Share

3. Malam Pertama

Beberapa jam kemudian, di kamar mewah tersebut, Esther sudah bersiap akan menutup matanya namun tidak bisa. Ia sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur yaitu kaos pendek dan celana panjang. Seketika Ia menatap cincin dengan harga puluhan juta yang Ia pakai sekarang. Pikirannya tertuju pada kejadian tadi di restaurant Heaven.

"Gila, kata dia cincin ini seharga puluhan juta. Terbuat dari berlian asli luar negeri. Benarkah begitu? Setahuku cincin emas saja hanya sekitar 5 juta paling mahal, kenapa ini sampai puluhan juta. Tapi kapau dipikir-pikir, kan dia orang kaya, ya terserah dia lah, bukan urusanku. Meskipun aku harus kenapa tamparan tadi." Esther memegangi pipinya.

Flashback

"Apa ini, Pak Hamid? Kau mengundang kami hanya untik menyaksikan bahwa Diandra sudah punya tunangan?" Pak Aldrin yang tidak terima itu mengajukan protesnya pada Pak Hamid.

"Tidak, ini pasti salah paham. Selama ini Diandra..."

"Halah... gak usah mengelak lagi deh, Pak Hamid. Itu buktinya dia membawa tunangannya,"

"Jadi ini alasan kau menolakku, Diandra?" Cairan bening mulai menetes dari kedua netra milik Nicole sedari tadi ditahannya.

"Ya, inilah tunanganku. Aku berhak bahagia dengan pilihanku sendiri, bukan? Jadi tidak ada alasan lagi untuk aku au meneima pertunangan denganmu, Tuan Aldrin, Nicole. Maafkan saya. Saya sangat mencintai kekasih saya, yaitu Esther." Sandiwara yang dimainkan Diandra sangatlah ampuh dengan tatapan serius dan seakan-akan dirinya dan Esther seperti pasangan yang memang bahagia untuk ke jenjang yang lebih serius.

"Tinggal menunggu hari saja, kita berdua akan segera menikah, iya kan, Sayang?" Diandra sengaja melirik Esther yang masih terlihat gugup.

"I.. iya, benar begitu."

Mereka berdua saling menatap dalam netra masing-masing dengan sentuman tulus itu hingga membuat Nicole dibakar api cemburu. Gadis itu tiba-tiba mendatangi dimana Esther dan Diandra berdiri.

"Apa? Tidak! Kau jangan bercanda, Diandra! Kau hanya boleh menikah denganku!" balas Nicole tidak terima. Ia pun menampar keras pipi kanan Esther hingga berbekas merah di sana.

PLAK!

"Puas kau telah mengambil calon suami yang akan dijodohkan denganku?"

"Nicole!"

"Apa? Kau disini yang keterlaluan, Diandra! Aku tidak bisa terima ini. Lihat saja pembalasanku!"

"Ayo, Ayah. Kita pulang saja dari sini." Nicole menarik tangan Ayahnya dan segera keluar dari sana. Sedangkan Diandra masih mengkhawatirkan Esther dengan melihat pipi yang sudah memerah tersebut.

"Apakah sakit?" Esther mengangguk.

"Diandra, Ayah tidak percaya jika kau telah benar-benar menolak gadis yang Ayah pilihkan untukmu. Ayah kecewa padamu!" Kedua mata Tuan Hamid menatap tak suka pada Putranya dan Esther secara bergantian.

"Tenang, ini masih permulaan. Akan kupastikan kita akan sampai di jenjang pernikahan untuk membuat Nicole benar-benar lepas dari perusahaanku."

Flashback END

"Aneh, padahal Nicole cantik, tapi kenapa si bos menolak?"

"Hah... baiklah, aku akan tetap memakai cincin ini sampai pekerjaanku sebagai Istri Palsunya selesai. Tapi, bagaimana dengan kuliahku? Bukankah dia juga sudah berjanji untuk membiayai kuliahku? Dasar lelaki pelit!" Baru saja menggerutu seperti itu, suara ketukan pintu derdengar.

Tok! Tok! Tok!

"Kau sudah tidur?"

"Belum, memangnya kenapa?"

"Bisa keluar sebentar?"

Ceklek!

Mereka pun sekarang berada di ruang tamu yang di sana ada televisi besar dan tipis. Mereka sedang bermain game dengan asik di layar besar itu.

"Aku yang akan menang kali ini, tunggu saja!"

"Kata siapa yang bisa mengalahkanku? Aku yang akan menang kali ini, hahahha." Mereka pun terus bermain hingga larut malam dan sesekali meminum alkohol yang ada di meja depan mereka.

