Share

Bab 3 (Fatma)

"Mas, bisa tolong jawab pertanyaan saya?" Ucapku setelah menghembuskan nafas.

"Aku hanya membantunya, Fatma. Tidak ada hal lain yang kuinginkan darinya karena Engkau bagiku sudah cukup," ucap Mas Rizki dengan memandang wajahku.

"Tapi … apa maksud Mas Rizki membantu anak itu? Sudah jelas-jelas Ia menggoda Mas Rizki," ucapku dengan gamblang.

Mas Rizki menyipitkan netranya, "Atas dasar apa Kau berkata seperti itu, Fatma?"

"Atas dasar chat Fani dan Mas Rizki. Mohon maaf Mas, aku sudah mengetahui semuanya termasuk pembahasan-pembahasan yang asing bagiku. Aku juga meminta bantuan teman-teman untuk menyelidiki si Fani," paparku dengan kesal.

"Astaghfirullah, Fatma! Kau membeberkan urusan rumah tangga kita kepada orang lain?" 

Mas Rizki tidak terima dengan apa yang kulakukan.

Aku memang keliru, tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak memiliki orang lain untuk sekedar bercerita selain ibu-ibu satu grup arisan. Membeberkan urusan rumah tangga adalah hal yang sangat tabu, apalagi membuka aib suami. Tapi jika aku terus-terusan terbelenggu dalam dogma itu, sama saja aku menutup diri dari keadilan.

"Tujuanku baik, Mas. Aku hanya memperjuangkan keadilan. Pada siapa lagi aku bicara selain pada mereka?" Aku menundukkan kepala sambil memikirkan kalimat yang akan kuucapkan selanjutnya.

"Kamu salah, Fatma!" Ucap Mas Rizki.

"Apakah jika aku salah sudah tentu Mas Rizki selalu benar?" 

"Tapi Kau membeberkan masalah yang sebenarnya bisa kita selesaikan berdua," sanggahnya.

"Mas, jika aku tidak bicara pada orang lain, aku mungkin tidak tahu bagaimana mengungkap perselingkuhan Mas Rizki," belaku untuk diriku sendiri.

"Seharusnya kita selesaikan bersama dulu. Jika tidak bisa, baru kita bicara pada orang lain," ucap Mas Rizki.

Aku heran pada pada apa yang Ia pikirkan, apakah Ia tidak punya rasa malu? 

"Aku sudah mencobanya kemarin, tapi Mas Rizki terus mengelak. Lalu sekarang Mas Rizki berusaha menyangkal. Mas, sepandai-pandainya tupai melompat, suatu hari nanti Ia akan jatuh juga."

"Fatma, apa yang Kau katakan padaku sebenarnya hanya asumsimu saja. Kau tidak benar-benar tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sudah kukatakan padamu, jika aku hanya menolong anak itu …."

"Tapi, aku sudah membaca chat itu dengan kepalaku sendiri bahwa Ia tidak hanya berhubungan denganmu untuk mendapatkan uangmu saja, tetapi …."

"Fatma, …."

"Mas Rizki mau terus-terusan mengelak? Apa aku perlu membuktikan itu semua?" Ucapku.

"Hanya Alloh yang tahu kebenaran setiap yang ada di bumi ini, termasuk apa yang Kau masih anggap salah."

"Terimakasih. Tidak baik membawa-bawa nama Alloh untuk pembenaran sepihak tapi menindas orang lain."

Aku lelah dengan sikap Mas Rizki. Setelah mendengarnya bicara panjang lebar, aku berlenggang masuk ke kamarku sendiri, kamar yang terpisah dengan Mas Rizki. Aku berpikir sejenak bagaimana caranya aku mengungkapkan perasaanku pada suamiku; ruang bicaraku memang sedikit, tenagaku juga terbatas. Akhirnya aku mengirimkan chat panjang lebar kepada Mas Rizki, tak peduli Ia akan membacanya atau tidak.

Engkau sebagai lelaki tak sepantasnya melakukan itu semua pada perempuan. Engkau memang diciptakan untuk menjadi pemimpin keluarga yang pantas dihormati, tapi sikapmu menghancurkan semuanya. Perempuan manapun jika mendapatkan perlakuan seperti yang Kau lakukan itu, akan terlukai hatinya.

Hati siapa yang tak luka ketika Ia dibohongi dan dianggap nomor dua setelah wanita asing yang tidak memiliki ikatan resmi? Engkau telah melanggar kaidah agama, secara undang-undang pun Engkau tidak dibenarkan untuk melakukan semua ini. Tinggalkan wanita asing itu! Biarkan Ia kembali kepada walinya karena kewajiban memenuhi kebutuhan apapun ada pada mereka, bukan pada Engkau.

****

"Apa yang Kau lakukan adalah wujud rasa cintamu pada suamimu, Mbak. Itu tidak salah sekalipun suamimu bersikukuh menyalahkanmu dengan dalih taat agama." 

Suamiku termasuk lelaki yang taat beragama; sepengetahuanku Ia selalu sholat wajib tepat waktu, setelah shubuh Ia juga sering tadarus jika pekerjaan kantor tidak menumpuk. Tapi lelaki tetaplah lelaki, tidak bisa dipungkiri bahwa mereka tertarik pada wanita di luar sana walaupun di rumah ada isteri yang menunggu.

"Kalau suamiku dulu mengata-ngataiku 'cemburu', Mbak Fat. Tapi itu juga tidak salah kok," chat Mbak Tiara. 

"Iya, kita sebagai isteri juga wajib menjaga keutuhan rumah tangga."

Aku menyimak grup sambil sesekali mengirimkan komen tanggapan. Ketika orang terdekat sudah tidak membuatku lega dan nyaman, aku mencari pelarian. Di sinilah pelarianku, teman-teman sesama ibu muda yang kukenal dari grup arisan. 

Aku merasa, sifat Mas Rizki berubah. Atau jangan-jangan ini sifat aslinya? Mas Rizki yang kutahu dulu adalah orang yang sangat baik, penyayang, dan taat beragama.

"Eh, aku tahu seragam sekolah mana yang anak itu pakai," 

Tiba-tiba ada chat yang menarik perhatianku. Aku langsung me-reply chat tersebut. "Di mana, Mbak?"

Ia menjelaskan analisis pribadinya tentang kemungkinan di mana Fani bersekolah. Sepandai-pandainya anak itu bersembunyi di balik nama-nama samaran yang Ia gunakan, pada akhirnya akan terungkap juga.

Suasana rumah tanggaku dengan Mas Rizki terasa dingin, lelaki yang kukenal baik budinya ternyata sangat mengecewakanku dengan cara yang tak kuduga. Anak pertama kami yang ada di perutku berubah menjadi seperti beban, bayanganku untuk menjadi seorang ibu sekaligus isteri yang sempurna, sirnalah sudah.

Aku dan Mas Rizki saling diam, tak ada tegur sapa untuk sekedar menanyakan 'sudah makan atau belum?' di antara kami. Aku pun tak pernah memasak, aku memilih untuk makan di warung makan cepat saji. Untuk apa masak? Toh, Mas Rizki juga sudah makan di luar sana.

Hatiku teriris ketika teman-teman arisanku justru memberiku semangat untuk mendatangi sekolah anak itu.

"Tapi, alangkah baiknya jika aku komunikasi secara personal dulu sama anak itu. Ada yang bisa bantu cari nomor HP-nya?" Chatku dengan ringan.

"Oh, kami usahakan, Mbak. Kebetulan teman saya ada yang membidangi dunia maya. Mbak Fat, mau nunggu?"

"Iya, mau. Btw terimakasih ya, Mbak."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status