Share

Buanglah Suami Peselingkuh Pada Tempatnya
Buanglah Suami Peselingkuh Pada Tempatnya
Penulis: Pena Ertha

BAB 1

Suara lenguhan terdengar memenuhi seisi kamar tidur gelap yang hanya bermandikan cahaya temaram dari lampu tidur. Terlihat pasutri sedang memuaskan hasrat pasangannya masing-masing.

Pandu melumat bibir merah Naomi yang begitu menggoda dengan penuh gairah. Wajah Naomi bersemu sempurna begitu bibirnya beradu dengan bibir milik Pandu. Tangan pria itu bergerilya meraba tubuh bagian bawah milik Naomi, membuatnya sontak terenyak dan membebaskan desahan yang membuat Pandu tersenyum senang.

“Aku baru mulai Naomi,” bisik Pandu tepat di telinga Naomi.

Tubuh Naomi menggeliat setiap kali Pandu memainkan jarinya pada bagian inti tubuhnya, dan membuat wanita itu hilang akal. Tidak ada yang bisa dipikirkannya saat ini selain Pandu.

Pandu mengecup tengkuk leher Naomi yang indah, napasnya yang hangat membuat Naomi larut dalam kenikmatan.

Namun, belum sempat mereka menyelesaikan kegiatan tersebut, suara dering dari ponsel Pandu memecah suasana panas keduanya.

“Ponselmu....” ujar Naomi dengan napas terengah-engah.

Pandu hanya melihat sekilas layar ponsel di atas nakas yang tak jauh dari tempat tidur dan mengabaikannya.

“Ga penting,” balasnya singkat lalu kembali mengecup leher Naomi.

Bukannya berhenti, ponsel Pandu malah terus meraung-raung menuntut pemiliknya untuk segera mengangkatnya. Naomi yang merasa terganggu langsung mendorong tubuh Pandu agar pria itu berhenti sejenak.

“Siapa tau penting.”

Pandu berdecak sebal, karena kegiatannya diinterupsi oleh dering ponselnya yang berisik itu. Dengan berat hati Pandu beranjak dari tempat tidur dan meraih ponselnya.

“Aku angkat dulu,” seru Pandu lalu beralih menuju balkon dan menutup pintu rapat-rapat.

Dari dalam kamar, Naomi memperhatikan suaminya itu. “Katanya ga penting, tapi menerima teleponnya di luar.” Naomi menggelengkan kepalanya seraya tersenyum geli, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

Pandu terlihat sangat serius, beberapa kali ia mengusap tengkuknya dan berpikir. Beberapa kali juga ia melirik ke arah Naomi dan mengulas senyum simpul.

Walaupun begitu tidak ada pikiran apa pun yang terbersit di benak Naomi, ia hanya memerhatikan Pandu lamat-lamat dengan senang hati.

Setelah beberapa saat Pandu kembali masuk ke ruangan dan segera menghampiri Naomi.

“Aku harus pergi untuk menyelesaikan hasil pemotretan kemarin,” ucap Pandu dengan sedih.

“Bukannya kamu bilang masih punya banyak waktu sampai deadline?”

“Harusnya gitu, tapi bos tiba-tiba minta hasil secepatnya karena sedang bersaing dengan agensi baru itu. Haaa... menyebalkan, padahal aku belum menyelesaikan kegiatanku bersamamu,” keluh Pandu dengan wajah sedih.

Naomi tersenyum seraya menggenggam tangan pria itu dengan hangat, “Mau bagaimana lagi, namanya juga pekerjaan. Selesaikan dulu pekerjaanmu dan kita bisa melakukannya lagi nanti kan.”

Pandu mengelus wajah Naomi dengan lembut, “Kamu memang selalu pengertian. Kalau gitu aku pergi dulu, kalau ada sesuatu hubungi aku.”

Pandu kecup kening Naomi, kemudian buru-buru mengambil kunci mobil dan jaketnya. Setelah itu Pandu melenggang keluar dari kamar tidur, meninggalkan Naomi seperti malam-malam sebelumnya.

