Share

4. Dikejar Wartawan

Malam ini, Diandra tidak pulang ke apartemen karena menghindari ocehan dari Istrinya yang masih tidak terima dengan malam pertama mereka. Ia sekarang pulang ke rumah Ayahnya sekalian untuk mengambil pakaian yang akan dibawanya ke apartemen dan akan tinggal dengan Esther di apartemen pribadinya. Baru saja memasuki gedung megah tersebut, suara Sang Ayah mengejutkannya hingga membuatnya menghentikan langkahnya.

"Ceraikan gadis miskin itu, Diandra!" Tiba-tiba, Ayahnya membahas tentang Esther yang sekarang sudah resmi menjadi Istrinya.

"Apakah yang Ayah maksud ialah Esther?"

"Ya, segera ceraikan dia kalau kau tidak ingin melihat Ayahmu ini mati karena kebangkrutan di perusahaan yang akan terjadi karena ulahmu karena tidak mau menikah dengan Nicole!" Ancaman sang Ayah tidak main-main. Begitu tegas dan membuat Diandra berpikir. Namun tak lama kemudian lelaki itu seakan menatapnya dengan senyuman mengejek.

"Kau takut perusahaan itu bangkrut jika aku tidak menikah dengan Nicole, bukan? Aku bisa mengatasinya dengan cepat, Ayah. Tanpa Nicole pun, perusahaan Mebel kita tidak akan pernah bangkrut, mengingat bahwa pemasok saham bukan hanya dari keluarga Nicole, dan aku juga sudah punya klien baru pengganti Nicole," jawab Diandra dengan tegas. Semenjak menikah dengan Esther, pikirannya menjadi lebih fresh. Apalagi setelah menggoda gadis itu.

"Kau memang sudah gila, Diandra! Kau menyia-nyiakan berlihan hanya demi seonggok sampah?" Bentak Sang Ayah.

"Siapa yang Ayah maksud sebagai sampah? Bagiku, Esther ialah gadis yang aku cintai, jadi jangan pernah menyebutnya sampah atau aku akan semakin mempercepat untuk mempunyai keturunan darinya, mengerti?" Kemudian Diandra membenagi jasnya dan masuk ke dalam kamarnya.

"Dasar, anak tidak tahu diuntung! Lihat saja, aku akan membuat hubungan kalian hancur!" Kedua tangan Pak Hamid sudah terkepal satu sama lain karena amarah yang sudah menguasainya.

_

Nicole mencari tahu dengan meminta mata-mata untuk mengikuti Diandra dan terkejut dengan jawaban dari orang pesuruhnya tadi.

"Apa? Dia tinggal dengan gadis itu di apartemen pribadinya?" kedua mata Nicole melebar tak percaya dengan hati yang tidak tenang. Tahu sendiri bukan? Jika sepasang kekasih sudah tinggal satu rumah meskipun belum menikah itu tandanya apa?

"Iya, Nona. Dia bahkan sudah lebih dulu tinggal disana," sahut orang suruhan Nicole.

"Kenapa Diandra tidak bilang padaku perihal apartemen pribadinya itu? Apakah dia memang sudah pernah tinggal disitu sebelumnya? Bahkan sekarang mereka tinggal satu rumah." Dengan rasa gelisah yang mulai membara, Nicole mulai tidak tenang karena dia mencintai Diandra, tapi lelaki itu sama sekali tidak menyukainya.

"Aku tidak percaya ini, Diandra benar-benar membuat hatiku emosi! Aku harus mencari cara agar mereka berdua terpisah!" Disaat seperti ini, NIcole hanya bisa marah dengan cara mengumpat.

"Lalu, apa yang akan kita lakukan setelah ini, Nona Nicole?"

"Awasi terus mereka, dan jangan sampai mereka benar-benar menikah! Karena aku tidak akan menerima hal itu, mengerti? Aku akan menghancurkan acara pernikahannya jika sampai hal itu terjadi." Mata itu menyiratkan akan keemosiannya yang sudah di ambang batas. Tatapan tajamnya membuat semua orang yang ada di sekitarnya menjadi tertunduk.

_

Di sebuah apartemen prbadi yang begitu mewah itu, terdapat seorang gadis yang sedang menonton televisi. Meskipun begitu, pikirannya sudah melayang kemana-mana. Terutama tentang pernikahannya yang absurd alias tudak jelas, ditambah sikap suaminya yang kelewat menyebalkan.

"Hah... bosan sekali di ruamh sendirian tanpa ada hal yang kukerjakan. Apa aku ke rumah Bibi saja? Tapi pasti dia akan semakin memoroti uangku." Gerutunya dengan memeuk bantal kecil yang ada pada ruang tamu tersebut. Baru saja mengatakan bahwa dirinya bosan, Suaminya pun datang.

KRIET!

Tanpa bilang apapun, lelaki itu segera masuk membawa beberapa tas di tangannya dan itu membuat Esther bertanya-tanya.

"Apa yang kau bawa itu?" Diandra menoleh sekilas.

"Bukan urusanmu."

"Aku bosan di rumah terus," keluh Esther. Seketika Diandra menghentikan langkahnya sebentar, kemudian melanjutkan untuk berjalan ke kamarnya.

