Suasana kampus tampak tenang, karena para mahasiswa sedang masuk kuliah pagi. Ada beberapa orang yang tengah duduk di taman kampus, menunggu jam kedua, atau beberapa orang mahasiswa yang lagi proses penyelesaian, saling berbincang mengenai kendala yang mereka hadapi masing-masing.Keke sempat bertemu dengan beberapa kawan seangkatan yang belum berhasil menyelesaikan S1-nya. Hanya sekedar sapa salam, karena Keke dan mereka hanya kenal sekilas, sedangkan teman akrabnya telah diwisuda semua. Keke sengaja ke kampus untuk melegalisir ijazah. Seperti yang telah dia ungkapkan pada Bujang, dia ingin ikut CPNS beberapa Minggu lagi.Sudah dua jam Keke menunggu, namun namanya belum terpanggil, sementara berkas sudah dimasukkan sejak dua jam yang lalu. Memang, legalisir antri, karena sedang musim CPNS."Wow, lihat siapa di sini."Suara familiar, Keke menoleh. Kevin, dengan wajah sinisnya, wajah yang tak pernah Keke lihat selama ini. Atau bisa jadi memang inilah Kevin yang aslinya. "Mau apa kamu
Setelah turun dari mobil travel, Keke langsung berlari memasuki pekarangan rumah. Luqman sampai terheran-heran, sedangkan Bujang yang tengah berada di gudang kaget saat Keke tiba-tiba saja memeluknya. Aksi itu tak luput dari perhatian Luqman, tapi sebagai orangtua yang lebih dulu merasa indahnya penganten baru, dia hanya tersenyum maklum.Bujang membalas pelukan itu, memberikan Keke waktu untuk bercerita. Entah apa gerangan yang terjadi. Yang jelas, Bujang merasakan istrinya itu semakin manja dan tak lagi malu menunjukkan kemesraan padanya."Kita ke rumah dulu." Bujang menuntun Keke naik ke tangga rumah panggung. Dia tak ingin aksi mesra-mesraan itu jadi tontonan gratis Luqman."Ada apa? Sesuatu terjadi?" Bujang meraih dagu keke. Menatap wajah cantik yang bersemu merah itu.Keke menggeleng. Bolehkah dia mengatakan bahwa dia rindu laki-laki itu? Dia tak sabar untuk pulang ke rumah. Tapi mengungkapkan perasaan lebih dulu terdengar memalukan. Dia rindu walaupun bari berpisah hitungan jam
Pengalaman pertama, bagaikan siksaan manis yang takkan terlupakan. Sama-sama belajar, sama-sama menyesuaikan, sama-sama memberi sebanyak mungkin.Bujang bekerja lebih semangat, senyum cerah terbit di bibirnya, sehingga membuat Luqman geli sendiri. Setelah sekian lama, dia sudah melepaskan keperjakaannya pada istrinya sendiri, istri yang sangat cantik, sangat manis, yang membuat Bujang mabuk kebayang siang dan malam. Keke tak bisa dijabarkan bagaimana indahnya, dia memiliki apa yang seharusnya dimiliki oleh wanita sempurna.Setelah sholat subuh, Keke melanjutkan tidurnya, karena dia merasa kelelahan. Perasaan tak nyaman mengganggunya, karena ini adalah yang pertama juga untuknya. Buhang hanya tersenyum, mempersilahkan Keke tidur kembali setelah dia memberikan segelas susu."Senyum-senyum sendiri dari tadi," kata Luqman. Bujang menatapnya sekilas, kemudian fukos kembali ke pahat di tangannya. Senyumnya masih mengembang."Apa sudah berhasil?" Luqman menaik turunkan alisnya, sedangkan Bu
Dua bulan kemudianKeke tak bisa menyembunyikan wajah kecewanya, harapan untuk menjadi PNS sirna sudah, dia tak lolos di tes kedua. Setelah dia melihat, namanya tak muncul di tabel pengumuman yang diberikan secara online, Mood Keke memburuk, seharian dia membungkus dirinya dalam selimut dan mengeluhkan tak enak badan.Padahal dia berkhayal bisa menjadi PNS, sehingga dia tak dicap pengangguran, dari dulu dia berniat, setelah bekerja, dia ingin membiayai sekolah Bayu sampai sarjana. Tapi sepertinya keberuntungan belum berpihak.Bujang masuk ke kamar, ia mengelus rambut Keke, wanita itu menggeliat malas, dia tidak tidur, tapi ingin memejamkan matanya tanpa melakukan apa-apa."Ayo, makan siang.""Nggak selera, Bang," sahutnya sambil memejamkan matanya kembali. Dia menarik selimutnya lagi, padahal cuaca di luar panas terik."Pengen makan jambu madu, tapi yang tidak terlalu manis. Kemaren, Keke lihat, pohon jambu madu Mak Farhat sudah berbuah, Abang mau ambilkan, tidak?""Mau, tapi kau maka
