Share

Bab 7

Author: Ayesha
Melihat Raka tidak berniat menghentikan mobil, Brielle pun menahan diri dan memilih mengikutinya.

Mobil Rolls-Royce Phantom hitam menerobos salju yang turun perlahan, membawa mereka memasuki sebuah vila pribadi yang mewah. Seorang pelayan berpakaian jas membungkuk sopan dan membukakan pintu mobil.

Begitu melangkah turun dan masuk ke dalam vila, pelayan mengantar mereka melewati lorong megah menuju ruang pesta kecil di dalam.

Di langit-langit aula menjuntai lampu kristal tiga tingkat. Ratusan prisma yang menghiasinya, memantulkan cahaya hingga tampak seperti serpihan bintang berkilauan di udara.

Di samping lemari anggur berwarna rose gold, sudah duduk tiga pria muda. Seorang bartender berpakaian rompi abu-abu sedang meracik minuman untuk mereka.

"Raka, akhirnya datang juga." Salah satu pria menyambut hangat dan berdiri mendekat.

Begitu matanya tertuju pada Brielle, dia tersenyum ramah, "Ini pasti Nyonya Pramudita, ya? Senang sekali akhirnya bisa bertemu."

"Halo, saya Brielle," jawabnya sopan.

"Selamat datang, namaku Jay Holden, teman dekat Raka sekaligus tuan rumah malam ini," ujarnya ramah sambil menyodorkan tangan.

Brielle mengenal nama itu. Jay Holden adalah putra kedua dari keluarga konglomerat properti Grup Holden di dalam negeri.

Dua pria lainnya juga tampak akrab dengan Raka. Mereka ikut bangkit untuk menyapa. Raka memperkenalkan mereka secara singkat. Meski Brielle belum pernah mendengar nama-nama mereka sebelumnya, dari gaya bicara dan cara mereka berpakaian, jelas mereka berasal dari keluarga pebisnis besar di tanah air.

"Raka, ke sini sebentar," ucap Jay sambil merangkul pundak Raka, lalu mengajaknya berbincang di sisi lain ruangan. Brielle pun diajak duduk di dekat lemari anggur.

"Nyonya mau minum apa? Anggur merah atau jus buah?" tanya salah satu pelayan dengan ramah.

"Jus buah, terima kasih," jawab Brielle dalam bahasa Inggris.

Saat itu juga, dari arah pintu masuk, empat orang baru berjalan masuk dengan berpasangan. Pasangan di depan terlihat seperti suami istri, tangan mereka saling menggenggam.

Di belakang mereka, seorang pria berjas abu-abu yang rapi dan elegan berjalan dengan tenang dan penuh aura kelas atas. Di sisinya, berdiri Devina.

Gaun malam hitam yang dikenakan Devina menonjolkan lekuk tubuhnya yang anggun. Di bahunya tersampir selendang ungu yang elegan dan mewah, dilengkapi dengan perhiasan yang serasi. Penampilannya memadukan kesan anggun, bermartabat, sekaligus sensual dan memesona.

Begitu tatapannya bertemu dengan Brielle, ekspresi Devina langsung berubah kaget. Dia jelas tidak menyangka Raka akan membawanya ke tempat ini. Namun dengan cepat, sudut bibir Devina terangkat membentuk senyum bermakna.

Pria muda yang datang bersama Devina mengenali Brielle dan segera mendekat dengan ramah, "Nyonya Pramudita, masih ingat saya?"

Brielle merasa wajah pria itu familier, tetapi tidak bisa langsung mengingat namanya. "Namaku Lambert. Aku pernah menghadiri pernikahan Anda dan Raka. Ingat sekarang?"

Brielle benar-benar tidak ingat. Di hari pernikahannya, semua perhatian dan pikirannya hanya tertuju pada Raka. Dia bahkan tidak peduli siapa saja yang datang.

Brielle tersenyum sopan, "Halo, Pak Lambert."

"Brielle, kita bertemu lagi," sapa Devina sambil tersenyum.

Brielle hanya menyesap jus buahnya dan pura-pura tidak mendengar. Senyum di wajah Devina seketika menegang, lalu dia melirik ke arah Raka dengan tatapan kesal yang tersamar.

Devina benar-benar tidak menduga Raka akan datang bersama Brielle malam ini. Kehadiran Brielle merusak seluruh suasana hatinya.

Baru saja berada di pesta ini sejenak, Brielle sudah mulai ingin pergi. Melihat betapa akrabnya orang-orang ini satu sama lain, dia langsung tahu bahwa mereka semua berasal dari lingkaran sosial yang sama dan dirinya jelas bukan bagian dari mereka.

Jadi, apa maksud Raka membawanya ke sini? Ingin mempermalukannya? Atau ingin membuatnya menyaksikan sendiri hubungan antara dia dan Devina?

Tiba-tiba, beberapa tamu lagi datang, disambut oleh pelayan. Brielle refleks mengangkat kepala dan seketika, pandangannya membeku. Wajah yang sangat dikenalnya muncul di hadapannya. Dia merasa terkejut dan gembira secara bersamaan.

Harvis.

Sang genius di dunia kedokteran Negara Danmark. Seniornya.

Harvis mengenakan setelan jas hitam bisnis yang sederhana. Posturnya tinggi semampai dan bingkai kacamata perak yang dia kenakan semakin menonjolkan kesan intelektual dan tenangnya. Dia sedang berbincang dengan seorang pria paruh baya di sisinya. Namun, dia tiba-tiba seolah merasakan tatapan dari kejauhan.

Begitu dia memalingkan wajah dan melihat sosok wanita yang sedang memandanginya di ruang pesta, langkahnya terhenti.

