Share

Boss With Benefit
Boss With Benefit
Penulis: Venus Kinsa

One Night Stand

Celine: Ahra. Jangan pulang lewat jam 7 pagi

Celine: Besok kau ada interview di kantorku.

                “Hai.”

                Sapaan singkat dengan warna suara yang terdengar berat itu berhasil membuat fokusnya yang tertuju pada ponsel, beralih pada pria jangkung yang berdiri di sampingnya.

                Bibir layaknya apel yang matang itu tersenyum tipis. Dan memberikan anggukan kecil sebagai balasan positif.

                Pria itu menjulurkan tangannya lebih dulu, hendak bersalaman. “Aku pemilik akun bernama Leo. Tapi karena sudah bertemu, sepertinya kau harus mengenal nama asliku. Kau bisa memanggilku Javier,” ucapnya menyebut nama.

                Wanita yang menjadi lawan bicaranya pun membalas uluran tangannya. “Panggil saja aku Mariana. Well¸ itu namaku.”

                Pria itu tampak sedikit terkejut. “Oh jadi nama mu memang Mariana?”

                Wanita yang menyebut dirinya itu Mariana, mengangguk kecil.

                Tatapan matanya yang memikat dibuatnya agar terilhat meyakinkan. Sampai dia yakin bahwa pria disampingnya ini tidak akan tahu dirinya tengah berbohong mengenai identitasnya.

                Lelaki brengsek yang kebetulan sedang sial, akan bertemu dengannya sebagai Mariana.

                Menyembunyikan identitas aslinya yang sebenarnya bernama Ahra. Lulusan S1 salah satu kampus ibukota, yang masih kerja berpindah-pindah karena statusnya sebagai karyawan kontrak.

Pria itu menaruh gelas yang ada di genggamannya. “Kau mau minum apa?” tanyanya dengan suara baritone.

                “Long island iced tea.

                “Oh, kau bisa minum yang kadar alcoholnya tinggi juga?”

                Ahra mengedikan bahu. “Begitulah.”

Terbiasa dengan dunia malam, hanya minum beberapa gelas tidak akan membuatnya mabuk dengan mudah. Jadi aman jika dia menghabiskan satu gelas minuman beralcohol kemudian dilanjutkan dengan obrolan intim di kamar nanti.

“Oke. Aku pesankan ya.”

Javier melangkah menuju bartender guna memesankan minuman yang disebut oleh Ahra.

Ahra menutup sebelah matanya, tangan mengukur jarak bahu Javier dari jauh. Dia bersiul pelan dan menjilat bibir bawahnya. Karena yakin malam ini akan mendapatkan mangsa yang sempurna.

Tak butuh waktu lama bagi pria itu membawakan dua minuman yang serupa ke meja yang mereka tempati.

                “Untukmu.”

Javier menaruh gelas tersebut di depan Ahra. Seraya pria itu duduk di samping Ahra, dan mulai meneguk minumannya lebih dulu.

Lewat pelupuk matanya, diam-diam Ahra memperhatikan Javier.

Tubuh pria itu kekar. Terlihat jelas dari kemeja yang pas di tubuhnya sehingga tampak menerawang, terlebih lagi dengan lengan kemeja panjang yang digulungnya. Wajahnya diukir sempurna oleh Tuhan. Hidung mancung, bulu mata yang panjang dengan alis yang tampak tegas. Ah –Ahra juga yakin pasti jika disentuh kulit porselen pria itu lebih halus dari pada kulitnya.

 “Sudah puas memperhatikanku?” tanya Javier. Ternyata pria itu sadar sedang diperhatikan.

Bukan Ahra namanya, kalau berlagak menjadi gadis polos saat menjadi Mariana. “Belum,” jawabnya setengah berbisik tepat di telinga pria itu, menyentuh tengkuk Javier dengan gerakan pelan. “Aku ingin lihat yang lebih.”

Javier menoleh sehingga hidung mereka bersentuhan. Dapat Ahra lihat bahwa pria itu heterochromia memiliki iris mata yang berbeda warna, biru seperti lautan dan emerald layaknya batu giok. Unik.

“Warna mata mu cantik,” ucap Ahra tanpa sadar. “Aku baru pertama kali lihat seseorang yang memiliki heterochromia.”

Javier tersenyum miring. “Jika nanti kau melihat yang seperti ini lagi. Sudah dipastikan itu adalah aku.”

Ahra menjauhkan wajahnya dari Javier. Memberikan jarak antar mereka seperti semula. “Aku tidak pernah bertemu kembali dengan pria yang sudah one night stand denganku.”

Tentu saja. Ahra akan menghilang layaknya Cinderella ketika berhasil memeras dompet korbannya. Bedanya, tidak akan pernah ada yang berhasil menemukannya lagi. Termasuk Javier. Akan Ahra pastikan itu.

“Berarti aku akan menjadi satu-satunya pria yang akan bertemu denganmu, setelah kita menghabiskan malam bersama,” ujar Javier yakin.

Ahra mendengus, dia mengambil gelas yang sudah disuguhkan padanya, meminum perlahan liquid yang ada di sana perlahan, hingga habis seperempat. “Coba saja kalau bisa,” tantang Ahra.

