Share

Brittleness
Brittleness
Author: Cheezyweeze

1. Retak

Author: Cheezyweeze
last update Last Updated: 2021-04-30 12:06:16

"Kita cerai!!" serunya.

Terdengar sebuah teriakan dari balik pintu. Kedua anak perempuan tersebut menutup kedua telinganya. Yang pasti, sang Kakak lebih melindungi adiknya. Dia memeluk sang adik sangat erat, ketika terdengar sebuah pertengkaran di luar sana.

Adu mulut terdengar sangat jelas di telinga keduanya. Benar-benar membuat mental down, jika tidak kuat mendengar pertengkaran itu.

"Kau minta cerai, hah!"

Suara seorang pria dengar sangat lantangnya memecahkan suasana malam itu. Ya, suasana malam yang di luar rumah sana dalam keadaan mendung, rintik hujan sudah mulai turun membasahi semua, serta kilatan-kilatan petir yang menyambar. Semua itu tidak menyurutkan keegoisan kedua pasang suami istri yang kerap bertengkar.

"Kenapa kalau aku minta cerai!? Bukankah itu yang kau mau?!"

Suara wanita itu tak kalah lantang dari sang pria. Keluarga Shanelly memang akhir-akhir ini retak, karena hubungan mereka memang sudah tidak lagi harmonis. Anthony Shanelly, pria yang terkenal sangat egois. Sedangkan Amanda Shanelly, wanita yang sangat pendiam dan penurut. Namun, malam ini wanita itu benar-benar meluapkan kemarahannya. Kesabarannya mungkin telah habis. Dia sudah tidak kuat dengan kelakuan suaminya.

"Baiklah, kalau itu maumu. Akan aku kabulkan!" teriaknya.

Dia terlihat sangat geram dan emosi. Tangannya meraih vas bunga yang ada di atas meja, membantingnya di lantai.

PYAARRR!!!

Vas bunga itu hancur berkeping-keping. Amanda tersentak kaget. Kedua pasang mata itu beradu kembali.

"Inilah yang aku tidak suka dari sikapmu. Kau selalu ingin menang sendiri, tidak mau disalahkan, dan temperamental!"

"Kalau kau memang sudah bertekad bulat untuk bercerai. Okay, aku kabulkan!"

Pertengkaran sengit terjadi lagi, perceraian yang selalu diperdebatkan. Karena sudah tidak tahan, Elying keluar dari kamarnya. Elying yang saat itu baru menginjak umur 15 tahun keluar dari kamarnya, dia membawa sebuah pemukul kasti kayu. Lalu mengangkat pemukul kayu itu, dan mengayunkannya.

PYAAAARR!!!!

Elying memecahkan meja kaca yang ada di ruang tengah. Hal itu membuat kedua orang tuanya seketika menoleh dan menatap ke arahnya.

"Apa kalian puas setiap hari bertengkar terus? Apa ini pekerjaan kalian jika bertemu? Apa kalian pernah memikirkan perasaan anak kalian? Perasaan aku dan Evelyn?!" seru Elying meluapkan amarahnya saat itu.

Elying menatap wajah kedua orang tuanya, kemudian dia menatap wajah adiknya yang menangis sesenggukan. Sungguh pemandangan yang sangat miris. Evelyn yang baru berumur 10 tahun harus menerima fakta bahwa kedua orang tuanya akan bercerai.

"Cobalah kalian lihat Evelyn!" Elying kembali bicara dengan suara lantang. "Apa kalian tidak kasian? Kalian berdua sama-sama egois!" Elying menunjuk adiknya sendiri.

Amanda kembali menangis, dia tak kuasa menahan semuanya. Namun, mau bagaimana lagi? Pernikahannya dengan Anthony tidak bisa lagi dipertahankan. Dia pun sudah sekuat tenaga mempertahankan pernikahan itu, tapi Anthony-lah yang tidak bisa diajak berdamai.

"El-Elying, bu-bukan maksud Ibu untuk melukai hati kalian. Sebenarnya Ibu juga tidak ingin ini terjadi, tapi Ayahmu-lah yang--"

"Yang tidak berguna begitu maksudmu?!" sela Anthony lantang menatap Amanda.

