Share

5. Cemburu?

Seorang gadis dengan dress yang panjangnya hanya sepaha, juga tas branded dengan bahan dasar rantai untuk talinya itu berjalan menuju ruangan Diandra. Dia adalah Nicole. Langsung masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu seakan perusahaan tersebut seperti miliknya sendiri.

"Kau sangat tampan jika sedang tidur."

"Tapi sayangnya sifat angkuhmu itu membuatku sakit hati. Apalagi kau yang mulai bertunangan dengan gadis miskin itu. Aku tidak akan pernah mengizinkanmu untuk menikah dengannya, Diandra! Itu artinya, aku masih ada kesempatan untuk mendekatimu kan?" Sebuah senyuman terpatri di sudut bibir Nicole.

Entah ada paksaan dari dalam dirinya atau bagaimana, tiba-tiba satu ide terlintas di pikirannya. Didekatkannya wajahnya pada pipi Diandra hingga seakan seperti mencium Diandra. Disaat yang bersamaan, Sekretarisnya yang bernama Bella itu masuk ke ruangan Diandra.

"Pak, ini berkas yang harus ditanda..." baru saja akan sampai pada meja bosnya, tiba-tiba Ia melihat Nicole yang akan mencium Diandra.

Diandra mendengar suara dari sekretarisnya dan membuka matanya. Ia terkejut karena di depan matanya sudah ada Nicole dan segera menghindarinya. Begitu pula dengan Nicole yang tengah menjauhkan wajahnya karena melihat Diandra terbangun.

"Mana, Bella? Bawa ke sini semuanya," Nicole tidak terima karena Diandra mengabaikan kehadirannya. Bella melanjutkan langkahnya dan berdiri di depan Diandra. Melirik sekilas pada Nicole dengan rasa tidak sukanya.

"Diandra kau... mengabaikanku?" Heran Nicole mengusap poninya.

"Sudah? Apakah masih ada lagi?" Bella menggeleng.

"Hanya ini saja, Pak. Tapi jangan lupa, nanti ada rapat di gedung F Mall LK sekitar pukul 09.30," melirik arloginya, Diandra mengangguk dan kembali membuka laptonya.

"Siap, nanti saya akan jemput kamu jika waktunya sudah tiba."

"Baik Pak, saya permisi." Bella segera keluar dari ruangan, sedangkan Nicole masih tersulut emosi karena diabaikan oleh Diandra.

"Diandra!"

"Apakah ada yang bisa saya bantu, Nona Nicole?" Lirikan tajam dari Diandra membuat Nicole ingin mengungkapkan segalanya.

"Kau mengabaikanku, Diandra!"

"Memangnya kenapa? Bahkan Istriku yang sering kuabaikan saja dia tidak pernah protes. Kau yang bukan siapa-siapa disini kenapa harus melarangku?"

"Apa? Istri?"

"Ya, aku sudah menikah dengan Esther, memangnya kenapa? Kau keberatan? Kau masih berharap aku akan bisa menerimamu dengan semua kebusukanmu di belakangku tentang perusahaan ini?"

"Aku tidak percaya ini, kau sudah menikah dengannya? Kenapa tidak mengundangku?"

"Perlukah aku mengundangmu di acara pernikahanku?" Diandra menampilkan smirknya.

"Kurasa kau tidak perlu diundang. Dan jangan pernah mengulangi lagi kelakuanmu yang seperti tadi. Apa gak malu dilihat staff dan karyawan yang lain? Ini baru sekretarisku yang melihat, belum yang lain. Jadilah atasan yang bisa menjadi contoh staff dan karyawan, bukan menunjukkan hal mesum seperti tadi terutama dengan suami orang." Jelas Diandra yang setelah mengatakan itu, Ia pergi meninggalkan Nicole yang mulai kesal menggerutu.

"AGGGHH!"

"Sial! Lagi-lagi aku kalau dengan gadis miskin itu. Diandra kau benar-benar..." Kedua tangan Nicole terkepal erat. Semburat merah pada wajahnya yang menyiratkan keemosian itu terlihat jelas.

"Lihat saja, aku akan membuatmu jatuh ke dalam cintaku, bukan Esther!"

_

Esther kali ini keluar menghirup udara segar, Ia memulai hari dengan jogging di sore hari ini supaya menjaga badannya agar tetap ideal dan sehat setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Namun ketika sedang dalam pertengahan perjalanan, Ia bertemu dengan seorang lelaki bertubuh kurus dengan rambut diponi sebagian.

"Esther!" Panggilnya sambil melambaikan tangan.

"Kiano?" Esther menghentikan berlarinya dan KIano yang suddah berdiri di hadapannya.

"Esther kau..."

"Kau Kiano kan? Yang dulu waktu Sekolah Dasar dekil hitam," ingatan Esther tadi seakan seperti sebuah ejekan, tapi Kiano biasa menanggapinya.

"Dih, itu kan dulu, sekarang gimana menurutmu?"

