Share

Benar-benar Selesai

Napas Bumi terbuang lega, tugas terakhirnya dalam event pemerintah jelang pernikahannya akhirnya selesai. Setelah ini, Bumi akan kembali menjalani rutinitas kantor seperti biasa, sebelum cutinya tiba.

Di sela ramah tamah, dan sesi foto di akhir acara debat calon gubernur, Bumi kembali terusik dengan siluet seorang gadis. Bukan sekali ini Bumi melihat siluet tersebut berjalan cepat di sisi ruang, dan tenggelam di ruang setelahnya. Namun, ketika acara debat belum dimulai pun, Bumi juga sempat melihat sosok tersebut berjalan cepat melewati lorong hotel.

Bumi sempat mengira, hal tersebut hanyalah halusinasi. Akan tetapi, jika sampai beberapa kali melihat, pun saat acara sedang berjalan, Bumi yakin itu semua adalah nyata. Sampai akhirnya, Bumi memutuskan untuk meninggalkan kerumunan pendukung para pasangan calon, untuk menuntaskan rasa penasarannya.

Bumi berjalan tergesa, menuju titik di mana ia melihat sosok tersebut. Terus masuk ke bagian hotel yang paling dalam. Menyusuri sebuah lorong, hingga terdengar sayup tawa beberapa kelompok orang yang ada di sebuah ruang.

Langkah Bumi terhenti tepat di depan pintu yang separuh terbuka. Logikanya menolak untuk mengambil kesimpulan, tapi, Bumi tidak bisa menepis rasa penasaran yang semakin bersarang lebar di hati.

Bumi berdiri di bibir pintu dengan secari kertas tempel yang bertuliskan "crew EO". Bumi mendorong pelan, membuat keramaian yang ada di ruangan sempat senyap seketika karena kehadirannya.

“Hei, Bang!” Salah satu crew event organizer yang sudah sangat mengenal Bumi, menghampiri. Keduanya berjabat tangan, dan berpelukan sebentar. “Selamat, Bang! Sukses jadi moderator malam ini.”

Bumi tertawa pelan untuk menyambut pujian dari Gilang, ketua panitia EO di kantornya. “Thanks, berkat anak-anak, lo, juga.”

Bumi lantas melangkah masuk. Melarikan maniknya pada beberapa orang lama yang sudah ia kenal. Saling sapa, dan memberi selamat atas keberhasilan acara malam ini. Namun, di antara crew baru yang memang terkadang direkrut dadakan oleh Gilang, Bumi tidak melihat siluet yang sempat mengusiknya di dalam sana.

“Habis ini, tinggal konsen ke malam pertama, ya, Bang!” ledek Gilang lalu disambut tawa oleh beberapa crew lama.

“Sialan, lo!” maki Bumi ikut terkekeh dan merasa bahagia. Mungkin, Bumi hanya terlalu lelah, hingga sempat berpikiran yang tidak-tidak. “Gue balik duluan, Lang!” Satu tangan Bumi tersampir sedikit keras untuk menepuk punggung Gilang. Setelah itu, Bumi melambai singkat dan berpamitan pada semua orang yang ada di dalam sana.

Akhirnya, rasa penasarannya tertuntaskan juga. Semua yang telah terjadi, ternyata hanya halusinasi Bumi. Setelah ini, Bumi bisa pulang ke rumah dan tidur nyenyak. Sepanjang lorong, Bumi sempat menggeleng dan terkekeh geli sendiri akan rasa penasarannya barusan. Hingga hanya tersisa senyum miring, untuk mentertawakan dirinya sendiri.

Akan tetapi, senyum tersebut hilang seketika saat Bumi hampir saja bertabrakan dengan sosok yang sedari tadi mengganggunya konsentrasinya. Begitu keluar dan hendak berbelok dari lorong, Bumi langsung terhenyak. Berdiam diri dan memandang beku pada gadis itu.

“Ma-maaf.” Sang gadis yang juga sempat sedikit terkejut itu, lalu menunduk dan menggeser tubuhnya agar tidak menghalangi langkah Bumi. Ia melewati tubuh beku itu, tanpa kembali mengeluarkan kata.

“Lo, di sini?” Begitu kesadaran Bumi kembali, ia berbalik cepat dan melemparkan pertanyaan tersebut.

Gadis itu berhenti sejenak. Dari punggungnya saja, Bumi dapat melihat ada helaan besar yang baru saja ditumpahkan. Namun, gadis itu kembali melanjutkan langkah. Tanpa suara, dan tanpa menolehkan kepala sedikit pun pada Bumi.

“Damay! Lo sudah tuli, sekarang?”

Yang dipanggil tetap memilih bungkam, dan terus saja melangkah tanpa ingin mengacuhkan pria itu. Damay pun sempat terkejut, ketika tahu Bumi merupakan moderator debat pada malam ini. Damay juga baru tahu, jika event organizer tempatnya bekerja saat ini, bernaung dalam satu perusahaan yang sama dengan Bumi.

