Home / Rumah Tangga / Bukan Dokter Cinta / Bab 5. Gadis Kecil Mengubah Hidupku

Share

Bab 5. Gadis Kecil Mengubah Hidupku

Author: Sisca W.
last update Last Updated: 2022-05-24 21:10:08

David mendengar pintu ruangan kantornya di ketuk. Ia pun mempersilakan masuk orang yang mengetuk pintu tersebut. Ternyata Gilang, David pun bernapas lega. Selama setengah jam David harus menunggu kehadiran sahabatnya itu dengan perasaan gelisah.

"Iyap, Bos. Ada perintah apa nih?" tanya Gilang langsung duduk di kursi.

"Kemana aja sih, lo? Lama amat!" gerutu David kesal.

"Maapin ya, ada panggilan alam tadi." jawab Gilang cengengesan.

"Hah! Alesan aja, lo!"

"Kenapa sih, Bos? Uring-uringan? Heran deh kayak bini gue aja kalo lagi PMS." Kini giliran Gilang yang menggerutu.

"Bingung gue mau cerita dari mana?" kata David sambil memutar manik matanya.

"Cerita ya cerita aja sih, Bos."

"Jadi gini-"

David menceritakan kejadian tadi pagi yang disebabkan oleh Bita. Gilang pun mendengarkannya dengan seksama sambil mengangguk-anggukkan kepalanya terus menerus sepanjang cerita. Tetapi kelakuan Gilang malah membuat David kesal.

"Kepala lo kenapa sih? Lo kira gue lagi nge-rap apa? Manggut-manggut mulu." ucap David kesal sambil memukul pelan kepala Gilang.

"Sorry, Bos. Terlalu menghayati. Hehe." David pun melanjutkan ceritanya hingga selesai. Kepala Gilang pun ikut berhenti mengangguk-angguk.

"Tolong dong lo selidikin itu cewek. Sebenernya kayak gimana? Kalo emang beneran simpenan, masa depan gue bisa terancam." pinta David memelas.

"Lah, Bos, Bos. Ngapain sih ribet pake diselidikin. Tinggal cut aja terus cari yang lain." sahut Gilang memberi solusi yang lebih mudah.

"Waktu gue mepet, kampret! Cuma empat bulan! Terhitung dari dua minggu lalu!" geram David penuh emosi. Rasanya ingin menonjok muka Gilang sebagai pelampiasan.

"Maap, Bos. Gue lupa kalo Bos abis di sidang Tuan Besar. Okelah Bos, siap laksanakan!" ucap Gilang sambil memberi tanda hormat dengan tangan kanannya.

Ini adalah kali pertamanya Gilang menjalankan profesi sebagai detektif pribadi. Ia pun bersemangat melaksanakan misi yang diamanahkan padanya. Agaknya dia bosan dengan profesi kesehariannya sebagai supir, asisten pribadi, tempat curhat, tempat omelan, dan masih banyak lagi profesi yang bisa Gilang lakukan.

======

Langit malam yang begitu cerah. Bulan dan bintang saling berlomba memancarkan sinar temaramnya. Tetapi hawa dingin akan selalu hadir jika suasana seperti ini. Sepoi angin semilir ikut hadir menambah sensasinya.

David menutup pintu balkon kamarnya yang seluruhnya terbuat dari kaca. Ia suka jika kamarnya nampak bercahaya dan terang di pagi hingga sore hari. Selain membuat kamarnya tidak lembab, ia pun bisa menikmati pemandangan di luar sana kala penat menguasai pikirannya. Ia lalu berjalan menuju ujung kamar dan menggeser tirai berwarna abu-abu yang menjuntai panjang hingga ke lantai sehingga membuat suasana malam di luar tak tampak lagi.

Terdengar suara anak kecil berteriak memanggil kakek dan neneknya di lantai satu. Pasti itu Cheryl. David menebak dari dalam hati. Ia bergegas membuka pintu kamarnya dan setengah berlari menuju tangga. Kakinya yang jenjang membuatnya bisa melewati dua anak tangga sekaligus. Ia tak sabar bertemu dengan keponakannya yang centil itu.

