Radinka terhenyak mendengar sindiran itu. Memang itu 'kan yang diinginkan Sheza? Membuat Mila benci kepadanya."It was, Mila. But everything changes."Mila menggeleng. "Saya tidak akan mempersulit apapun jika kalian ingin harta warisan itu. Percayalah, saya sama sekali tidak menginginkannya." Kedua netra itu kembali mengeluarkan air mata kesedihan. Dia sungguh tidak tau apa lagi yang akan terjadi nanti. Sheza sudah pasti mengadu kepada Nadya dan Greta.Radinka mengusap wajah dan menyibak rambut basahnya ke belakang. Dia bingung harus berkata apa untuk menampik kalimat Kemilau. Perempuan itu sedang krisis kepercayaan kepadanya. Apapun yang dia dengar pasti tidak akan bersedia dia cerna baik-baik."Saya memang pernah membenci kamu. Tapi sekarang semuanya sudah berubah. Saya baru menyadari kalau takdir tidak pernah salah. Saya percaya kamu memang jodoh saya dan sebaliknya.""Secepat itu? Apa yang Tuan rencanakan? Dari pada Tuan berniat ingin memanfaatkan saya, lebih baik sudahi pernikaha
Tidak. Tidak! Ini tidak benar. Jangan lupakan bagaimana sakitnya saat kemarin Radin merenggut kehormatannya secara paksa. Bukankah waktu itu Mila sudah berjanji akan membenci laki-laki ini sampai dia mati? Kenapa sekarang hati dan tubuhnya justru ingin berkhianat? “Kamu cantik.” Tangan Radinka mengusap pipi Mila yang begitu dekat dengan wajahnya. Dia tidak berbohong. Perempuan ini memang cantik. Hanya saja, saat bertemu di panti asuhan kemarin, kebencian sedang meliputi hati laki-laki itu sehingga tidak menyadarinya. Mila menjauhkan wajahnya. Ingatan akan perbuatan keji Radin membuat gairahnya tiba-tiba turun drastis. "Saya … saya tidak bisa, Tuan,” akunya jujur, meski tonjolan di bawah s*l*ngk*ng*nya masih terasa sangat menggoda. “I want you, Mila. Why?” Radin tidak ingin menyerah. Kini dia mencium leher perempuan itu tanpa izin. Sial! Kemilau tidak bisa berkutik ataupun menolak. Matanya terpejam secara otomatis karena sensasi geli yang tercipta dari sentuhan bibir Radin di kuli
"I swear." Radinka menempelkan bibirnya sekilas lalu melepasnya lagi. Tangannya meraba serta mengelus lengan Mila yang melingkari lehernya, sambil netra mereka masih saling menatap dalam."Jadi ... dari mana kita harus memulai?" tanya Kemilau lagi, tanpa malu-malu. "Kamu kira apa yang kamu lakukan sekarang, Nyonya Radinka? Kamu sudah memulainya sejak tadi." Radin sengaja menggerakkan punggungnya agar Mila paham maksud ucapannya. Dan perempuan itu langsung tersenyum kecil. Bibir mereka kembali terpaut. Radin memutar punggungnya sehingga dadanya merasakan kelembutan dada Mila. Ini begitu memabukkan. Salah satu titik sensitif di tubuh keduanya kini saling menyatu dan memberikan sensasi ingin terbang. Lidah yang kini membelit dengan intens diimbangi dengan tangan yang meraba-raba punggung pasangannya.Desah pendek-pendek kini terdengar memenuhi ruangan kamar mandi. Ciuman itu tak kunjung berhenti padahal sudah tiga menit lebih. Bahkan kini Kemilau sudah kembali masuk ke dalam tub dan du
Radinka mengecup puncak kening Mila sambil mengutarakan tiga kata yang meluncur begitu saja tanpa dia rencanakan. Seluruh dunia seakan berbeda setelah dia dan Mila mencapai puncak kenikmatan dalam bercinta karena sama-sama ingin. Sekarang, di mata seorang Radinka, Kemilau adalah wanita utuh yang sudah memberinya kebahagiaan secara lahir maupun batin. Dan beruntungnya dia, Kemilau adalah istri sahnya, baik secara hukum maupun agama.Kemilau sendiri masih terengah, dia mendengar ucapan itu tanpa bisa memberi tanggapan. Pelepasan ini terlalu menyenangkan dan karena dia baru pertama kali merasakannya, dirinya hampir-hampir kehilangan kesadaran.“Stay with me, Mila. Now and forever.”Mila mengangguk dan memejamkan matanya. Dadanya yang bergerak naik turun, membuat Radinka mengerti kalau istrinya masih sedikit kelelahan. Sepertinya mereka harus beristirahat sejenak.“Kamu capek?”“Hm-m.”“Kita pindah ke kamar kamu?”Kemilau kembali membuka matanya. Perasaan si ‘itu’ belum lepas. Kok udah ng