Kalau saja Damay tidak membutuhkan uang untuk hidup ke depannya, mungkin ia akan mengundurkan diri saja dari sana. Namun, setelah mengingat ucapan Senna, mungkin hal ini bisa dijadikan batu loncatan untuk Damay. Jadi, apa salahnya ia bertahan untuk sementara waktu.

Bumi yang merasa tidak diacuhkan itu, segera mengayunkan langkah menghampiri Damay. Meraih siku gadis itu agar berbalik menatapnya. “Lo, tuli?” ulangnya sekali lagi.

Damay menggeleng, tapi tidak jua mengeluarkan suara.

“Ngapain di sini?” tanya Bumi lagi.

Kini, Damay mengangkat kedua bahunya untuk beberapa saat. Namun, ia masih enggan membuka mulut untuk berbicara pada Bumi. Jelas-jelas ada ID Card panitia yang mengalung di leher Damay, jadi untuk apa lagi Bumi mempertanyakan keberadaannya.

“Ikut gue.” Karena kesal tidak diacuhkan sedari tadi, Bumi akhirnya membawa Damay menjauh dari ruangan para crew EO. Bumi berhenti, dan melepaskan lengan Damay setelah berada di sebuah lorong yang berbeda.

“Lo, punya mulut buat jawab gue, kan?”

Kedua bahu Damay merosot malas. Maniknya berlari ke mana saja, asal tidak melihat Bumi.

“Damay!” seru Bumi sudah hampir mencapai ambang batas, ketika tidak diacuhkan oleh gadis itu.

“Saya kerja di sini.” Akhirnya, bibir merah Damay itu terbuka menjawab pertanyaan Bumi.

“Gue tahu, lo, ker—”

“Terus ngapain nanya?” Damay memotong ucapan Bumi tanpa rasa bersalah. Santai, dan cenderung tidak acuh.

Bumi berdecak. Membuang napas pelan agar amarahnya tidak terpancing dengan sikap Damay. Dari tanda pengenal yang jatuh di bawah bagian dada gadis itu, akhirnya Bumi menyimpulkan kalau Damay adalah karyawan freelance yang direkrut dadakan oleh Gilang. “Acara sudah selesai, balik sekarang.”

“Tadi juga mau balik, tapi, Kak Bumi narik saya ke sini.”

“Balik ke kos, bukan ke night club untuk ikut after partynya anak-anak.” Yang Bumi tahu, anak-anak EO, kerap melakukan after party ketika perhelatan acara yang digawangi mereka telah usai, dan sukses. Meskipun, tidak semua crew menghadirinya.

Akhirnya, Damay mempertemukan manik lelahnya dengan Bumi. Menatap bingung. “Nggak ada after party, karena besok harus masuk pagi buat nyiapin event selanjutnya.”

Napas Bumi terhempas lega. Namun, ada sedikit pernyataan yang mengganggunya. “Besok masuk pagi? Bukannya kamu freelance?” Bumi sangat yakin, kalau status Damay hanyalah pekerja lepas.

Damay mengangguk. Masih bisa bersabar menanggapi Bumi yang tidak jelas juntrungannya. “Freelance. Tapi kata Kak Gilang, dia mau make saya lagi buat event selanjutnya. Oh, bentar.”

Damay mengambil ponsel sederhana dari saku celananya. Benda persegi itu bergetar, dan menampilkan nama Gilang di sana.

“Kak Gilang nelpon,” lanjut Damay lalu menerima panggilan tersebut tanpa menunggu respons Bumi. “Iya, Kak?” sapa Damay dengan ramah. Hanya pembicaraan singkat, dan Damay lebih banyak menjawab telepon tersebut dengan kata ’iya’.

Setelah selesai, Damay kembali menatap Bumi yang tidak merubah posisinya sedikit pun. Damay akui, malam ini pria itu tampak lebih tampan dengan balutan jas serta dasi yang melilit lehernya. “Saya, pulang dulu, Kak. Sudah ditunggu Kak Gilang di lobi.”

Ketika Damay menundukkan kepalanya untuk berpamitan, Bumi kembali meraih lengan gadis itu. “Kamu pulang sama Gilang?”

“Iya,” angguk Damay. “Kak Gilang yang nawarin ngantar.”

“Kamu paham kalau kamu sudah punya suami? Berani jalan berdua dengan laki-laki lain malam-malam begini.”

Damay menghela lelah dan tidak mengerti dengan maksud Bumi. Alisnya pun mengerut untuk membalik perkataan yang pernah Bumi lemparkan padanya.

“Bukannya, ini kemauan Kak Bumi?" ungkap Damay. "Dengan begini, Kakak bisa cerain saya dengan alasan saya sudah pergi, dan jatuh cinta dengan cowok lain. Jadi, kita sudah benar-benar selesai.”

Mga Comments (8)
goodnovel comment avatar
Daanii Irsyad Aufa
lagi amnesia ya bum???ck suka gitu kadang 2
goodnovel comment avatar
Cica Anisa
ci bumi mah lieur etamah
goodnovel comment avatar
Shifa chibii
mantap damay,keren..g jelas emang si bumi tuh,,
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status