Damay menunduk sambil melihat deretan tuts keyboard yang ada di meja kerja ruang EO. Sejenak, ia menolehkan kepala ke arah pintu masuk. Memastikan indra pendengarannya tidak menangkap suara apapun dari luar sana.Setelah yakin semuanya hening, maka perhatiannya kembali teralihkan ke tempat semula. Kedua telunjuk Damay lantas saling bekerja sama untuk mengetik sebuah nama di dalam website pencarian. Dalam hitungan detik, semua yang dicarinya pun muncul di depan mata.Sebenarnya, Damay sudah pernah mencari hal yang sama di ponsel pintarnya. Namun, apa yang tersaji di sana kurang puas untuk dilihat. Untuk itulah, Damay menggunakan perangkat komputer yang ada di kantor, untuk mencari semua data-data yang dibutuhkan.“May!”Damay yang sempat terkejut itu, buru-buru merubah ekspresi wajahnya. Tangan kanannya bergerak pelan untuk menutup sebuah website pencarian, agar pria yang menghampirinya tidak curiga.“Mau keluar sekarang?” tanya Damay sudah bersandar santai pada punggung kursi berodany
Damay menyudahi makan malamnya, dengan sebungkus nasi goreng yang masih tersisa separuh. Meletakkan piringnya pada meja di samping ranjang, yang berdampingan dengan lemari pakaian. Ia lantas merebahkan diri di tempat tidur, memiringkan tubuh lalu membuka ponsel. Melihat tumpukan chat di sebuah grup yang berisi beberapa foto resepsi Bumi dan Tari.Malam ini, Damay memenuhi janjinya pada Bumi. Ia tidak datang ke resepsi pernikahan yang tampak sangat mewah, jika dilihat dari beberapa foto yang ada di grup chatnya. Walaupun Gilang sudah beberapa kali mengajaknya untuk pergi, tapi Damay tetap bersiteguh dengan janji yang sudah diucapnya.Merasa bosan dengan ponselnya, Damay kemudian bangkit dan kembali berjalan menuju meja. Mengambil dua buah buku yang ada di atas sana, sekaligus undangan Bumi yang tergeletak di atas meja.Sebelum mulai membaca buku yang ia hempas di atas kasur, Damay terlebih dahulu belitan pita yang mengikat undangan Bumi menjadi sebuah gulungan. Konsep undangan Bumi, mi
Adam berjalan cepat menyusul Banyu di belakang. Walau jarak mereka cukup jauh, tapi Adam bisa melihat kedua orang itu. Dugaannya pun benar, Banyu membawa Damay menuju ke arah ruang VIP keluarga.Adam semakin mempercepat langkahnya, ketika pintu ruang tersebut tampak tertutup. Setengah berlari, karena tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada gadis yang dibawa oleh Banyu. Apapun nantinya hubungan Damay dengan Kyla, yang terpenting adalah menjauhkan kedua orang itu dengan segera.“Banyu!”Seketika itu juga, segala prasangka buruk yang sempat berputar di kepala Adam musnah seketika. Justru putranya sendirilah yang kini meringkuk kesakitan, sembari memegangi alat vitalnya. Wajah Banyu pun memerah menahan sakit, dengan mulut yang sibuk mengumpat pada Damay.Jika ingin jujur, Adam sebenarnya lega melihat putranya seperti itu. Paling tidak, Banyu tidak melakukan hal yang buruk kepada Damay. Atau … mungkin belum dan semoga tidak akan terjadi sampai kapan pun.“Pa …”Adam buru-buru menghampi
Bumi melihat Adam keluar dari lounge dengan santai. Sedari dulu, ekspresi wajah mertuanya itu, memang tidak pernah bisa dibaca sama sekali. Jadi, Bumi tidak pernah tahu, emosi seperti apa yang tengah dirasakan papa mertuanya itu.Menunggu beberapa menit, tapi Bumi tidak melihat Damay menyusul di belakangnya. Bumi sengaja pergi seorang diri untuk membukakan kamar untuk Banyu. Ia tidak meminta orang lain untuk melakukannya, karena penasaran dengan Damay yang pergi bersama Adam. Untuk itu, Bumi segera menyusul kedua orang itu setelah melihat kondisi Banyu di dalam ruang VIP. Entah apa yang terjadi dengan kakak iparnya itu, Bumi tidak terlalu menghiraukannya.Setelah menerima card key dari resepsionis, Bumi bergegas memasuki lounge. Melihat satu per satu meja yang ada di dalam sana dengan seksama, dan akhirnya Bumi menemukan Damay yang masih terduduk sendiri di mejanya.“Damay!” Bumi langsung duduk di kursi yang berada di sebelah gadis itu. Melihat Damay yang tidak merespons dan hanya ter