Gulai ayam nanas permintaan Keke, diganti dengan gulai ayam rebung. Hal itu karena ibunya ragu memasak gulai ayam nanas, menghindari resiko, takutnya Keke sudah berisi tapi belum sadar.Rasa gulai ayam rebung tak kalah enak, buktinya Keke nambah dua kali. Bujang tak pernah melihatnya makan selahap itu. "Nambah, Jang! Rugi kalau tidak nambah, masakan istriku paling enak di dunia, itulah yang membuatku jatuh cinta padanya," puji Pak Iwan pada istrinya, yang dipuji geleng-geleng kepala, sedangkan Bayu menatap ayahnya aneh. Seperti geli dan malu.Pujian Pak Iwan tak berlebihan, gulai ayam rebung itu memang enak, Bujang teringat akan almarhumah ibunya yang juga pintar memasak. Apa pun yang dibuat oleh almarhumah ibunya, tak ada yang tidak enak. Tiba-tiba Bujang rindu, walaupun sudah lama sekali mereka meninggal dunia. Mungkin besok lusa, dia akan mengajak Keke berziarah ke makam kedua orangtuanya."Ayo, Bang! Tambah nasinya!" Keke menyentuh siku Bujang, memberinya senyuman manis. Bujang m
Bujang mondar-mandir di depan kamar mandi Keke. Keke masuk beberapa menit yang lalu dengen menbawa alat tes kehamilan yang semalam dibelikan Bujang.Waktu subuh sebentar lagi, seperti kata ibu Keke, air urin pagi hari sehabis bangun tidur lebih akurat untuk tes kehamilan.Tadi malam, setelah sampai di rumah, dia mendapati Keke telah masuk ke dunia mimpi, wajar saja, Bujang sampai di rumah jam sebelas malam. Sementara istrinya itu telah menguap-nguap sebelum pergi ke apotik.Semalaman Bujang tidak tidur, padahal kehamilan Keke belum pasti, dia sudah berkhayal menggendong anak. Membayangkan saja hati Bujang sudah bahagia. Apa yang lebih sempurna dibanding menjadi seorang ayah? Tidak ada, menjadi seorang Ayah adalah bukti sempurnanya seorang laki-laki, dimana anak adalah pewaris darah dan nasab, keturunan merupakan aset yang lebih berharga dibandingkan harta dan jabatan.Pintu kamar mandi terbuka sedikit, kepala Keke mengintip dengan wajah tak terbaca. Bujang telah mempersiapkan diri unt
"Keke belum bangun, Jang?" tanya Pak Iwan. Bujang duduk di kursi kayu sambil melihat Pak Iwan yang menganyam rotan. Sepertinya Pak Bujang tengah membuat tudung saji.Sejak perdebatan tadi, Keke belum mau bicara sepatah kata pun, dia malah menghabiskan waktu untuk tidur, tanpa mandi, tanpa berniat membuka selimut sedikit pun."Masih, mungkin nggak enak badan.""Ibu rasa, Keke memang sudah berisi," sahut Ibu Keke sambil meletakkan dua gelas kopi dan sepiring goreng pisang di dekat Pak Iwan. Tanpa menunggu lama, Pak Iwan mencomot satu goreng pisang yang masih panas itu."Iya, tadi sudah kami tes, dan alhamdulilah, positif." Bujang tak punya alasan untuk menyembunyikan kenyataan itu, bagaimanapun, wanita yang pernah melahirkan dan punya anak, bisa melihat ciri-ciri orang hamil. Bujang pernah mendengar itu, tapi entah kapan."Alhamdulillah," sahut Pak Iwan dan istrinya dengan wajah berbinar."Tapi Keke melarang saya memberi tahu. Katanya biar kejutan." Bujang menambahkan."Sebenarnya pas k
Bagi Bujang, Keke itu bagaikan gula yang selalu manis, kehadirannya menjadi candu dan membuat hidup Bujang lebih bewarna. Keke mengenalkan berbagai rasa pada dirinya, rasa cinta, rasa sayang, rasa rindu dan rasa cemburu. Keke ibarat magnet yang menarik dirinya untuk selalu mendekat, tak ingin berjauhan bahkan untuk waktu yang sebentar.Kadang Bujang tak percaya bisa berjodoh dengan Keke, sang Primadona kampung yang menjadi buah bibir setiap orang. Padahal, selama ini Bujang sudah tak begitu berambisi lagi untuk menikah, kalau pun ada wanita sederhana yang mau menjadi istrinya, dia akan menerima dengan tangan terbuka, tapi Tuhan malah memberikan Keke sebagai pendampingnya, seakan Keke adalah hadiah karena kesabaran dan keikhlasannya selama ini yang telah menerima takdir.Bujang tak bisa melepaskan matanya dari wajah cantik itu, wajah berseri yang berdiri di antara kerumunan orang yang menonton pertunjukan Tambua Tansa. Keke begitu menikmati, dia berada tak jauh dari kelompok pemain Tam