Share

Sebuah Perjanjian

Author: Syarlina
last update Last Updated: 2023-05-31 19:17:02

Aira, dan Xabiru sarapan pagi bersama dengan suasana yang kaku. Tidak ada pembicaraan diantara mereka kecuali Jingga yang sesekali berceloteh tentang kegembiraannya karena telah tidur sekamar dengan ayah dan bundanya. Ia juga mengaku berpindah posisi karena merasa sesak dipeluk ayahnya saat tidur. Mendengar hal tersebut Aira menoleh ke Xabiru, menatapnya lekat seolah menyatakan kalau bukan dia yang sengaja bertukar posisi jadi berada di tengah, tapi anaknya sendiri. Xabiru yang ditatap bersikap datar saja seakan membalas pernyataan Aira kalau dia tidak tertarik dengan fakta yang terjadi. Ia sudah menganggap angin lalu hal tersebut, seolah bukan hal yang penting.

"Ini, tanda tanganilah!" pinta Xabiru setelah mereka selesai makan pagi dan hanya menyisakan keduanya di ruang makan. Jingga sudah berlalu pergi ke ruang tengah menonton tivi, tayangan kartun kesukaannya.

Aira mendongak ke arah Xabiru sebentar lalu kembali fokus ke lembaran kertas di atas meja makan. Ada tiga lembar yang disodorkan Xabiru padanya.

''Wedding Agreement?'' ucap Aira dalam hati membaca tulisan paling atas di lembar paling depan dari lembaran kertas putih tersebut.

"Apa ini, Pak?" tanyanya dengan wajah bingung.

"Perjanjian pernikahan. Kita perlu membuat hal tersebut untuk mencegah hal yang tidak diinginkan." Xabiru mengartikan bahasa asing tersebut karena dia yakin istri barunya ini tidak mengerti. Dari info ibunya, Aira hanya lulusan SMA.

Kening Aira berkerut mendengarnya. "Mencegah apa Pak?" tanyanya lagi memastikan. Aira belum mengerti maksud dari kertas yang disodorkan Xabiru padanya. Dia juga tidak menyadari sejak kapan laki-laki yang berstatus suami tersebut sudah menyiapkan kertas tersebut agar ditandatanganinya.

"Maaf, aku tidak mencintaimu dan pernikahan ini terpaksa dijalani. Ibu yang memaksaku menikahimu. Dia yang menyukaimu, bukan aku, dan aku tak bisa menolaknya. Lagi pula kamu pasti tahu kalau aku sudah punya pacar. Jasmin. Wanita itu sudah sering datang ke rumah."

Aira mengepalkan satu tangannya di bawah meja makan tanpa sepengetahuan Xabiru. Itu dilakukannya untuk menahan sakit yang tiba-tiba mendera hatinya. Hatinya berdenyut nyeri saat laki-laki yang diharapkan mencintainya tersebut mengatakan hal yang sangat menyakitkan.

'Tidak mencintai? Aku paham karena pernikahan ini sangat mendadak dan kita tidak diberi waktu untuk saling mengenal dulu, tapi bisakah diam saja tak perlu mengungkapkannya?' Aira menyanggah dalam hati. Sesak, itu yang saat ini dirasakannya.

"Baca saja dulu poin-poin yang ada di sana. Biar kamu tahu batasan di antara kita dan apa saja hal yang perlu kamu patuhi. Perjanjian ini tidak akan lama. Hanya setahun saja, jadi bersabarlah. Bertahanlah tetap di sisiku sampai batas waktu yang ditentukan. Setelah itu kita akan berpisah," lanjut Xabiru tanpa rasa bersalah.

Kepalan tangan Aira makin erat sampai menggenggam ujung bajunya. Ia masih mencoba bertahan, mengontrol emosinya yang semakin naik. Aira berpura fokus ke tulisan dalam lembaran kertas tersebut seolah sedang membacanya hikmat. Padahal ia sedang mengendalikan diri, menahan sesuatu yang mendesak keluar dari kedua pelupuk matanya.