"Hahahaha... aku mulai mengantuk, aku ke kamar dulu ya," Esther berjalan sempoyongan menuju kamarnya dan asal menutup kamar itu tanpa menguncinya.

Diandra juga sudah mulai menonaktifkan game dan televisinya kemudian berusaha berjalan menuju kamarnya. Karena mabuk, Ia salah masuk ke kamar Esther dan tidur di sebelahnya.

"Apa ini? Kemnapa ada orang di kamarku?"Diandra menghadao ke arah kiri, melihat wajah cantik dari Istri pura-puranya kemudian tersenyum.

"Kau cantik juga saat tidur begini," Diandra menyentuh pipi kiri Esther dan gadis itu mulai terusik.

"Eughh... apa sih, Diandra? Kau tidak tidur di kamarmu sendiri, huh?"

"Kau yang tidur di kamarku!"

"Apa? Ini kamarku asal kai tahu," dengan suara manjanya membuat Diandra semakin ingin memakan gadis di bawahnya ini.

"Diamlah, kita akan bersenang-senang malam ini, ok? Bukankah kita sudah menikah? Kita wajib melakukannya, bukan?" Suara Diandra begitu seduktif di telinga kanan Esther yang sudah menahan geli.

"Ugh! Geli... Diandra. Jangan begini..." pintanya. Namun lelaki itu mulai membuka baju dan celana treening Esther dan memulai kegiatan panas tersebut.

"Aghh... sakit,"

"Apa yang sakit, hm? Bukankah sangat nikmat?" Diandra terus saja menggerakkan pinggulnya hingga sampai pada puncaknya. Mereka tidak melakukannya satu kali, melainkan berkali-kali sampai keduanya merasa puas.

_

Pagi pun tiba, keduanya kini tertidur dalam keadaan tanpa pakaian. Cahaya matahari menyoroti kedua mata mereka, namun Estherlah yang terbangun lebih dulu.

"Eughhh... silau sekali sih..." lenguhnya sambil membuka kedua kelopak matanya dan menurupinya dengan tangan. Berkedip dua kali kemudian ketika ingin bergerak ke arah kanan, tiba-tiba Ia melihat ada orang lain yang tertidur dengannya dalam satu selimut. Kedua matanya sontak melebar dan mulai berteriak.

"Astaga! AAAAAA!"

"Ada apa sih? Berisik banget, telingaku sakit asal kau tahu!" Gerutu Diandra yang terganggu dengan teriakan Esther. Segera Esther menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan menunjuk-nunjuk Diandra.

"Kau... apa yang telah kau lakukan padaku semalam!" Esther masih tidak habis pikir jika dirinya dan bosnya sudah melakukan hal sejauh itu.

"Apa sih memangnya?" Karena masih dalam pengaruh alkohol, Diandra belum sepenuhnya sadar. Kemudian menetralkan ingatannya sendiri dan mengingat apa yang dilakukannya semalam bersama dengan Esther.

"Kau sudah menyentuhku! Kau mengambil keperawananku! Tidak, Aaakhh!" Esther seperti orang gila yang sedang mengamuk. Diandra pun malah tertawa.

"Hahaha..."

"Kenapa kau malah tertawa, huh? Puas kau membuatku begini!"

"Lagian kita ini sudah resmi menjadi suami istri, jadi untuk apa marah-marah? Seperti tidak pernah melihat sepasang suami istri melakukan malam pertama saja," sahut Diandra santai.

"Tapi kita tidak melakukannya atas daaar cinta melainkan karena alkohol! Kau... kau sangat menyebalkan!"

"Di dalam kontrak yang kuberikan padamu waktu itu tidak ada larangan untuk saling menyentuh satu sama lain kan? Jadi aku bebas," Diandra tersenyum puas dan memakai kembali pakaiannya.

"Sial! Aaggghh! Pergi kau dari kamarku, Diandra!"

"Eh? Jangan lupa ya, ini apartemenku. Kau tidak berhak sedikitpun untik hanya sekadar mengusirku." Daindra menjulurkan lidahnya pada Esther yang masih marah. Entah dengan dirinya sendiri atau dengan Diandra. Dia bingung sendiri mengingat kejadian semalam.

"Dasar bodoh kau, Esther! AAAGGGHHH!" Gadis itu merutuki dirinya sendiri. Tiba-tiba kepala Diandra menyembul di balik pintu kayu kamar Esther.

"Jangan lupa, harga dirimu sudah kubeli 300 juta asal kau tahu."Diandra kembali menjulurkan lidahnya pada Esther. Mendengar itu, Estger segera menumpuknya dengan bantal.

BRUGH!

"Dasar menyebalkan!"

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status