"Hahaha, sekarang kau berbeda, kau terlihat tampan,"

"Ah... bisa saja kau. Oh iya, kau masih tinggal dengan Bibimu?"

"Tidak, aku tinggal bersama suamiku, kenapa memangnya?" Seketika Kiano melebarkan kedua matanya.

"Su.. suami?"

"Ya, tidak usah kaget begitu kenapa sih Kiano?"

"Kau bahkan tidak hanya tidak mengundangku, jangan bilang kau juga tidak mengundang Bibimu?" Esther menunddukkan kepalanya.

"Aku memang tidak mengundangnya, tapi dia..."

Flashback

"Aku tidak masalah jika kau tidak mengundangku di pernikahanmu, asal uang yang kau terima dari calon suami palsumu itu menjadi milikku, Esther! Ingat, biaya hidupmu semenjak orang tuamu meninggal adalah dariku. Anggap saja semua itu adalah hutang budi yang harus kau bayar dengan uang!"

"Tapi Bibi..."

"Kutunggu transferannya, Esther..."

Flashback END

'Tidak mungkin aku menceritakan yang sebenarnya pada Kiano. Bisa-bisa Bibi akan memarahiku lagi dan meminta uang lebih banyak lagi untuk memerasku.' Batin Esther.

"Ah tidak apa-apa, Ki. Aku pulang dulu ya, suamiku pasti sudah menunggu,"

"Mau kuantar?" Esther mengangguk.

_

Diandra yang baru saja pulang bekerja pun berdiri di depan pintu menunggu Istrinya pulang. Menyedekapkan tangannya di dada sembari melihat Esther diantar dengan lelaki lain menggunakan mobil berwarna silver. Esther melambaikan tangan pada seseorang dalam mobil itu.

"Diantar siapa?"

"Teman,"

"Teman atau teman?"

"Apa sih? Minggir."

"Aku tidak akan menyingkir sebelum kau jelaskan apa maksudmu tadi diantar oleh laki-laki lain!"

"Dia teman SDku dulu, namanya Kiano. Kenapa? Ah aku tahu, pasti kau cemburu, iya kan?"

"Dih, percaya diri sekali kau." Tanpa ekspresi, Diandra berjalan masuk ke dalam apartemen.

"Lalu apa artinya ini jika bukan cemburu?"

"Kuperingatkan ya Esther. Kau disini adalah Istri dari CEO perusahaan  yang sangat terhormat. Jadi jagalah sikapmu, terutama dengan laki-laki lain yang bukan suamimu. Jika kau tidak berhati-hati, maka media akan meliput berita yang tidak benar dan mengubahnya menjadi benar hanya demi uang. Tidak peduli dia akan melukai hati siapa. Kau mengerti?" Peringat Diandra yang kemudian berjalan ke arah tangga dan naik ke atas.

"Media meliput berita hoax maksudnya? Tapi kenapa? Memangnya aku tidak boleh healing dengan teman-temanku apa? Aneh." Masing menggerutu dengan dirinya sendiri, tiba-tiba suara deep dari atas sana menyelanya.

"Kau hanya boleh healing dan berlibur hanya denganku saja, mengerti? Apa perlu kita bulan madu untuk membuktikan bahwa kita benar-benar seperti pasangan Suami Istri pada umumnya, hm?" tawar Diandra yang sengaja menggoda Sang Istri dengan mengangkat satu alisnya. Seketika raut wajah kesal ditunjukkan oleh Esther. Dengan berkacak pinggang, Ia mendongakkan kepalanya menatap Diandra.

"Lah? Dia masih mendengarku berbicara rupanya," balas Esther.

"Kau pikir telingaku tuli? Kau menggerutu tapi masih bisa kudengar karena suaramu yang cempreng itu,"

"APA! Kau mengatai suaraku cempreng?" Diandra tak mempedulikan itu dan tetap melanjutkan kalimatnya.

"Misalnya ya, kita bulan madu, terus melakukan malam panas lagi seperti waktu itu..."

"Dasar mesum! Lihat saja, maka aku yang akan lebih dulu memukulimu!" Esther mulai menaiki tangga menyusul Suami Palsunya. Diandra semakin meneruskan kalimatnya hingga Esther benar-benar sampai di hadapannya dan mulai memukulnya kesal.

"Pukulanmu sangat tidak sakit, wle! Hahahaha." Diandra kemudian masuk ke dalam kamarnya.

"Lihat saja kau pria mesum! Aku tidak akan pernah mengampunimu!"

"Hey, ingatlah kalau aku ini adalah bossmu. Jadi kau tidak bisa semena-mena denganku!" Tegas Diandra membuat Esther hanya melirik sekilas dengan bibir yang mengerucut.

"Besok kita bulan madu,"

"Memangnya sudah ada planning mau kemana?" Tanya Esther remeh. Diandra memegang ponselnya dan mengetikkan sesuatu.

"Sudah kuputuskan, besok kita bulan madu ke Bali!"

"APA!"

.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status