Share

6. Perhatian ART

Setelah mengaambil benda untuk meredakan panas yang diderita Aya saat ini, Mbok Sumi segera kembali ke kamar sang Nona untuk diobatinya. Tak lupa juga ia bawakan obat penurun panas.

Namun langkahnya dicegah oleh matian, “Buat apa itu? Siapa yang sakit?" tanya wanita itu memandangi mangkuk kecil berisi kain dibawa oleh pembantunya.

“Non Aya, Nyonya. Beliau badannya panas," jelas wanita itu dengan raut khawatir. Kekhawatirannya lebih mencerminkan jika Mbok Sumi yang merupakan seorang ibu disini.

“Oh ... " Marian justru hanya ber oh ria saja. Ia lebih memperdulikan dengan bingkisan di tangannya dan mendahului langkah Mbok Sumi.

Mbok Sumi membuka mulutnya. Ia fikir setelah mengatakan jika Aya sakit maka Marian akan khawatir juga, tetapi ia salah kaprah.

Mbok Sumi hanya bisa berkata di dalam hati, "kasihan non Aya. Sakit saja Nyonya tidak khawatir. Apa karena non Aya bukan anak kandung Nyonya. Tapi setidaknya luangkan lah waktu untuk putrinya. Sedikit saja. Bukan hanya meluangkan waktu untuk pria asing." Mbok Sumi begitu penuh harap.

***

Tanpa terasa, hari sudah gelap di luar sana. Horden yang semula terbuka kini sudah ditutup kembali. Mbok Sumi begitu telaten mengurusnya yang sedang sakit.

Waktu yang berlalu cepat, namun Aya tak memperdulikan hal itu. Yang ada di benaknya saat ini adalah bagaimana ia sembuh dari rasa pusing yang mendera di kepalanya.

Dengan samar Aya bisa mendengar suara Marian bercakap dengan Mbok Sumi di luar pintu kamar yang tidak ditutup dengan rapat. Masih ada celah untuk jalan suara.

“Ngapain dibawa ke rumah sakit? Sekarang keuangan aku sedang kacau. Jadi sebaiknya biarkan saja dia. Lagipula itu hanya panas biasa saja. Besok juga sembuh," ucap Marian acuh.

“Maaf Nyonya. Saya hanya kasian saja ..."

“Kamu cuma pembantu disini. Tugas kamu kerja. Bukan untung mengasihani orang," tandas Marian yang justru ke perasaan Aya.

Perkataan Marian itu membuat ia seketika tidak hanya kepala ayah yang berdenyut, tetapi hatinya juga ikut berdenyut sakit.

Aya hanya menghela nafas saja dengan mata yang berkunang-kunang. Rasanya untuk bangun saja ia sudah tidak sanggup lagi. Mungkin karena efek kurang darah.

Setelah sejenak berkata dengan Marian, Mbok Sumi mendatangi Aya.

Mbok Sumi terkejut ketika memandangi Aya yang tengah mengeluarkan air matanya.

“Nona kenapa?" tanya wanita itu antusias. Diletakkannya sebuah bubur hangat di atas meja dan duduk di pinggir ranjang menatap Nonanya menangis sedih.

“Apa aku ini bukan anak kandungnya Marian dan En ya? Kenapa mereka selalu mengacuhkan aku?" tanya Aya dengan frustasi.

Mbok Sumi langsung saja memeluk Aya yang masih merebahkan diri. Dengan lembut ia menghapus air matanya.

“Percaya sama saya, Non. Suatu saat mereka akan sadar. Suatu saat mereka akan menyadari jika non adalah seorang anak yang istimewa dan tidak sepatutnya diperlakukan seperti ini. Suatu saat mereka kan sayang sama, Non," terang Mbok Sumi memberi semangat kepada Aya.

Aya hanya bisa mengangguk pasrah, ia tahu jika perkataan mboj sumi itu mungkin saja hanya agar ia tidak pesimis.

“Sekarang Nona makan bubur hangatnya ya!" ucap pembantunya itu kemudian.

Aya mengangguk kecil ketika akhirnya Mbok Sumi membantu Aya untuk duduk dengan bersandar di bantal. 

“Terima kasih ya Mbok.." ungkap Aya dengan lirih.

“Terima kasih buat apa, non?" tanya Mbok Sumi kini memegang mangkuk buburnya.

“Terima kasih karena Mbok Sumi selama ini sudah baik sekali sama Aya ... " ucap Aya dengan tulus.

Wanita itu tersenyum dengan manisnya, “Sama-sama Non. Ini kan sudah bagian dari pekerjaan saya."

Aya membuka mulutnya menerima suapan dari Mbok Sumi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status