Anthony mengalihkan pandangannya, pria itu kemudian menatap Elying putri pertamanya.

"Elying, kau dengar sendiri 'kan apa kata Ibumu tadi? Ibumu yang menginginkan perceraian ini!"

Elying membalas tatapan Ayahnya.

"Tidak!!!" tegasnya menatap sang Ayah. "Bukan Ibu yang menginginkan. Ibu juga tidak ingin pernikahan ini hancur, tapi--" Elying menghentikan ucapannya. Sorot matanya tajam menatap Anthony, Ayahnya. "Ayahlah penyebab dari ini semua! Ayahlah penyebab Ibu ingin cerai! Ayahlah yang tidak bisa menjaga pernikahan ini!" lanjutnya.

Entah belajar dari mana, Elying meluapkan emosinya. Tak seharusnya orang tua bertengkar dihadapan anak-anaknya yang belum cukup umur.

"Lancang kau bicara!" bentak Anthony. "Siapa yang mengajarimu bicara seperti itu? Ibumu 'kah?"

"Tidak ada yang mengajariku. Justru di sini, aku belajar dari Ayah!" jawabnya. "Aku sama sekali tidak mengenal Ayah. Ayah bukanlah Ayahku lagi!"

Mendengar hal itu, Anthony naik pitam. Pria itu mendekati Elying. Namun, langkahnya terhenti saat sebuah tangan memeluknya dari belakang.

"Sudah cukup! Jangan kau lukai putrimu sendiri!" Amanda mencoba menahan amarah Anthony.

Anthony melepaskan tangan Amanda dengan kasar. Lalu dia menatap wajah Amanda.

"Akan aku urus surat perceraiannya besok pagi!" tegasnya menatap Amanda.

Tatapannya beralih pada putrinya, Elying.

"Setelah Ayah dan Ibu cerai. Kalian akan ikut siapa?"

Elying diam dengan tatapan tajamnya, dia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Ayahnya. Elying melangkah mendekati Evelyn adiknya yang berdiri di ambang pintu dengan mata basah. Matanya terlihat sembab, mungkin juga hatinya hancur. Di usianya yang masih belia, dia harus menerima kenyataan itu.

"Kau mau ke mana? Ayah bertanya padamu!" Anthony kembali berteriak lantang.

Kali ini Elying tidak menggubrisnya. Dia menarik tangan Evelyn untuk masuk ke dalam kamar. Ditutupnya pintu dengan kasar hingga membuat bingkai foto yang terpasang di samping pintu tersebut jatuh. Sebuah foto keluarga jatuh dan bingkai kacanya pecah.

"Kau lihat anak-anakmu? Bagaimana caramu sebagai Ibu mendidiknya?! Apakah pantas kau ini dipanggil Ibu?" ejek Anthony.

Ejekan Anthony membuat Amanda naik pitam. Wanita itu melangkah mendekati pria yang sudah memberinya dua orang putri. Namun, selama itu dia selalu di bohongi. Hingga akhirnya Amanda benar-benar memergokinya.

Amanda menatap Anthony, lalu tersenyum mengejek. Dia benar-benar merasa heran dengan pria yang sedang berdiri di depannya ini.

"Apa kau sadar dengan ucapan mu itu? Kau bahkan tidak pantas disebut sebagai Ayah. Seorang Ayah seharusnya menjadi panutan untuk anak-anaknya. Apakah kau sudah menjadi panutan untuk anak-anakmu? Aku rasa kau belum sempurna untuk menjadi seorang suami, apalagi seorang Ayah!" tutur Amanda.

Amanda tampak merapikan jas yang masih di kenakan oleh Anthony. Sebelum pertengkaran itu terjadi, Anthony memang baru pulang dari kantornya.

"Aku akan mengurus mereka berdua!" kata Anthony membuat Amanda menghentikan aktivitasnya.

"Kau pikir, apa kau akan mendapatkan hak asuh mereka?" Amanda menatap Anthony.

"Aku berpikir kalau aku akan memenangkan hak asuh mereka berdua!" balasnya. "Kau tidak akan menang dariku, Amanda. Pengacaraku akan mengurus semuanya, dan aku pastikan kau akan kalah!" Anthony berbisik di telinga Amanda.

