Share

6. Nicholas James

Sekolah Evelyn SMA Kingston kedatangan murid pindahan. Murid laki-laki ini langsung menjadi sorotan di sekolah barunya. Terutama murid-murid perempuan.

"Ayo masuk!" Ajak anak laki-laki itu. Evelyn pun menurutinya masuk ke dalam gerbang sekolah. Untung mereka berdua tidak telat sampai di sekolah.

Anak laki-laki yang berperawakan tegap, tampan, maskulin, dan murah senyum itu ternyata adalah seorang murid baru. Anak laki-laki yang sama. Evelyn terus menatap punggung anak laki-laki yang ada di depannya. Evelyn tersadar ketika ada seseorang memanggilnya dari kejauhan.

"Eveee!! Kau mau masuk kelas senior?"

"A-apa? Ke-kelas senior?" Evelyn terlihat kaget. Ternyata dia tak sadar mengikuti anak laki-laki tersebut.

"Kau mau ikut masuk ke dalam?" tanyanya. Evelyn tersenyum malu, dia langsung membalikkan badannya meninggalkan anak laki-laki tersebut.

Evelyn berlari masuk ke dalam kelasnya, dan disambut riuh oleh teman-teman sekelasnya. Evelyn mengabaikan suara riuh tersebut, dia langsung berjalan menuju bangkunya. Setelah mendudukkan dirinya di bangku. Sabrina, teman sebangkunya berceloteh.

"Siapa dia?" tanyanya.

Pandangan Sabrina tampak mengintimidasi Evelyn. Sabrina seolah meminta penjelasan atas apa yang dilihatnya. Evelyn terlihat sangat akrab dengan anak laki-laki itu.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?!" protes Evelyn.

"Bukankah kau sudah mengenalnya. Buktinya kau begitu akrab dengan dia!" Sabrina terlihat merayu.

"Aku tidak kenal siapa dia. Hanya saja, dia tadi pagi menolongku. Aku pun tidak tahu jika dia juga bersekolah disini!" Evelyn meletakkan kepalanya di atas meja.

Satu jam tiga puluh menit sudah berlalu, bell tanda istirahat berbunyi nyaring membuat anak-anak berteriak riuh dan segera menutup buku, kemudian berhamburan keluar dari kelas masing-masing. Begitupun Evelyn, anak perempuan itu sudah merasakan cacing dalam perutnya bernyanyi riang menandakan bahwa dia sangat lapar. Evelyn, Alice, dan Sabrina segera melangkah menuju kantin sekolah. 

Suasana kantin hari itu sangat ramai. Ketiganya memilih duduk di depan. Alice dan Sabrina melangkah masuk untuk memesan makanan, sedangkan Evelyn ditinggal sendirian.

"Hai, sendirian? Boleh aku duduk disini?" sapa seseorang yang tiba-tiba duduk di depan Evelyn, padahal Evelyn belum mengizinkan orang tersebut duduk.

"Kau!" pekik Evelyn yang menyadarinya.

Anak laki-laki tersebut menatap Evelyn dengan senyuman khasnya memperlihatkan lesung pipinya.

"Sendirian?" tanyanya. Belum sempat Evelyn menjawab, dia sudah menyela lagi dengan pertanyaan lainnya.

"Kenapa belum pesan makanan?" tanyanya lagi. Anak laki-laki itu menatap Evelyn dengan tajam. Beberapa detik setelah itu, dia baru sadar akan suatu hal.

"Ah, aku lupa. Namaku Nicholas James, panggil saja Nicky!" Anak laki-laki itu mengulurkan tangannya pada Evelyn.

"Evelyn, panggil saja Eve!" ujar Evelyn menyambut uluran tangan Nicky.

Evelyn tertegun menatap bola mata dan senyuman Nicky yang begitu manis membuatnya terlena.

"Hey ... Eve, are you hear me!?" Nicky menggerak-gerakkan tangannya.

"Ah, maaf!" kata Evelyn dengan muka bersemu merah.

"Apa kau sendirian?" tanyanya lagi.

"Aku bersama dengan temanku, tapi--" ucapan Eve terhenti ketika melihat Alice dan Sabrina sudah duduk di bangku lain dan melambaikan tangannya. 

"Tapi apa?" 

"Hah?" Evelyn menatap Nicholas yang sibuk membuka plastik cemilan berisi dua potong roti. "Tapi tidak lagi, aku sendirian." 

"Makanlah!" Nicky memberikan sebagian bekalnya pada Evelyn. 

"Tidak perlu!" tolak Evelyn.

"Tidak perlu malu, ambillah. Ibuku yang membuatnya," 

"Tidak perlu repot-repot. Aku bisa memesan makanan," Evelyn beralasan menolak.

"Kalau kau pesan makanan sekarang, kau bisa telat masuk pelajaran jam kedua. Ambil dan makanlah, kasian perutmu, bernyanyi terus!" 

"Eh, apa? Kau mendengarnya?" Evelyn kembali bersemu merah wajahnya, dia mengelus-ngelus perutnya sendiri.

"Makanlah!" titah Nicholas. Evelyn pun tak bisa menolaknya lagi, dan tak bisa memesan makanan, karena jam istirahat hampir habis.