"Kuat, Ai. Kuat! Kamu harus kuat!' Batin Aira bersuara memberinya semangat. Kepalanya dipaksa tegak jangan sampai menunduk. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Xabiru apalagi sampai meneteskan air mata. Meskipun kaca-kaca bening di pelupuk matanya sudah menumpuk memaksa ingin dikeluarkan.

"Berpisah?" lirih Aira bersuara setelah sekian menit diam.

Xabiru mengangguk.

"Kamu tenang saja. Perjanjian itu tidak akan merugikanmu, malah menguntungkan. Ada poin di sana aku tidak akan menyentuhmu. Jadi kamu tidak perlu takut kalau aku macam-macam. Lagipula kamar kita terpisah, jadi semua akan aman sampai akhirnya kita bercerai. Terus ada poin kalau kamu akan mendapatkan rumah, mobil, bahkan tabungan selama setahun. Tiap bulannya pasti kuisi sesuai nominal yang kamu minta, jadi nanti kamu tinggal tulis saja mau berapa. Kalau bisa jangan berlebihan. Ada tawaran nominalku di sana, kalau dirasa kurang bisa dinaikan, tapi jangan memberatkan, tapi terserah lah, akan kuusahakan berapa pun itu." Xabiru tampak kebingungan sendiri memberi penjelasan. Ia takut Aira memanfaatkan keadaan dan mempersulitnya. Bisa jadi Aira bersikap tamak dengan meminta nominal yang tak masuk akal. Ia berharap Aira bisa bijak dalam mengambil keputusan.

"Apa tidak bisa dicoba dulu, Pak? Kita baru mulai, siapa tahu kita cocok." Aira memberi saran dengan hati yang remuk. Suaranya sampai bergetar.

Xabiru menggeleng. "Perbedaan kita terlalu besar. Sulit untuk disatukan. Lagi pula kita tidak saling cinta. Kamu cukup mencintai dan merawat Jingga dengan baik, maka aku akan memperlakukanmu dengan baik juga. Jangan khawatir, mengasuh Jingga juga ada rinciannya, akan terpisah dengan nominal gajimu sebagai istriku."

"Gaji? Menjadi istri dan ibu itu digaji, Pak?" Nada Aira meninggi saat mempertanyakan dua hal tersebut. Ia kesal karena Xabiru menilai semuanya dengan uang.

"Maaf, kalau perkataanku menyinggungmu. Aku hanya bicara fakta. Anggap saja begitu karena seperti itu nantinya yang tertera di surat perjanjian kita."

"Aku tidak akan menandatanganinya!" Aira dengan kasar mendorong lembaran kertas tersebut ke arah Xabiru.

"Aku hanya ingin memberikan keuntungan. Mau ditandatangani atau tidak, pernikahan kita akan tetap berakhir," balas Xabiru menatap tajam Aira.

"Bagaimana kalau ini kuberikan ke Ibu Laila? Biar kita minta pendapatnya tentang hal ini." Lembaran surat perjanjian itu diambil kembali oleh Aira. Ia bahkan mendekapnya ke dada.

'Ayah itu takut sama Nenek. Semua yang diminta Nenek selalu dituruti Ayah.' Aira teringat akan ucapan Jingga kemarin tentang ayahnya. Makanya Aira mencoba menggunakan hal tersebut untuk mengancam Xabiru.

Xabiru tersenyum masam. "Jangan mengancamku, Aira. Dalam benakku kamu bukan wanita seperti itu."

Sedikit terenyuh Aira mendengarnya. Senang karena Xabiru mempunyai pemikiran yang baik tentangnya, tapi rasa itu hanya sementara hadir, setelahnya, rasa kecewa tetap mendominasi.

"Baik, akan kutandatangani, tapi aku ikut memberikan aturan juga di sini. Tak adil kalau cuma Bapak saja yang memberikan aturan."

Xabiru tampak berpikir lalu ….

Xabiru mengangguk. "Boleh, asal tidak merugikanku."