"Om David!" seru Cheryl begitu melihat sosok David muncul di hadapannya. Anak kecil beringsut dari gendongan ayahnya. David pun mengulurkan kedua tangannya. Dan...

Hap!

Cheryl terjun ke dalam dekapan pamannya yang tampan itu. David pun menghujani kecupan rindu ke pipi dan leher Cheryl. Anak kecil itu tertawa karena geli yang ia rasakan.

"Hapouuffuuufuufuu. Kamu kok lama banget nggak ke sini? Dari mana aja kamu? Hapouuffuuufuufuu.." tanya David sembari terus menggelitik Cheryl dengan kecupan dan tangannya. Cheryl tertawa terbahak-bahak menahan geli.

"Udah deh, bocah ketemu bocah." gumam Ibu Kristina menanggapi tingkah putra sulungnya itu. Nicho dan Mila hanya bisa tersenyum melihat keakraban paman dan keponakannya itu.

"Ayo kita duduk di meja makan saja!" ajak Pak Johan mendahului yang lainnya.

"David, udahan, Cheryl udah capek itu!" seru Bu Tina, "Ayo kita makan!"

David menghentikannya dan mengajak Cheryl untuk makan bersama. Setiap hari Sabtu acara makan malam diadakan di kediaman Pak Johan. Nicho dan Mila yang tak tinggal bersama lagi membuat David tak bisa bertemu Cheryl sesering mungkin. Baru dua minggu saja tak bersua sudah membuat David rindu setengah mati. Selain pemandangan yang indah dari balik jendela kaca di kamarnya, Cheryl juga merupakan sesuatu yang bisa menghilangkan penat di pikirannya.

Cheryl, gadis kecil berumur empat tahun itu merubah satu sifatnya. Playboy. Meskipun tak lahir dari darah dagingnya sendiri, David selalu merasa bagaimana jika ada lelaki di luar sana ada yang seperti pamannya? Lalu menyakiti keponakannya yang menggemaskan itu? Sungguh malang nasibnya jika hal itu sampai terjadi. Lalu bagaimana jika itu terjadi dengan anak perempuannya sendiri?

David pun berpikir, mungkin sikapnya inilah yang selama ini selalu membuat para wanita hanya mengincar hartanya. Kala itu, pada akhirnya David memutuskan untuk mengakhiri perjalanan cintanya dan membuka lembaran baru hanya dengan satu wanita saja yaitu Sandra. Tetapi yang terjadi ternyata Sandra terlalu banyak tingkah dan menuntut. Menurut dia, David tak pernah ada waktu lagi untuknya selama setahun terakhir, tak pernah memperhatikannya lagi, selalu sibuk bekerja dan bekerja.

David sudah pusing mendengar keluhan dari Sandra. Bukankah dia juga suka jika David memanjakan dengan harta yang dimilikinya? Mengapa David bekerja keras untuk masa depan mereka tidak boleh? David pun menganggap ini ujian yang harus dilalui Sandra, namun Sandra tak dapat lulus dengan sempurna.

"Kita lebih baik putus saja jika kamu sudah nggak perhatian sama aku lagi." ucap Sandra seusai menangis dan mengadu di depan David. David yang sudah jengah dengan kelakuan Sandra, akhirnya mengiyakan tanpa ada embel-embel apapun lagi.

"Kalau udah nangisnya, ayo aku antar pulang sekarang!" David menatap dingin gadis di hadapannya yang sudah berhenti menangis. Sandra terkejut karena David langsung mengiyakan gertakan minta putusnya itu. David memanggil seorang pelayan untuk dibawakan tagihan makan malam mereka.

"Ayo!" David beranjak tanpa menggandeng Sandra seperti biasanya.

Sandra mengekor kepada David dengan mimik wajah yang kecut. Ia terlalu gengsi untuk menarik ucapannya yang sudah terlontar keluar. Padahal maksud hati ia hanya ingin mencobai David saja. Tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Sandra pun hanya bisa terdiam sepanjang perjalanan pulang menahan perasaan murka dan kecewanya.