“Kalau bisa. Aku akan mendapatkan apa?”

Ahra menaikan sebelah alisnya. “Aku akan menuruti seluruh keinginanmu.”

Javier tampak tertarik dengan ditandai tawa pelan darinya. “Sepertinya jika nanti kita bertemu kembali. Kita harus membuat perjanjian ini di atas materai agar kau tidak kabur.”

Ahra yang tampak masa bodoh menjawab, “tentu saja. Siapa takut.”

Seorang pria yang memakai seragam layaknya bodyguard menghampiri mereka yang tengah berbincang, dia membisikan sesuatu kepada Javier.

“Mariana, bagaimana kalau kita melanjutkan obrolan di kamar?”

Ahra melihat sekilas jam tangan yang dipakainya, sudah hampir jam 11 malam. Dia harus keluar dari tempat ini sebelum pukul 3 pagi. Waktu yang pas melancarkan aksinya sekarang.

“Boleh.”

Bodyguard itu menunjukan jalan menuju kamar VVIP yang Javier pesan. Javier sendiri menggenggam tangan Ahra tanpa sungkan seolah mereka sepasang kekasih.

Benar sih. Kekasih satu malam.

Dan status itu akan berakhir ketika Ahra sudah keluar dari kamar yang mewah ini.

Ahra duduk di ranjang berukurang king size, menunggu Javier mengunci pintu.

Ada yang berbeda di sini.

Biasanya, setelah masuk kamar Ahra akan bersiap mengeluarkan ponselnya. Berlagak manis dan meminta korbannya untuk meninggalkannya sendiri.

Tapi, kenapa sekarang dia merasakan euphoria tersendiri ketika melihat Javier berjalan ke arahnya seraya melepaskan kancing kemejanya sendiri. Ada gejolak aneh pada tubuhnya, yang belum pernah Ahra rasakan.

 “Matikan saja ya. Aku lebih suka melakukannya saat gelap.”

Tanpa persetujuan dari Ahra. Javier mematikan lampu kamar dan hanya menyisahkan lampu tidur saja sehingga membuat kamar ini terasa temaran.

Namun Ahra tampak melihat jelas tubuh atletis Javier tanpa terhalang kemeja.

Ahra terasa tercekat ketika Javier sudah ada di depannya, membungkukan tubuhnya agar sejajar dengan Ahra. Ahra terkurung dalam kukungannya.

“Kau… tidak mau mandi dulu? Bukankah lebih enak melakukannya setelah bersih-bersih?” Ahra mencoba dengan alibinya. Meski dia yakin kali ini tidak terlihat meyakinkan sama sekali.

Javier tersenyum miring. “Untuk apa? Toh, setelah selesai kita akan mandi bersama ‘kan.”

Javier menipiskan jarak antara mereka, pria itu memberikan sentuhan pada tengkuk belakang Ahra. Dengan ciuman tipis pada bahu polosnya.

Brengsek! Tubuhnya semakin memanas hanya karena sentuhan kecil, Ahra membatin.

Tubuhnya terasa disengat aliran listrik kecil tiap Javier memberikan ciuman pada bagian tubuhnya yang terekspos.

Abort mission. Dia harus menyelesaikan ini segera saat sadar dirinya terangsang.

Shit. Kenapa tubuhnya jadi mudah terangsang seperti ini? Ayolah. Bahkan untuk mendapatkan kepuasan dengan melakukannya sendiri pun, Ahra sudah tidak mau sejak kejadian beberapa tahun lalu. Kenapa rasanya dia jadi mudah ditaklukan oleh stranger?

“Tunggu.” Ahra menahan tubuh Javier, ketika pria itu berniat menurunkan resleting bodycon dress yang dia kenakan.

Javier tampak tak menghiraukannya, setelah menurunkan resleting dress. Dia mendorong pelan tubuh Ahra hingga berbaring.

“Aku bukan tipe yang suka dipuaskan. Biar aku saja yang memuaskan mu, sayang.”

Javier mengeluarkan semacam obat dalam kantung celananya. Memasukan obat itu ke dalam mulutnya, kemudian meminum air yang ada di nakas samping ranjang.

Awalnya. Ahra mengira pria itu meminum obat perangsang atau obat kuat semacamnya.

Sampai Javier menutup hidung Ahra dengan tangannya hingga dia hanya bisa bernapas lewat mulut. Dan dari sanalah Javier mencium Ahra, membuat Ahra terpaksa menelam obat yang ternyata Javier siapkan untuk dirinya.

Ahra membelalakan mata saat menyadari itu. Sial, apa yang sudah masuk ke tubuhnya itu?

“Hei. Apa yang kau lakukan?!” tegasnya. Berusaha memberontak dari kuncian tubuh Javier.

 Sayangnya Javier lebih kuat dari pada dirinya. “Hanya ingin membuatmu tidak akan melupakanku.”

                Lagi, Ahra salah mengira jika obat yang tertelan olehnya adalah semacam obat perangsang. Namun ternyata, yang dia rasakan saat ini adalah kesadarannya yang perlahan mengilang

                Wajah tampan Javier yang pada detik sebelumnya tertangkap oleh pengelihatannya. Kini digantikan oleh kegelapan ketika matanya menutup total.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status