"Ish! Dasar lelaki tidak peka!" Esther lanjut membuka ponselnya, tak sengaja Ia melihat satu postingan I*******m tentang makanan yang dia sukai, kebetulan dirinya juga sedang lapar, ketika akan memesan, tiba-tiba suara deep DIandra mengejutkannya.

"Ayo kita keluar." Esther terkejut bukan main.

"Hah?"

"Cepat ganti baju, sebelum aku berubah pikiran." Sahut Diandra. Esther pun segera mengangguk dan berlari menuju kamarnya.

"Kenapa dia lucu sekali?"

"Ingatlah, Diandra, dia hanya Istri pura-puramu." Diandra menyadarkan dirinya sendiri untuk tidak menaruh perasaan lebih pada Esther.

.

Mereka kini sudah berada di sebuah festival tari yang digelar di luar ruangan atau bisa disebut sebagai out door.

"Apakah kita hanya akan melihat pertunjukan ini?" Sindir Esther yang masih saja merasa bisan jika harus menonton acara tari saja.

"Kau ingin apa memangnya?" Tanya Diandra. Mata Esther tertuju pada sebuah kedai seblak hot.

"Itu, aku ingin makan disana!" Pekiknya.

"Seblak hot? Kau yakin bisa makan pedas?" Diandra hanya ingin memastikan kalau Istri palsunya ini bisa makan pedas.

"Ya, santai saja. Aku sudah terbiasa makan pedas kok,"

"Baiklah ayo kesana."

Diandra menatap Esther makan dengan lahapnya. Perlahan senyuman yang lama tak ditampilkannya meskipun dengan para pegawai kantornya pun sekarang terukir di bibirnya. Melihat ada kuah yang tertinggal di sudut bibir Esther membuatnya refleks mengelapnya.

"Kalau makan yang rapi bisa gak sih?" Esther yang mendapat perhatian itu dari suami palsunya seketika terkejut. Kedua matanya melebar tak percaya. Dunia seakan berhenti ketika Diandra mengelap bibir Esther dengan lembut. Seakan jauj di dalam mata Diandra terdapat sebuah ketulusan yang terpancar.

'Ternyata bos perhatian juga. Sepertinya aku akan membuang jauh-jauh pemikiran bahwa dia adalah lelaki yang gak peka. Nyatanya dia adalah lelaki yang perhatian dan manis. Hanya saja semua itu tertutup dengan sifat sombongnya saja.' Batin Esther. Diandra yang tersadar segera melepaskan jemarinya.

"Terima kasih," sahut Esther

"Sudahlah, tadi itu... jangan terlalu dianggap serius," balas Diandra dengan sedikit rasa gugup.

"Ya, aku mengerti. Ngomong-ngomong, sampai kapan pernikahan palsu ini akan berakhir?"

"Sepertinya kau memang tidak membaca dengan benar kontrak kerja kita waktu itu ya?" Esther menggeleng pelan. Wajah polosnya itu membuat Diandra antara ingin memukulnya atau setidaknya menjitak keningnya.

"Sampai keadaan sudah tenang. Aku benci karena Ayahku selalu menyangkutpautkan perusahaan dengan Nicole. Maka dari itu, sebelum aku menemukam solusi yang tepat untuk menyelamatkan perusahaanku dari Nicole, maka kau akan tetap menjadi Istri Palsuku,"

"Jadi begitu, baiklah,"

"Kau tidak keberatan kan? Maaf, jika waktu itu aku tiba-tiba memaksamu untuk menikah denganku di waktu yang begitu cepat. Bahkan kau tak sempat menghubungi keluargamu,"

"Tidak masalah, aku tidak punya keluarga kok. Aku hanya punya Bibiku, itupun dia tidak sebaik yang kukira."

Ketika sedang asik makan, tiba-tiba ada wartawan yang menghampiri mereka. Diandra mengajak Esther untuk berdiri dan siap untuk diwawancarai.

"Kau CEO perusahaan DH Corporation kan? Bagaimana tanggapanmu tentang foto yang telah beredar di media itu?"

DEG!

'Sial, ini pasti kerjaan Nicole. Aku harus bersikap setenang mungkin supaya tidak terbawa emosi dan citraku tetap baik di depan media.' Batin Daiandra.

"Foto itu hanya editan, bisa jadi karena ada orang yang iri dengan pernikahanku dan Istriku, maka dari itu dia menyebarkan fitnah seperti ini. Jadi saya mohon untuk kalian segera menghapusnya dari media. Terima kasih." Diandra menyatukan kedua tangannya sekilas, kemudian menarik Esther untuk berlari menuju mobilnya. Menghindari pertanyaan-pertanyaan lain dari wartawan.

"Lalu bagaimana tentang hubunganmu dengan Nona Nicole, Tuan Diandra?"

"Ayo, kita harus cepat!" Sahut Diandra yang dengan tangan yang masih tertaut pada tangan Esther.

"Kita akan ke mana?"

"Mobil!"

Sampai di parkiran, Diandra membuka kunci mobilnya dengan sekali pencet pada tombol yang ada pada kuncinya. Mereka pun masuk ke dalam mobil dengan nafas yang memburu.

"Apakah mereka akan mengejar kita?" Tanya Esther.

"Ya, mereka akan terus mengejar sampai mendapat jawaban yang lainnya dariku. Maka dari itu, kita harus cepat!" Diandra segera melajukan mobilnya supaya terhindar dari wartawan.

.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status