Anthony melangkahkan kakinya meninggalkan Amanda yang masih berdiri membelakanginya.

"Aku akan tidur di ruang tamu!" ucapnya.

"Bukankah memang seperti itu tiap malam!" balasnya. "Sudah ada jarang di antara kita." imbuhnya.

Keduanya sama-sama terdiam. Gemuruh suara hujan begitu sangat terdengar dengan jelas, suasana yang dibumbui dengan suara petir menggelegar saat itu, seolah langit pun merasakan apa yang dirasakan oleh keluarga Shanely.

Kecanggungan di antara mereka membuat mereka tampak semakin jauh. Keadaan memang sudah berbeda. Apa yang telah retak tidak akan kembali seperti semula, bahkan hati, kertas, dan kepercayaan.

Kepercayaan, jika sudah dikhianati, dia tak lagi akan mempercayainya dan itu akan terjadi seterusnya. Ibarat kata kertas yang masih halus, jika dia diremas, dia akan menjadi kusut dan tidak lagi halus.

Disaat kita diberi kepercayaan sama orang lain, maka kita pun harus percaya pada mereka. Kepercayaan harus dilandasi kejujuran. Ketika seseorang itu jujur, maka dia akan bisa dipercaya dan menjaga kepercayan dari orang lain, tapi itu tidak terjadi pada Anthony dan Amanda. Kedua orang ini tidak saling jujur, terutama Anthony. Itulah yang menyebabkan rumah tangga mereka tidak bisa dipertahankan.

Kepercayaan merupakan sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan. Tanpanya, hidup manusia hanya akan dipenuhi dengan kecurigaan. Karena kepercayaan adalah kunci keharmonisan dalam sebuah hubungan.




To be continue,





Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
terkadang tuh begini orang tua. mau bikinnya tapi sudah gede gini diperlakukan buruk
goodnovel comment avatar
SenyaSSM
kasian elying kak, semangat kak semangat, aku masukin rak kak.
goodnovel comment avatar
Sofi Sugito
Belum apa-apa udah cerai aja hahaha
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Brittleness   40. London (END)

    Setelah setahun Evelyn bergelut di dunia kumbangan hitam. Biaya hidupnya pun terpenuhi secara financial. Bahkan dia sampai lupa dengan orang-orang terdekatnya dan dia pun selalu beralasan jika ibunya akan berkunjung untuk menemuinya. Saat Evelyn menunggu pelanggannya justru dia malah dikejutkan dengan kedatangan sang ayah. Pria itu berdiri di depan Evelyn dan memanggilnya. Evelyn sempat senang dan lega karena jemputannya sudah datang setelah 30 menit dia menunggu. Namun, kejutan yang dia dapat malam itu. "Ayah!" Evelyn berdiri dan terkejut. Begitu pula dengan Anthony. "Kenapa kau ada di sini?" tanya Anthony. "Aku sedang menunggu seseorang. Ayah sendiri kenapa ada di sini?" Evelyn bertanya balik pada Anthony. "Ayah ke sini untuk menjemput seseorang," jawabnya. Mendengar itu, Evelyn mengerutkan alis dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Pikir

  • Brittleness   39. Hancur

    "Kau mau ini, Eve?" Irene mengangkat bungkusan."Kembalikan itu!" teriak Evelyn."Kenapa?" tanya Irene. "Kau mau memberikan ini pada Ronan?" kata Irene memancing. Evelyn menatap kaget pada Irene. Dia mengerutkan kedua alisnya. "Kenapa reaksimu seperti itu? Apa kau terkejut mendengarnya? Apa kau kaget kenapa aku menyebut nama Ronan?" Kau pasti penasaran, kan?"Evelyn segera membayar Mulata tersebut dan tanpa aba-aba Evelyn menarik tangan Irene kasar."Wow ... wow, kenapa kau menarik tanganku dengan kasar?" Irene tertawa.Evelyn menarik Irene dan melepaskan tangan itu di sebuah gang kecil yang sepi. Tanpa ekspresi Evelyn menatap sengit pada Irene."Santai dong, Eve. Kenapa kau menatapku dengan tatapan sengit?""Kau——""Ah, kau ingin tahu dari mana aku mengenal Ronan?" Irene melangkah mendekati Irene dan memasukkan bungkus