David mencoba fokus untuk menyetir. Ia merasa kecewa juga dengan Sandra. Mengapa semudah itu meminta putus darinya? Gengsinya juga tinggi, ia yang biasanya memutuskan dan meninggalkan secara sepihak dengan para wanitanya yang lalu, sangat anti dan enggan untuk merengek-rengek di depan wanita agar tak diputuskan hubungan.

"Nggak mampir dulu, Vid?" tanya Sandra setelah mereka sampai di depan kosnya.

"Enggak. Aku langsungan aja." jawab David datar tanpa ekspresi.

Itulah komunikasi terakhir yang mereka jalin. Selebihnya mereka hanya terkungkung dalam perasaan gengsi hingga seiring berjalannya waktulah yang membuat mereka melupakan satu sama lain.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Dokter Cinta   Epilog

    Wenda mengambil sebuah handuk yang tergeletak di atas kasur dan mengetuk pintu kamar mandi yang sedikit terbuka dengan perlahan."Dewa, kamu udah selesai belum mandinya?" tanya Wenda setelah tak mendengar balasan dari dalam. Wenda akhirnya membuka pintu."Dewa..." panggil Wenda dengan helaan napas."Iya, Ma."Anak kecil bernama Dewa Rangga Pramono itu menoleh dengan panik. Ia menghentikan aktivitasnya bermain air di dalam bath up karena ibunya sudah berdiri dengan tatapan melotot ke arahnya."Sudah setengah jam lho." ucap Wenda menegaskan lagi agar bocah lima tahun itu segera menyelesaikan kegiatannya, "Kamu jadi mau ikut ke tempat Nenek Tiwi sama Papa David nggak?""Jadi, Ma." sahut Dewa dengan mata berbinar."Ya sudah, cepat bilas badannya."Dewa segara menata mainannya di pinggir bath up dan membasuh tubuhnya dengan air bersih dari shower. Wenda mendekap tubuh Dewa yang cukup besar untuk ukuran anak usia 5 tahun itu dengan handuk yang sudah ia bawa

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 77 Aku Minta Maaf

    "Minum obat itu, kalau nyawamu masih mau selamat."Nicho mengancam Wenda yang masih terus membuat ulah. Wenda pun hanya bisa bergeming."Cepat ambil, Kirana!" bentak Nicho dan membuat kedua wanita itu terkejut. Kirana dengan cepat mengambil pil dari lantai dan menyodorkannya ke mulut Wenda."Telan obat itu!" titah Nicho sambil menarik pelatuknya karena Wenda masih saja menutup rapat mulutnya."WENDAAAAAAA!"Suara gaduh tiba-tiba terdengar dari luar, membuat aktivitas mereka terhenti. Wenda mengenali suara tersebut dan seketika juga berteriak."Mas David, aku ada di dalam!!"Nicho terkejut karena teriakan Wenda dan menyuruh Kirana membekap mulut Wenda. Kirana pun menurut. Ia mengambil kain dari dalam tasnya untuk menutup mulut Wenda yang berisik. Ia kemudian membetulkan posisi tubuh Wenda yang sejak tadi tergeletak di lantai.Nicho berjalan keluar. Ia mendapati David dan Gilang tengah bergelut dengan kedua anak buahnya. David melihat sosok Nicho diteng

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 76 Pencarian

    David baru saja memasuki area parkir di rumah sakit tempat Wenda bekerja. Di saat ia sibuk berkeliling mencari lahan kosong untuk parkir, ia melihat Wenda masuk ke dalam sebuah mobil. Mobil yang tak asing baginya."Nicho?" gumam David. Ia pun segera mengambil ponsel dan menelepon Wenda. Panggilannya ditolak."Sial! Kenapa ditolak?" geram David sambil meletakkan ponselnya dengan kasar. Bukan perselingkuhan yang dikhawatirkan David. Sesuatu hal lain terkait keselamatan istrinya. David merasa, jika Pak Johan saja bisa sampai turun tangan mengawasi Nicho secara diam-diam, berarti ada sesuatu yang Nicho sembunyikan atau rencanakan.Ponsel David berdering. Gilang meneleponnya."Halo, Bos. Sorry baru ngabarin, ini gue ngikutin Nicho tapi kok masuk ke area rumah sakitnya Wenda ya?" ucap Gilang di telepon."Iya, gue tau. Ini gue lagi jemput Wenda. Tapi dia sekarang lagi sama Nicho." jelas David singkat karena ia sibuk mengemudi untuk membuntuti Nicho yang baru saja keluar