Jika tadi Radin dan Kemilau pulang dari vila keluarga Amar sekitar jam sepuluh malam, lalu sudah sempat berdiam diri di kamar masing-masing sebelum kedatangan Sheza. Kemudian insiden Mila menceburkan diri ke dalam kolam renang yang membuat mereka berujung debat di dalam kamar mandi dan berlanjut bercinta selama tiga ronde. Bisa ditebak, kira-kira saat ini jam di kamar Kemilau menunjukkan pukul berapa? Yap, tentu saja pukul satu dini hari! Ronde ketiga yang tak kalah panas dari ronde sebelumnya menjadi penutup percintaan manis di antara sepasang sejoli yang sedang dibakar gairah asmara. Setelah mandi, keduanya berpindah ke kamar Kemilau karena bed cover di kasur Radin sudah basah total. Kali ini seriusan ingin tidur dan beristirahat. Tidak ada sesi lanjutan.“Benar-benar hari yang panjang.” Radinka bergumam di samping telinga Mila yang tidur sambil memeluknya.“Hm-m. Masih ingat dibangunin jam empat subuh buat joging. Padahal aslinya janjian jam enam dengan pak Adam.”Radinka tertawa
Radinka mendapati dirinya hanya sendiri di dalam kamar saat kedua matanya terbuka. Sisi sebelahnya kosong dan Kemilau pun tidak ada di dalam pelukannya. Memutar pandang ke sekeliling dan matanya tertumpu pada jam dinding yang kini menunjukkan pukul delapan pagi. What?!Kesadaran pria itu langsung melonjak ke angka tertinggi. Dia sudah tidak pernah tidur sampai bangun kesiangan. Ini pasti efek kelelahan bercinta dan juga efek memeluk sang istri yang memberinya rasa nyaman berkali-kali lipat. Radin turun dari kasur dan langsung keluar untuk mencari istrinya. “Hon? Udah bangun?” Ternyata Mila yang baru saja masuk dari pintu samping menyadari kehadirannya.“Kamu dari mana? Kenapa nggak bangunin saya?” Kedua tangan Radin terulur meminta wanita itu menghampiri. Mila pun meletakkan ember kecil yang dia pegang dan masuk ke dalam pelukan sang suami.“Aku baru kelar nyuci baju, trus jemur-jemur. Kamu tidurnya nyenyak banget, aku nggak tega bangunin.”Radinka menghirup aroma tubuh Mila yang ma
"Loh, Mila?"Radinka dan Kemilau kompak menoleh ke arah kanan mereka. Siapa juga yang mengenal Kemilau di Bali seperti ini??Itu Devara.Jika Radinka sudah tidak kaget karena memang sudah melihat Deva kemarin pagi, berbeda dengan Kemilau yang langsung berubah ekspresi wajahnya. Kedua matanya berbinar karena tidak menyangka sang sahabat bisa ada di sini."Devara?! Lo ... lo di sini juga??" Lihatlah, dia sampai meletakkan piringnya di trotoar dan bangkit, lalu berlari untuk memeluk laki-laki itu."Ya ampun, Dev!! Gue nggak mimpi 'kan lo ada di sini?!"Yang dipeluk merasa kesenangan. Devara balik membalas pelukan Mila dengan erat sambil menepuk-nepuk punggungnya."Enggaklah. Malahan gue kaget lo ada di sini. Ke Bali juga? Sejak kapan?" "Iya, dari tiga hari yang lalu. Lo?"Pelukan mereka sudah terurai. Mila memberikan senyum termanisnya pada sang sahabat yang terlalu dia rindukan. Sampai-sampai dia melupakan Radinka yang ada di belakang mereka."Ini hari kedua gue. Lagi sarapan sama suam
Puas menyusuri pantai sambil bergandengan tangan, bermain air dengan hati-hati karena tidak memiliki baju cadangan, Radinka pun terpikir mengajak Mila untuk melakukan sejumlah wisata air. Namun karena di Sanur tidak ada, mereka kemudian bertolak Tanjung Benoa, dan berkendara kurang lebih selama lima puluh menit.“Kamu mau kita naik itu??” Radinka menunjuk ke tengah lautan, dimana sedang ada aktivitas parasailing yang sedang berlangsung di sana. Dua orang pengunjung terlihat duduk menggantung di sebuah balon udara yang ditarik oleh spead boat.“Mau!! Serius kita mau naik itu, Hon?” Mila awalnya tidak percaya.“Seriuslah. Kita ke sini karena saya pengen ajak kamu main yang beginian. Itu juga kalau kamu berani.” Mila berjingkrak kesenangan. Dia sangat suka mencoba hal-hal baru. “Ayo! Ayo! Aku mau!”“Oke, ayo.” Radinka mengapit leher Kemilau di bawah ketiaknya sambil berjalan menuju dermaga. “Nggak takut ketinggian ‘kan?” tanyanya lagi untuk memastikan.“Enggak. Suer!” Sang istri membentu