  • Brittleness   38. Prasangka

    Sudah jelas dan sudah dipastikan jika Christine akan malu bertemu dengan Nicholas. Ya, Christine memang belum mengungkapkan perasaannya, akan tetapi Nicholas sudah lebih dulu menjelaskannya bahkan kata-kata itu tajam dan menusuk ke hati Christine.Sempat kesal, tapi Christine mulai sadar bahwa apa yang dia lakukan memang salah. Christine teringat akan kata-kata Nicholas.Flashback on,"Aku membawamu kemarin karena aku ingin membuka matamu, bahwa apa yang kau lakukan salah. Kau menjadikan dirimu sendiri sebagai bahan taruhan? Kenapa aku menyetujuinya?" Nicholas berdecak heran dengan apa yang dia tahu.Christine sendiri juga terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar dari Nicholas. Christine bingung dari mana Nicholas bisa mengetahui akan hal itu.Christine hanya diam membisu, dia menunduk dan tidak mampu menatap Nicholas. Malu, kesal, dan marah. Mungkin itu yang cocok dan sedang dirasakan oleh Christine."Coba kau pikir

  • Brittleness   37. Baper

    Melihat tatapan Nicky yang begitu dalam dari kejauhan, Christine mengira jika Nicky mulai menyukainya. Christine terbawa oleh perasaan sendiri dan membuatnya semakin percaya diri jika dia bisa menaklukkan hati Nicholas.Diam-diam Christine selalu mencuri-curi pandang saat dia sedang menikmati makan siangnya. Hal itu terus berlanjut hingga tiga hari.Nicky juga kadang menatap Christine dari tempat duduknya. Tatapannya tetap dingin, datar, dan tanpa ekspresi. Akan tetapi tidak merubah visual ketampanan wajahnya. Semakin Nicky terlihat cuek, wajah tampannya semakin bersinar."Apa kau menyukainya?" Deren menepuk bahu Nicky. Pemuda itu menoleh dan tersenyum miring. "Gadis itu bernama Christine. Dia jurusan bahasa setahuku dan dia adalah idola di kampus ini. Sama sepertimu." Deren tertawa.Nicky menghela napas panjang dan mengambil brokoli dengan menggunakan garpu."Kalau kau ingin mengenalnya lebih dekat. Aku bisa membantumu. Lagi pula sudah banyak gadi

  • Brittleness   36. Bahan Taruhan

    Nicholas melangkahkan kakinya di koridor kampus. Tiba-tiba seorang gadis cantik berlari dan menghampiri Nicky. Dia memberikan sebuah kado dan langsung pergi begitu saja.Pesona Nicky semakin hari tidak perlu diragukan lagi. Dia benar-benar menjadi idola di kampusnya. Nicky menerima kado itu dan membukanya. Di dalam bungkusan kado itu ada coklat dan secarik kertas bertuliskan 'I like you. Will be my boyfriend?'.Nicky kembali menutup bungkusan kado itu dan melangkah ke kerumunan anak laki-laki yang sedang duduk di kursi. Nicky pun ikut bergabung dan memberikan bungkusan itu kepada mereka."Ada yang mau coklat?" ucap Nicky.Sontak semuanya menjawab dengan jawaban yang sama dan mereka memakai coklat itu sampai habis."Wah, ada yang mengutarakan isi hatinya lagi padamu?" tanya Angger dengan membaca tulisan di kertas tersebut."Siapa?" ucap yang lain dengan rasa penasaran. Nicky

  • Brittleness   35. Six Months Later

    Enam bulan telah berlalu. Semua berjalan seperti bagaimana mestinya dan Evelyn pun sudah mendekati jenjang terakhir. Bahkan dia sendiri lupa akan Nicholas karena tempat Nicky sudah diisi oleh Ronan.Eve pun memilih untuk tinggal seorang diri dengan menyewa sebuah kamar dengan ukuran kecil. Alasan Eve untuk keluar dari rumah adalah fokus dalam hasil akhir, tapi sebenarnya bukanlah itu.Ada alasan lain yang tidak bisa Evelyn katakan pada siapapun. Keras kepala Evelyn untuk kali ini tidak bisa ditentang oleh Nenek, Ibu, dan juga Kakaknya. Pernah Ibunya menentang Evelyn hingga menampar pipi gadis itu dan membuat Evelyn kabur dari rumah selama satu minggu.Satu minggu itu pula Ibu dan Kakaknya mencari Evelyn kemana-mana. Pada akhirnya Evelyn kembali ke rumah karena bujukan dari Ronan dan ternyata selama kabur itupun Evelyn tinggal di rumah Ronan. Setelah kejadian itu Evelyn memutuskan hidup sendiri.Tak hanya itu saja, h

