Di dalam ruang tamu yang didominasi warna putih dan abu-abu, seorang pria paruh baya tampak menyipitkan mata tertuju pada sepasang manusia berlawanan jenis yang duduk berhadapan dengannya.
Gadis cantik tersebut menundukkan pandangannya. Sedangkan si pria muda yang notabene adalah anaknya sendiri, Bryan Malik, tampak biasa-biasa saja. Lebih tepatnya Bryan merasa tenang, tak ada raut gelisah di wajahnya. Berbanding terbalik dengan gadis di sampingnya.
Gerald Malik menghela napas sebelum memberikan pertanyaan pada keduanya. Pastinya pertanyaan yang pertama kali terlontar akan ia berikan pada gadis muda tersebut, baru setelahnya sang putra tunggalnya.
"Nak, siapa namamu?" tanya Gerald santai tapi serius.
Kimberly perlahan mengangkat dagunya. Ia menatap sepasang mata biru yang sama persis dengan milik pria di sampingnya. Ternyata iris berwarna biru itu keturunan langsung dari pria paruh baya tersebut.
"Nama saya Kimberly, P
Gerald menatap penuh selidik. Ia menunggu keluarnya jawaban dari bibir Kimberly."Jawab aku, Kimmy!" tegas Gerald dengan sorot mata menghunus tajam ke arahnya."Eh, begini, Paman, aku ingin kembali menuju resort…." jawab Kimberly terjeda."Resort? Resort mana?" desak pria tua itu tak sabar."Malik Resort!" jawabnya cepat. Gadis itu kembali menggigit bibir bawahnya takut salah berucap. Ia sudah jujur tapi kenapa terlihat seperti seorang terdakwa yang dicecar beribu pertanyaan dari para jaksa penuntut.'Siapa saja tolong keluarkan aku dari sini! Menginjakkan kaki di rumah ini membuat otakku tak sinkron! Di mana keberanianku? Ah.. Sialan!' umpat Kimberly dalam hati.Gerald diam-diam tersenyum aneh. Seringai, lebih tepatnya."Ternyata kalian…. Ah kau ini pura-pura mengatakan dia bukan apa-apamu, tapi ternyata kalian menjalin kedekatan yang tidak terduga.." ucap Gerald mulai berimajin
Gerald masih bergeming di tempatnya. Ia menunggu benda dalam genggamannya berpindah tangan.Pria paruh baya itu tahu bahwa gadis di hadapannya penasaran kenapa ia bisa membawa benda itu di tangannya."Pakailah ini! Kakimu pasti akan sakit dan terasa nyeri saat menginjak betapa dinginnya lantai di dalam rumah ini. Bagaimana pun juga kau akan menuju ke kamar Bryan…" jelas Gerald yang tak mau Kimberly terus dilanda tanya dalam hati."Bukan begitu, Paman! Aku hanya penasaran saja, apakah Paman memiliki seorang putri?" tanya Kimberly pada akhirnya mengutarakan isi hatinya.Gerald tersenyum getir. Ia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Lalu, kedua tangannya memaksa Kimberly untuk menerima barang pemberiannya."Aku selalu menunggu akan ada gadis yang dibawa Bryan datang ke rumah ini dan memakai benda yang ada di tanganmu sekarang. Aku sudah mempersiapkan benda itu sekian lama. Tapi penantianku tak kunjung pasti. Nam
Mendengar teriakan gadis di depan pintu, spontan Bryan menarik pergelangan tangan Kimberly dan mau tak mau seluruh badan gadis itu terarah padanya.Bryan yang memang belum memakai baju dan hanya mengenakan handuk putih melekat untuk menutupi pinggangnya ke bawah, kini melingkarkan tangannya di pinggang Kimberly.Kimberly dapat melihat dengan jelas bentuk wajah Bryan dari jarak yang amat dekat. Sangat dekat. Deru napas pria itu pun dapat terdengar jelas olehnya."Jangan berteriak! Atau aku akan memakanmu!" ancam Bryan dengan kerlingan mata menggoda gadis di hadapannya.Belum hilang efek terkejut karena tindakan Bryan padanya, kini pria itu menggendongnya dan meletakkan tubuhnya di atas pembaringan.Buru-buru Bryan menutup pintu dan menguncinya. Terdengar suara 'klek klek'. Detak jantung Kimberly semakin cepat seolah sedang berlari marathon."Apa yang mau kau lakukan?" tanya Kimberly hati-hati. "Aku akan berteriak
