjamuku dengan senyuman, bukankah itu artinya kamu tak Bahagia Kembali bertemuku?”‘Kamu salah, Rey. Salah besar. Andai ada mesin kejujuran dan memainkan di depannya, pastilah kamu akan tahu jika saat ini aku benar-benar merindukanmu, bahkan aku tak bisa menggambarkan betapa bahagianya aku saat Kembali melihat dirimu, merasakan pelukanmu, dan hembusan hangat nafasmu. Yang aku pikir semua tak akan nyata.’“Kamu terlalu cepat mengambil kesimpulan, Rey.”“Kamu salah. Kamu lah yang terlalu cepat mengambil kesimpulan,” ucapnya rey dengan dingin.“Apa maksudmu?”“Kamu yang terlalu cepat melupakan janji-janji yang telah kita buat bersama. Apakah aku sama sekali taka da artinya untukmu, Viv?”“Oh, maafkan, aku hampir lupa salah memanggilmu. Maaf, Nona Haikal.”Aku terdiam, mendengan penuturan dingin dari lelaki di depanku ada rasa sakit yang tak
“Rey, hentikan!” ucapku yang semakin panik.Aku tak bisa membayangkan, bagaimana perasaan haikal jika tahu aku semobil dengan reynan, terlebih lagi saat ini kami berjalan bersama di belakangnya.Lelaki itu seperti tak menggubrisku, justru ia memepercepat laju kendaraannya dengan bringas, berbelok arah dengan menikung, begitupun Ketika menginjakkan opedal rem, tubuhku yang saat ini tak memakai sabuk pengaman hingga terpental.“Turunlah, Viv.”Pintu mobil dibuka oleh rey, hingga menampakkan sebuah pantai nan sepi dan seperti terasing. Tak ada sedikitpun tanda-tanda kehidupan di sini, kecuali para burung yang beterbangan dengan riangnya.Dengan ragu aku menurut, apalagi saat rey mengulurkan tangan, membantuku untuk turun, reflek aku menerima bantuan itu.Kutatap pemandangan nan indah itu, air yang membiru dan tenang, dnegan pasir putih di tepinya, bersamaan dengan ombak lembut yang mnyapa. Tanganku sedikit ditarik oleh lelaki di sebelahku, hingga dengan cepat gelombang lembut menyapa kak
Aku meneguk air mineral dari rey, menyisakan separuh botol dan mengembalikan kepadanya.“Kenapa gak dihabiskan?” “Untukmu.”Lelaki itu tersenyum tipis. “Kenapa? kamu benar-benar takut aku menaruh racun untukmu? Dan kamu memintaku meminumnya untuk memastikan?”Dengan cepat rey membuka botol kemasan, dan meneguknya sampai habis. Untuk sesaat aku memang memikirkan hal yang sama, kami meminum racun berdua seperti kisah Romeo dan Juliet, tapi mungkinkah rey melakukan itu kepadaku? Sedangkan aku tahu saat ini dihatinya sudah ada Wanita lain.Kami duduk bersama di bibir pantai dengan kaki yang diluruskan, untuk sesaat ombak datang menyapa, membasahi kaki kami, dan membawa pasir pantai menyentuh kulit, hingga air itu Kembali berlalu ke laut, dan beberapa saat kemudian melakukan hal yang sama. Angin sepoi menyapa, dimana tiap rengkuhan rasa dingin itu, membawa beberapa helai rambutku terbang hingga kuncir kuda yang dibuat reynan tampak menari, mengekspose leher jenjangku.Aku menatap air laut
Rey melepas ciumannya, lalu membersihkan bibirku yang basah. Entah kenapa aku hanya diam diperlakukan seperti ini, aku hanya diam sekan terus menikmati tanpa perlawanan sedikitpun. Meskipun logikaku berusaha menolak, namun hatiku terus menjawab jika aku juga menginginkannya.“Gantilah bajumu di mobil, bajumu basah semua. Tadi kamu beli baju bukan?”Tanpa jawaban, aku hanya berlalu meninggalkannya, melakukan perintah itu begitu saja. Di dalam mobil aku mengambil baju yang tadinya kubeli di mall, dengan perlahan melepas pakaian yang kukenakan, dan menggantinya dengan yang baru, sedangkan mata ini terus focus kepada lelaki yang dari tak beranjak dari duduknya. Masih bertahan dengan angin sepoi yang menyapa di bibir pantai.“Rey, kamu juga ganti baju,” ucapku sambil memberikan kaos berkerah yang sejujurnya akan kuberikan kepada haikal. Lelaki itu berdiri dan tersenyum. “Terima kasih.”Aku menutup mata Ketika rey tiba-tiba melepas kaos yang dikenakannya begitu saja, hingga sebuah senyuman
Dering ponsel terdengar, sedangkan aku tahu benda milikku telah kehabisan daya, hingga lelaki di sebelahku tampak meraih tas miliknya di jok belakang, mengambil benda yang menampakkan foto agasthi di dalamnya.“Kenapa gak diangkat, Rey?” tanyaku ktika lelaki itu membiarkan panggilan itu begitu saja.“Aku tak ingin merusak momenku denganmu, Viv.”Lelaki itu Kembali menekan pedal ges, hingga kendaraan roda empat ini mulai Kembali berjalan dengan perlahan.“Rey, diangkat saja!” perintaku, Ketika kudengar Kembali dering yang tadinya berhenti kini Kembali terdengar Kembali.Lelaki itu mengambil ponselnya, lalu menekan tombol off begitu saja, tanpa memastikan siapa yang memanggilnya.Kendaraan roda empat ini terus melaju, menyusuri jalan yang mulai gelap, dengan bulan dan bintang yang menjadi penerang kami, hingga beberapa kilo meter selanjutnya barulah tampak lampu jalan dengan nyala yang tak begitu terang. Lokasi pantai yang sedikit menjauh dari keramaian itu, seperti menjadikan tempat in
Lelaki berpakaian jas kerjanya itu tengah terpaku menatapku, bersamaan tangan yang menggenggam penuh amarah. Aku menunduk, tak berani membalas tatapan mata elangnya. Diposisi ini aku memang salah, meskipun aku tak menyesal telah menghabiskan waktu bersama reynan.“Dari mana saja, Viv? Sampai selarut malam ini?’ tanya Haikal yang tampaknya menahan amarah.“Ma-maaf.”“Aku tidak meminta ucapan maafmu, aku hanya ingin tahu kamu dari mana?”“Aku dari mall.”“Apa pesananku sudah kamu belikan?”Haikal terus mencecarku dengan pertanyaan, meskipun mungkin ia sudah tahu apa yang terjadi. Aku menghabiskan waktuku bersama Reynan. Aku menengok kedua tanganku yang kosong, aku bahkan baru menyadari semua barang belanjaan ku tertinggal di mobil Reynan. “Ma-maaf. A-aku ....”“Sudahlah. Ayo kita masuk! Kamu bisa sakit jika terlalu lama kena angin malam.” Lelaki itu mendekat ke arahku, dan memeluk tubuhku, menuntunku untuk masuk ke rumah dengan tangan yang masih melingkar di bahuku. “Aku khawatir sek