Senyum tipis terbit di wajah Aira. "Baik, Pak. Akan kubuat poinku lah yang menang. Kita lihat saja nanti."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jogi Hutapea
makin seru
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Babysitter Biasa   Akhir Kisah Ini

    "Mas, kopinya." Aira masuk ke kamar membawakan secangkir kopi untuk Xabiru. "Terima kasih ya, maaf merepotkan." Segera meraih cangkir tersebut dari tangan Aira. "Masih sibuk, Mas?" Aira mengamati suaminya yang masih fokus ke layar laptop. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Hubungan keduanya makin baik pasca kecelakaan yang menimpa Xabiru. Sesuai dengan janji yang disepakati, Xabiru ingin memulai hubungan layaknya suami-istri pada umumnya. Surat perjanjiannya bersama Aira sudah dimusnahkannya. "Iya, banyak yang harus diselesaikan, besok ada meeting." Xabiru menjawab tanpa menoleh ke Aira. Ia terlalu fokus ke layar laptop. "Oh, tapi besok sidang 'kan, Mas? Mas nggak datang?" Aira mencoba mengingatkan. Xabiru menoleh sebentar. "Datang, kok. Masih bisa. Meetingnya sore. Kalau pun sidangnya lama, biar Pak Burhan saja yang urus."Aira manggut-manggut mendengarkan."Menurut Mas, gimana? Apa Mbak Jasmin bakal di penjara atau?" Aira membuka obrolan tentang sidang Jasmin yang a

  • Bukan Babysitter Biasa   Orang di Balik Kecelakaan

    Semalaman Aira dan Bu Laila di rumah sakit menjaga keadaan Xabiru. Sebenarnya Bu Laila tak tega pada Aira karena menantunya itu dalam keadaan hamil muda. Kesehatannya juga tak baik. Bu Laila sempat meminta Aira untuk pulang saja, tapi Aira menolak. Ia ingin menemani suaminya sampai sadar. Pulang tak kan membuat perasaannya tenang. Justru membuatnya tak bisa tidur dan kepikiran terus. ***"Ra, Aira," lirih Xabiru memanggil istrinya. Ingin mengusap kepala Aira, tapi tak bisa. Tenaganya tak kuat. Ia merasa sangat lemah. Saat matanya mengerjap, orang yang pertama dilihatnya adalah Aira yang duduk tertidur sambil merebahkan kepalanya di ranjang yang ditempatinya. Ia merasa bersalah. "Ra.""Mas! Kamu sudah sadar? Ada yang sakit? Tunggu! Biar Aira panggilkan dokter dulu." Aira terkesiap melihat Xabiru yang telah sadarkan diri. Aira bangkit dari duduknya dan tampak kebingungan. Namun ia akhirnya ingat harus memanggil dokter segera. Xabiru tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala. Meno

  • Bukan Babysitter Biasa   Penyesalan Aira

    Pantas saja perasaan Aira tak enak sejak kepergian suaminya. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal, tapi tak tahu apa itu, ternyata Mas Xabiru. Suaminya itu mengalami kecelakaan. Bergegas Aira menyiapkan diri untuk pergi ke rumah sakit. Ia berganti pakaian dulu, baru setelah itu mengambil beberapa baju buat suaminya. Ia tak tahu seberapa parah keadaan Xabiru, tapi pasti akan membutuhkan beberapa lembar pakaian ganti untuk berada di sana. Ia berharap, suaminya tidak apa-apa. Hanya luka ringan saja. Aira masuk ke dalam kamar putrinya, Jingga. Memeriksa keadaan putrinya itu sebelum ditinggal pergi. Nanti ada Bi Siti yang akan menemani Jingga sementara ia pergi ke rumah sakit. Jingga tertidur pulas. Rasanya enggan kalau membangunkan anaknya itu apalagi memberitahukan keadaan ayahnya. Memang lebih baik, Jingga tak perlu tahu dulu dan tetap berada di rumah. Hampir setengah jam Aira menunggu, baru Mang Diman dan Bi Siti tiba di rumahnya. Bergegas Aira menghampiri dengan setengah ber