"Apa kau tidak bisa menahan hasratmu jika berhadapan dengan seorang wanita? Hah! Kenapa ada manusia tidak tahu malu sepertimu di dunia ini?" gerutu Kimberly usai ia melakukan permintaan Bryan di kamar mandi. Kini, mereka berdua duduk berdampingan di atas ranjang dengan perasaan yang berbanding terbalik."Sepertiku? Asal kau tahu, kau masih beruntung karena aku bisa menahannya demi kau. Kalau aku mau, aku akan memanggil wanita penghibur untuk datang kemari dan memuaskan hasratku. Tapi apa yang terjadi? Tidak, kan?" sanggah Bryan dengan senyum penuh kemenangan.Gadis itu mencebik bibir. Merasa tak terima dan meluapkan segala emosi sudah ia lakukan, tapi pria itu bukannya merasa bersalah malah menertawakan dirinya. Kimberly mengerucutkan bibir seraya menggembungkan kedua pipi, tampak menggemaskan bak anak kecil yang sedang merajuk.Jujur saja, ini adalah hal yang pertama kalinya ia lakukan dalam sejarah hidupnya. Dua puluh satu tahun hidup dengan
Dengan santai Bryan membuka pintu. Ia sangat pintar menyembunyikan fakta yang baru saja terjadi di dalam kamarnya.Pria itu melihat ke arah seseorang yang mengetuk pintu kamarnya hingga membuat kegiatannya terhenti. Ingin rasanya ia meluapkan kekesalan pada orang tersebut, tapi melihat wajah sendu wanita paruh baya yang sedari kecil mengasuhnya membuat ia mengurungkan niatnya.Lantas pria itu bertanya, "Ada apa, Bibi Julie?"Julie yang telah berusia lima puluh dua tahun itu mengulas senyum sebelum menyampaikan mandat dari Gerald pada Bryan."Tuan muda dan Nona Kimberly sudah ditunggu tuan besar di taman belakang! Beliau ingin menyampaikan sesuatu." Julie sedikit membungkuk dan mengangguk usai menjelaskan maksud kedatangannya.Bryan tampak berpikir. Ia memiringkan kepala, menyipitkan mata."Ada apa Papa mengajak kami berdua bicara di sana? Membahas apa?" gumamnya penasaran.Kimberly yang sempat
"A-Aku…."Belum sempat Kimberly membalas ucapan Bryan, seseorang tertawa terbahak-bahak mendengar perdebatan keduanya."Kalian ini lucu sekali!" celetuk Gerald senang. Ia berdecak geli melihat interaksi keduanya."Tidak lucu, Paman!" teriak Kimberly dalam hati. Demi menjaga kesopanan dan norma susila yang selalu dipegang teguh olehnya, Kimberly hanya mampu meluapkan emosi yang tertahan di hati.Tidak ada yang lucu!Kimberly tiba-tiba mengaduh."Aw!" pekik Kimberly sembari mengangkat kakinya sedikit ke atas hingga terlepas dari selop bulu berwarna merah muda pemberian Gerald.Bryan baru saja tersadar dengan benda yang melekat di kaki Kimberly. Selop bulu milik siapa itu?"Ada apa, Kimberly?" tanya Bryan perhatian."A-Aku tidak apa-apa. Bisakah aku segera diantar pulang? Kakiku terasa sakit," pinta Kimberly dengan ekspresi meyakinkan seperti orang kesakitan pada
"Kalau bukan Nick yang kau kenal, lalu siapa lagi? Malaikat cinta? Dewa perang? Atau, manusia tak berhati? Jika kau mengatakan sebutan yang terakhir, berarti itu benar! Aku memang telah berubah menjadi manusia tak berhati seperti yang kau lihat saat ini!" tegas Nick serius.Violet terkesiap setengah mati. Ia tak menduga pria yang ia kagumi semenjak kecil telah berubah. Berubah yang tak main-main. Seratus delapan puluh derajat. Entah apa yang membuat Nick berubah sedrastis ini?Apakah karena dirinya? Atau, perjodohan ini?Air mata yang telah berkumpul di sudut matanya siap menetes dengan sekali kedip. Benar saja, tak perlu menunggu hitungan detik, pipi gadis itu telah basah oleh cairan bening yang telah ia tahan sedari tadi."Kak, apa tidak ada sedikit pun celah di hatimu untukku?" tanya Violet retoris. Ia memberanikan diri memberikan pertanyaan yang dapat ia jawab sendiri.Nick mengacuhkan dirinya. Tak mau menjawab sama sek
George dan dr. Jim yang sempat mendengar teriakan Kimberly di luar pintu, kini dapat melihat dengan jelas pemilik suara itu berdiri di depan mereka."Sepertinya tidak ada yang perlu ditutupi lagi darimu, Kimmy! Papa akan menjelaskannya di hadapan kalian berdua!" tegas George sembari perlahan-lahan memindah tubuhnya dari ranjang berukuran king size di dalam kamar vip tersebut."Menjelaskan pada kami berdua? Maksud Papa?" desak Kimberly ingin tahu."Kalian berdua, kau dan Tuan Bryan!" ucapnya dengan penuh hati-hati. Sekilas pandangan mereka bersua antara dirinya dengan pria muda bergelar Playboy di seluruh Edensor.Bryan menatap penuh arti pada George dan tanpa pikir panjang, ia mengangguk patuh.******Di sebuah table restoran yang menjadi fasilitas resort milik Bryan Malik, ke empat manusia tengah duduk berhadapan.Kimberly duduk di samping sang ayah. Ia mau tak mau harus duduk berhadapan dengan Bry