Sudah dua minggu ini Pandu selalu sibuk dengan pekerjaannya. Pria itu sering sekali lembur karena tenggat waktu yang diberikan atasannya sangat singkat, bahkan sering dimajukan tiba-tiba. Karena itu akhir-akhir ini Pandu jarang sekali bermalam di rumah.

Namun, alih-alih sedih, Naomi lebih khawatir pada kesehatan fisik dan psikis suaminya. Naomi khawatir pria itu tertekan, tapi Naomi juga tidak bisa membantu apa-apa selain memberi dukungan padanya.

Wanita itu menghela napas panjang, lalu bangkit dari tempat tidur dan pergi menuju ruang kerja. Ia membuka laptop, mulai memeriksa data-data penjualan di butiknya. Karena lebih menyukai cara konvensional, Naomi pun mencetak data-data tersebut dan menandai beberapa bagian penting dengan stabilo.

“Loh, staplernya mana?” gumam Naomi saat hendak menjepit data-data di tangannya. “Seingatku di sini.” Ia memeriksa laci-laci di meja kerjanya, tapi benda itu tetap tidak ditemukan.

Akhirnya Naomi menyerah dan memilih untuk menghubungi Pandu.

“Mas, stapler kamu taruh di mana? Di laci meja nggak ada,” kata Naomi begitu Pandu mengangkat teleponnya.

“Ada di laci ruang gelap kalau tidak salah,” sahut Pandu di ujung sana.

“Oke, makasih, mas.”

Naomi berpindah ke ruang gelap yang tepat bersebelahan dengan ruang kerjanya. Ruangan itu dipakai Pandu untuk mencetak hasil jepretan kamera digitalnya secara manual. Selain Naomi, Pandu juga masih menyukai cara konvensional dalam fotografi tapi hanya sebatas untuk bereksperimen dan mengulik saja.

Naomi mencari-cari stapler itu tapi tidak menemukannya juga di laci mana pun. Bukannya menemukan stapler Naomi malah menemukan benda lain yang malah membuat hati dan pikirannya tidak tenang.

“Punya siapa ini?” gumam Naomi seraya mengambil sebuah anting rumbai dengan manik berkilau yang indah. “Ini bukan punyaku...”

Jelas sekali anting itu adalah anting wanita. Tidak perlu validasi siapa pun, anak kecil pun bisa menebaknya dengan mudah. Bagaimana benda itu bisa berakhir di ruang gelap Pandu?

“Apa milik teman mas Pandu yang tertinggal?" Naomi bertanya-tanya sendiri. "Tapi seingatku mas Pandu nggak pernah bawa temannya ke rumah...”

Jika memang milik temannya, mengapa Pandu harus menyimpannya? Bukankah bisa dikembalikan secepatnya? Naomi menggelengkan kepala, berusaha untuk tidak memikirkan anting-anting itu.

Hingga keesokan paginya, saat menyambut kepulangan suaminya dengan hangat, Naomi merasa ada yang aneh.

Naomi menatap Pandu penuh selidik. Penampilan pria itu terlihat acak-acakan, bajunya lusuh, rambutnya juga berantakan. Tapi hanya itu saja. Pandu tidak terlihat lelah sama sekali, padahal bukankah pria itu bergadang semalaman?

Dengan manja Pandu memeluk tubuh Naomi. “Ah... aku lelah sekali,” keluhnya.

Naomi tentu balas merengkuh tubuh Pandu, tapi tiba-tiba saja aroma parfum yang asing tercium dari pakaian suaminya. Kening Naomi berkerut, diam-diam ia mengendus aroma parfum itu.

Deg.

Jantung Naomi seketika berdegup dengan lebih cepat.

Tidak salah lagi. Itu bukan aroma parfum milik Pandu, bahkan berbeda sekali dengan aroma parfum yang Naomi hirup semalam sebelum pria itu pergi.

Ditambah lagi, aroma parfum yang menyeruak dari pakaian Pandu beraroma manis, seperti parfum wanita.

Perasaan Naomi mulai tidak karuan. Setelah sebuah anting, sekarang aroma parfum wanita menempel di pakaian Pandu...

‘Apa mungkin Mas Pandu bermalam dengan wanita lain?’ 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status