  • Brittleness   34. Yang Tak Terduga

    Ternyata Irene justru lebih dulu mengutarakan maksudnya pada Ella dan Beatric. Entah sebenarnya mereka bertiga ada ikatan batin atau tidak, tapi yang jelas semua bisa kebetulan sama.Ella dan Beatric yang bingung bagaimana cara menyampaikan maksudnya pada Irene soal kemauan si bos besar itu, tapi justru Irene sendiri yang langsung mengutarakan isi hatinya tanpa basa-basi yang tidak jelas. Itulah yang membuat Ella dan Beatric mendadak terserang batuk-batuk."Apa kau yakin soal itu, Irene?" Ella belum mau bicara jujur. Dia takut salah dalam berucap. Beatric pun sudah memberi kode dengan menyenggol lengannya dan lucunya lagi. Beatruc berbicara dengan Ella menggunakan aplikasi percakapan, padahal mereka berdua duduk berdampingan sangat dekat. Hal itu mereka lakukan untuk menghindari jika sampai Irene salah menangkap pembicaraan mereka dan akhirnya marah.Oleh sebab itu mereka mengobrol lewat aplikasi chatting di ponsel mereka. Benar-benar sangat aneh dan Irene pun t

  • Brittleness   33. Masa Depan Irene

    Masa depanku telah hancur. Aku harus bagaimana? Apa aku harus bicara jujur pada nenek? Ah ... tidak-tidak. Aku tidak boleh bicara pada nenek, tapi aku pun tidak bisa bicara dengan ibu dan kakak. Mereka pasti akan marah besar atau bisa jadi jika nenek mendengar ini---Evelyn benar-benar dalam posisi bingung. Dia tidak bisa berpikir jernih. Evelyn menyandarkan tubuhnya di dinding dan perlahan tubuhnya melorot ke bawah dan jatuh ke lantai. Dalam hatinya dia benar-benar bingung bercampur takut. Evelyn tidak bisa memendamnya sendiri. Dia ingin mengeluarkan keluh kesahnya, tapi dengan siapa? Nicholas sudah pindah. Sedangkan Alice dan Sabrina sudah menjauh darinya. Ronan? Apalagi dengan pemuda itu, dengan Ronan justru Evelyn tidak bisa berbuat apa-apa. Dialah yang memulai semuanya, tapi entah kenapa Eve juga nyaman jika sedang bersama dengan Ronan. Amanda dan Elying tidak pernah memperhatikan Evelyn, Pamela sendiri sudah tua. Ap

  • Brittleness   32. Hamil?

    "Darah?" Irene melempar celananya ke dalam ember. "Kalau begini bagaimana bisa aku menggertak Ronan?" Irene mengacak-acak rambutnya sendiri. Tubuhnya menyandar pada dinding kamar mandi dan menengadahkan kepalanya. Irene justru merasa frustrasi. Di mana-mana jika melakukan hubungan terlarang dan tidak hamil justru dia akan senang, tapi tidak dengan Irene. Melihat kenyataan bahwa dirinya telah datang bulan membuat Irene marah besar. "Ini semua gara-gara Evelyn. Aku harus membuat perhitungan denganmu, Eve!" Irene terlihat sangat geram. Irene terdiam sesaat, terlintas sesuatu di dalam benaknya. Mungkin itu yang terbaik. Apa salahnya untuk mencobanya, tapi mereka kemarin——Irene membalikkan badannya, dia tampak terkejut saat sang ibu masuk ke dalam kamar mandi. "Kau tidak mendengar, ya?" tanyanya. "Apa? Mendengar apa?" kata Irene. "Hukumanmu itu b

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status