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 75 Pertarungan

    Cukup lama Kirana menanti wanita di depannya ini sadar dari pingsannya. Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam. Kirana menatap Wenda lekat-lekat dengan gelisah. Wajahnya cantik meskipun tubuhnya terlampau mungil jika dibanding dengan tubuhnya yang sedikit lebih tinggi dan berisi. Wenda duduk disebuah kursi. Kepalanya tertunduk lemas, tubuhnya terikat pada sandaran kursi, begitu juga kedua tangan terikat di belakang dan kakinya."Heh bangun!" Kirana sudah tak sabar. Ia menepuk-nepuk pipi Wenda dengan kasar. Tak lama, Wenda mengerang lemah. Ia membuka matanya yang masih kabur. Kirana yang tahu bahwa Wenda sudah sadar, mulai memegang dagu Wenda dengan kasar dan mendongakkan kepalanya. Wajah mereka begitu dekat.Kirana menatap tajam ke wajah Wenda. Wenda yang masih lemah hanya bisa meringis kesakitan karena Kirana mencengkram dagunya sangat kencang."Jangan kasar-kasar, Kirana."Wenda yang pandangannya masih kabur, melihat sosok perempuan yang tidak ia kenal berada

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 74 Hilang

    Poli kandungan siang ini tak begitu ramai. Wenda segaja memilih hari ini karena kebetulan ia berdinas pagi. Ia ingin segera mengecek kandungannya karena sudah telalu lama ia terlambat haid."Selamat ya, Wenda, atas kehamilanmu. Perkembangan janinmu bagus." Dokter Pandu menyelamati Wenda selagi alat USG tertempel di perutnya."Terima kasih, Dok." ucap Wenda sedikit tegang. Ia melihat layar monitor yang tergantung di dinding. Sebuah kantong kehamilan beserta janin di dalamnya tergambar jelas di sana. Haruskah ia merasa bahagia atas kehidupan yang tak diduga ini? Memang sudah sewajarnya, kehidupan ini mungkin akan hadir setelah apa yang ia dan David lakukan selayaknya suami istri pada umumnya."Kita kontrol lagi bulan depan ya, Wen."Dokter Pandu melepaskan alat USG dan perawat membersihkan gel yang masih tersisa di perut Wenda."Saya beri vitamin-vitamin, diminum satu kali sehari saja." lanjut Dokter Pandu sambil berjalan ke mejanya dan mengetikkan sesuatu di kompu

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 73 Masih Rahasia

    Widya menghela napas panjangnya, sedangkan Wina terus menggenggam kedua tangan Wenda dengan mimik wajah sendu. Wenda telah menceritakan kisah 'cinta' antara dirinya dengan David."Gue tau, gue salah menaruh harapan ke laki-laki ini. Yang gue kira bakal balas perasaan cinta gue. Gue tau, gue cuma dimanfaatin karena situasi yang keluarga gue alami." Wenda menarik napasnya sejenak, "Tapi perasaan gue nggak bisa bohong, kalau gue suka.. cinta.. sama dia sejak pertama kali gue ketemu lagi setelah dewasa.""Kalau boleh gue saranin. Menurut gue, lo jangan lepasin David gitu aja sih. Lo mau anak lo ini nggak punya bapak? Lo harus perjuangin apa yang jadi hak lo dan si jabang bayi ini, Wen." ucap Wina dengan tatapan mata dari yang muram dan sendu berubah menjadi berkilat-kilat penuh amarah."Kalau menurut gue, gue sih setuju sama sebagian saran Wina, Wen. Lo emang harus perjuangin hak lo dan anak lo ini. David emang harus tanggung jawab sepenuhnya atas anak lo ini. Tapi, lo juga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status