  • Bukan Babysitter Biasa   Kecelakaan

    "Nikahi aku, Mas. Jadi kedua pun tak masalah asal bisa bersamamu." Jasmin tampak pasrah. Apa pun akan dilakukannya meskipun harus tersakiti. Xabiru menghela napasnya. Terasa berat memenuhi keinginan wanita di sampingnya ini. "Aku tak bisa, Jas. Aku sudah membuat keputusan untuk menjalankan pernikahanku bersama Aira. Apalagi sekarang dia sedang mengandung anakku."Brug! Xabiru tersentak kaget mendapati serangan tak terduga. Jasmin memukulkan bantal sofa ke arahnya. Wanita itu kesal karena Xabiru tak bisa menepati janjinya. Katanya dulu tidak akan tergoda atau meniduri istrinya, tapi sekarang, wanita itu malah hamil juga. "Dasar lelaki! Omongannya tidak bisa dipercaya!""Ya, memang laki-laki itu egois. Seperti yang dulu kulakukan padamu. Aku tahu kamu menyukaiku, Jas. Namun sayangnya aku lebih menyukai kakakmu."Jasmin mendelik tak suka. Kembali bantal di tangannya, dihantamkan ke tubuh Xabiru. "Sudah, Jas. Hentikan!" Xabiru meminta Jasmin berhenti, karena rasanya tak enak dipuku

  • Bukan Babysitter Biasa   Dibohongi, dipaksa Menikahinya

    Xabiru akhirnya pergi. Terpaksa karena ia pikir ini adalah kesempatan terakhirnya bertemu Jasmin. Ia ingin memperbaiki semuanya. Ingin juga mengakhiri dengan benar hubungan mereka yang sempat terjalin meskipun ia telah menikah. Ia ingin membatalkan janjinya untuk menikahi wanita tersebut. meski terdengar egois, tapi itu adalah jalan terbaik. Daripada tetap bersama dengan perasaan yang telah berubah. Bagaimanapun juga Xabiru sadar ia telah mencintai Aira, bukan Jasmin. Bahkan nama wanita tersebut sulit untuk ia masukkan ke dalam hatinya. ***Xabiru sekarang sudah berada di depan pintu unit apartemen Jasmin. Ia menunggu dibukakan pintu oleh wanita tersebut. "Masuk, Mas." Pintu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya tanpa terlihat sosok Jasmin di depan pintu. Hanya suaranya yang terdengar mempersilakan masuk. Xabiru sedikit heran tapi dia tetap masuk ke dalam. Baru berjalan beberapa langkah, Tiba-tiba dia tersentak kaget mendengar pintu apartemen tertutup. Ia berbalik dan melihat Jasmi

  • Bukan Babysitter Biasa   Terpaksa Menemui Seseorang

    Xabiru tertegun membaca pesan yang baru saja dikirim Jasmin. Dia baru tahu kalau Jasmin ingin pergi keluar negeri, tapi dalam rangka apa? Setahu Xabiru, tidak ada kunjungan ke luar negeri dari kantor dan kalaupun urusan pribadi, kenapa terkesan mendadak? "Mas.""Mas Xabiru." "Mas ....""Ya, a--apa?" jawab Xabiru tergagap baru tersadar karena panggilan Aira. Ia sedang memikirkan Jasmin. "Mas kenapa? Dari tadi kupanggil nggak jawab. Mas kayak mikirin sesuatu." Aira heran dan mulai berpikir negatif kalau suaminya tersebut tidak begitu senang dengan kehamilannya ini. Xabiru seperti banyak pikiran. Banyak termenung sedari tadi diperhatikannya. Wanita itu ingat kalau Xabiru berharap pernikahan mereka hanya berumur setahun dan akan segera berpisah secepatnya. apa itu pemicunya? apa suaminya kebingungan untuk mengakhiri semuanya setelah tahu ia hamil? "Tidak. Tidak apa," jawab Xabiru datar. Menambah kepiluan hati Aira. "Kalau begitu, habiskan makanan Mas, biar secepatnya kubereskan." Ai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status