Setelah memastikan Damay sampai di kos dalam keadaan baik-baik saja, Bumi segera kembali ke hotel dengan taksi yang sama. Selama di dalam perjalanan menuju kos Damay barusan, mereka tidak membicarakan hal apapun. Gadis itu hanya termenung dalam diam, tapi sudah dalam keadaan tidak menangis lagi. Cukup tenang sehingga Bumi bisa meninggalkan Damay dengan tenang.Selama perjalanan itu pula, Bumi sengaja mensenyapkan ponselnya agar tidak merasa terganggu dengan semua panggilan yang pasti ia terima. Entah itu dari Tari, maupun kedua orangtuanya yang sudah pasti menghubunginya.Sesampainya di hotel, Bumi bergegas menuju kamar pengantinya. Kendati jantungnya melaju semakin kencang, Bumi tetap harus menghadapinya. Ia harus menerima semua konsekuensi akibat perbuatannya barusan.Namun, Bumi tidak akan berbohong atau mengelak kalau ia telah mengantar Damay. Karena percuma, Bumi yakin kalau Tari juga akan mengetahui semuanya. Jadi, lebih baik Bumi berterus terang dan bertengkar di awal, daripada
“Serius lo nggak papa?”Sekali lagi, Gilang bertanya pada Damay tentang kondisi gadis itu. Sedari Gilang menjemput Damay di kos, gadis itu lebih terlihat diam dan murung. Entah apa yang terjadi, karena Damay seolah enggan berbagi masalahnya pada Gilang. Meski sudah didesak bagaimanapun, Damay hanya mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.“Kalau nggak enak badan, kita bisa ke dokter bentar. Atau, lo mau pulang juga nggak papa,” tambah Gilang khawatir.Damay melepas sabuk pengaman dengan memberi senyum kecil pada Gilang. Bagi Damay, pria yang selalu saja mengantar jemputnya itu terlalu baik. Perhatian, dan selalu membuat Damay nyaman di mana pun mereka berada. Selain itu, Gilang juga termasuk pria yang sopan dan tidak pernah bersikap kurang ajar kepada Damay. Namun, karena ucapan Bumi mengenai
“Keluar dari Jurnal, dan menjauh dari Bumi.”Damay kembali menjaga jarak, tapi masih di sofa yang sama setelah mendengar permintaan Banyu. Damay bisa menjauh dari Bumi dan sudah melakukan hal tersebut. Namun, ia tidak bisa sekonyong-konyong keluar dari Jurnal. Ada kontrak kerja yang harus Damay tepati selama beberapa bulan ke depan.“Sebentar, Bapak bilang mau bicara dengan ibu Kyla, tapi kenapa pak Adam bilang kalau ibu Kyla sudah nggak ada?” Ada hal yang harus Damay perjelas terlebih dahulu. Damay tidak tahu, siapa yang berbohong dengannya. Apakah Banyu, atau Adam?“Terserah.” Banyu sudah memegang sebuah kartu kemenangan di sini, karena itu ia bisa bertindak sesuka hati. “Kamu bisa percaya dengan pak Adam, dan lupakan Kyla.”“Bapak itu cuma penampilannya aja yang kelihatan berpendidikan, tapi, mulut Bapak harus dikasih makan bangku sekolah lebih lama.”“Kamu—”“Ibu Kyla Mulia!” potong Damay menyebut nama lengkap sang ibu dengan tetap bersikap santai. Ia tidak ingin terpancing dan ha
Damay mengeratkan gengaman tangannya pada ponsel. Melihat sebuah nomor asing masuk, dan tertera sebuah video di dalamnya. Hanya satu video, dan Damay yakin putaran adegan yang kini tengah Damay unduh adalah kiriman dari Banyu.Setelah semua data sudah terunduh sempurna, tangan Damay justru bergetar ketika hendak menyentuh layar ponselnya. Bagaimana bila Banyu benar, dan Kyla ternyata masih hidup seperti ucapan pria itu.Damay sampai tidak bisa berpikir. Ia menelan ludah, kemudian beranjak menuju toilet kantor. Masuk ke dalamnya, lalu duduk pada kloset yang berada di sana. Damay menarik napas panjang untuk menenangkan diri sejenak, lalu kembali menyalakan ponselnya ketika siap.Banyu benar! Kyla masih hidup!Meskipun wajah itu sudah terlihat berbeda dan tidak sekencang dulu, tapi kecantikan sang ibu masih saja terpancar dengan jelas. Namun, satu hal yang membuat jemari Damay bergetar, diikuti dengan detak jantung yang melonjak hebat.Sang ibu, saat ini memakai … baju tahanan.Apa ini?