"Terima kasih!" ucap Evelyn.

"Jika haus, kau bisa minum ini!" Nicky menyerahkan sebuah botol air mineral ukuran kecil.

"Terima kasih!" ucap Evelyn lagi sambil menelan kunyahan pertamanya. Sebelum meletakkan botol air mineral, terlebih dulu Nicky membuka tutup botolnya.

Nicky terdiam memperhatikan Evelyn yang sedang makan. Sorot matanya tajam menatap Evelyn hingga membuat Evelyn tidak nyaman.

"Jangan menatapku seperti itu!" protesnya, "apa kau tidak ikhlas memberikan roti ini padaku?" lanjutnya.

Perlahan Nicky tersenyum dan seperti biasa lesung pipinya terlihat, membuatnya terkesan terlihat manis.

"Kenapa kau malah tersenyum?! Sungguh menyebalkan!" gerutu Evelyn.

"Pria yang kemarin itu, apa dia Ayahmu?" tanyanya tiba-tiba. Ucapan Nicky membuat selera makan Evelyn hilang. Evelyn menarik napas panjang, dan mengembuskan kasar.

"Maaf, jika pertanyaanku membuatmu tak nyaman," lanjutnya.

"Terima kasih telah menolongku, tapi maaf, jangan pernah membicarakan dia di depanku. Aku sangat membencinya!" ucap Evelyn, lalu beranjak dari duduknya meninggalkan Nicky.

"Maaf!" ucapnya singkat. Namun, permintaan maafnya tidak direspon oleh Evelyn.

Nicky yang sudah memahaminya hanya tersenyum getir, pasalnya dia sendiri pun pernah mengalaminya. Nicky pun beranjak dari tempat duduknya dan segera meninggalkan kantin bertepatan dengan bell istirahat berakhir. Semua anak-anak kembali masuk ke dalam kelas masing-masing.

Siang harinya, Evelyn yang benar-benar badmood saat itu berjalan sambil sesekali menyepak kerikil-kerikil kecil di atas jalan. Sepanjang trotoar, Evelyn tak henti-hentinya mengomel tak jelas. Bahkan Evelyn tak sadar, jika dirinya sedang dibuntuti dan diperhatikan seseorang.

"Sepakan kakimu itu bisa membuat kepala orang benjol dan terluka!" ucap seseorang dari belakang dan berjalan mendahului Evelyn. Mendengar itu, langkah kaki Evelyn terhenti.

"Kenapa kau selalu mengikutiku?! Apa kau ini adalah komplotan penculik?!" cercanya pada Nicholas.

"Jalan umum. Semua orang boleh lewat sini!" sahutnya cuek. Evelyn terdiam.

"Apa kau masih marah?!" imbuhnya bertanya.

"Tidak!" jawab Evelyn singkat.

"Kalau begitu, sampai jumpa besok di sekolah!" ucap Nicholas berpamitan, kemudian dia berbelok tepat di perempatan. Evelyn terlihat melongo ditinggal begitu saja.

"Apa-apaan ini!" Evelyn mendengkus karena sangat kesal.

“Jangan mengomel terus-menerus, nanti kulitmu bisa keriput loh!” teriak Nicholas.

"Kau meledekku hah?!" balas Evelyn berteriak tak terima ejekan dari Nicholas.

"Aku tidak meledek, hanya saja aku suka membuatmu kesal ha ha ha—" Nicholas tertawa. 

"Wah, aku benar-benar kaget dengan diriku sendiri. Apa yang tadi aku lakukan?" Nicholas bertanya pada dirinya sendiri.

__***__

 

Nicholas James, anak semata wayang dari sebuah keluarga yang mapan. Memiliki tinggi 175 cm dengan rambut blondy, serta manik mata abu-abu. Dia memiliki lesung pipi. Mempunyai senyuman manis serta berkepribadian yang hangat. Namun, kadang dia juga bisa bersikap dingin.

Kehidupannya tak jauh beda dari anak-anak remaja lainnya. Hanya saja, Nicholas memang terlihat sangat menonjol, tak hanya mempunyai paras wajah yang tampan, tetapi dia juga baik dan rendah hati. Dia bahkan mempunyai banyak pengagum, terlebih lagi dari kalangan  kaum hawa. Banyak anak perempuan ingin berkenalan dengan Nicholas ataupun ingin dekat dengan Nicholas.

Di sekolahnya yang baru pun, Nicholas terbilang cepat sekali terkenalnya. Baru dua hari pindah, Nicholas sudah menjadi bahan perbincangan anak-anak perempuan. Nicholas sendiri tidak begitu susah untuk mendapatkan teman baru. Nicky termasuk anak laki-laki yang supel dan pandai bergaul, walaupun kadang dia terlihat bersikap dingin.

Nicky pindah ke kota Kingston bersama dengan Ibunya. Dia baru saja pindah dari kota London. Pertemuannya dengan Evelyn Shanelly untuk yang kedua kalinya ini memberikan kesan tersendiri untuk Nicholas. 

Akankah sampai disitu? Tentu tidak. Nantikan episode selanjutnya.

To be continue

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status