Tebersit keterkejutan di matanya, sekaligus kebahagiaan yang sulit disembunyikan. Dia berbicara pelan pada rekannya, lalu menyesuaikan kacamatanya dan berjalan ke arah Brielle.

Brielle menyambutnya dengan senyuman tenang.

"Brielle," sapanya hangat.

"Kak Harvis," balas Brielle dengan mata berbinar. Dia menahan gejolak emosi yang muncul tiba-tiba. "Nggak nyangka bisa ketemu Kakak di sini."

"Ya, aku juga nggak nyangka kamu akan datang," ujar Harvis sambil tersenyum menatapnya. Sudah hampir setengah tahun sejak terakhir kali mereka bertemu.

Raka dan Jay yang baru selesai mengobrol, berjalan ke arah mereka. Begitu melihat seorang pria asing sedang mengobrol akrab dengan istrinya, alis Raka berkerut sedikit tanpa sadar.

Di saat bersamaan, sebuah tangan yang putih menyentuh pergelangan tangannya. Sosok Devina yang menawan dan anggun menahannya. "Kenapa tadi kamu nggak angkat teleponku?"

Raka menarik tangannya dengan tenang. "Nanti aku jelaskan."

Devina hanya tersenyum manis, lalu menoleh ke arah pria yang sedang mengobrol dengan Brielle. Wajah pria itu asing baginya, jelas bukan dari lingkaran pergaulan mereka.

Siapa dia? Kenapa dia terlihat begitu akrab dengan Brielle?

Padahal, tamu yang hadir malam ini semuanya adalah tokoh terkemuka di berbagai bidang. Mana mungkin seorang ibu rumah tangga yang selama ini hanya tinggal di dalam negeri seperti Brielle, bisa kenal dengan pria sehebat itu?
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jihan Dwi Annisa
Raka gak tahu apapun tentang Briely.. payah kamu Rak..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 566

    "Nek, jangan alihkan topik. Pokoknya soal rujuk, aku orang pertama yang nggak setuju." Raline mengangkat tangan tinggi-tinggi.Emily mendengus. "Memangnya perlu persetujuanmu? Ini urusan kakakmu dan Brielle.""Itu makin nggak mungkin. Kakak nggak pernah menjilat ludah sendiri. Dia nggak cinta Brielle. Masa kalian semua nggak bisa lihat?" Raline mencoba menyadarkan neneknya."Sudahlah, baru pulang kok langsung bikin nenekmu kesal? Pergi mandi sana. Seluruh badanmu bau parfum." Meira kurang suka dengan bau parfum campuran di tubuh putrinya.Raline menjulurkan lidah. "Aku bilang yang sebenarnya. Kakak akhir-akhir ini sering kencan sama Kak Devina di Negara Danmark. Kalian malah suruh dia pulang buat rujuk. Mana mungkin!""Kamu yakin kakakmu dan Devina benar-benar kencan?" Emily langsung menoleh dan bertanya."Tentu saja, Kak Devina sendiri yang bilang ke aku. Mana mungkin bohong." Raline berkata dengan penuh percaya diri.Meira memberi isyarat dengan mata kepada putrinya, agar jangan teru

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 565

    "Di perjalanan, Anya meletakkan pialanya di samping dan kembali bermain dengan mainannya. Brielle menoleh ke belakang dan melihat putrinya sama sekali tidak terlalu menggantungkan diri pada rasa bangga itu. Dia malah merasa sedikit lega, anak-anak seharusnya tetap memiliki sifat polos dan alami mereka.Kediaman Keluarga Pramudita.Baru saja selesai menonton siaran langsung, Meira dan Emily sangat gembira. Melihat Anya yang masih kecil bisa tampil tenang dan stabil di panggung, mereka merasa bangga luar biasa."Kenapa Devina juga ada di sana? Kenapa Raka mengundang dia untuk jadi juri?" tanya Emily dengan nada penuh keluhan.Meira juga bingung. Dia pikir Devina masih ada di Negara Danmark! Terakhir kali, putrinya juga bilang kalau Devina sedang berada di sana. Jadi, apakah benar Raka sengaja memanggil Devina pulang hanya demi menjadi juri lomba cucunya?"Aku juga nggak tahu. Tapi Anya tampil bagus sekali. Nanti mungkin saja ...."Namun ucapan Meira belum selesai, langsung dipotong oleh

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 564

    "Terima kasih, Vivian." Anya menerima bunga itu dengan senang hati. Dua gadis kecil itu bahkan saling berpelukan dengan gembira."Anya tampil sangat hebat malam ini," puji Lambert. "Paman bangga padamu.""Terima kasih, Paman Lambert," jawab Anya sopan.Brielle juga mengangguk pada Lambert dengan penuh syukur. "Terima kasih atas bunganya."Tatapan Lambert melembut saat melihat Brielle. "Nggak perlu berterima kasih, itu sudah seharusnya." Lalu, dengan nada yang penuh makna, dia menambahkan, "Di mataku, Anya dan Vivian seperti anak-anakku sendiri."Brielle belum sempat menjawab ketika suara laki-laki yang rendah dan dalam terdengar dari belakang。 "Lambert, kapan kamu pulang?"Brielle menoleh. Raka berdiri di sana, jelas mendengar kalimat Lambert barusan.Lambert tersenyum kecil. "Minggu lalu."Saat itu, suara ketukan sepatu hak tinggi terdengar nyaring melangkah mendekat. Dalam balutan gaun putih elegan, Devina berjalan dengan wangi parfum khasnya, aroma yang dulu pernah Brielle cium di p

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 563

    Seiring musik pengiring mengalun, jari-jari kecil Anya menari lincah di atas tuts hitam-putih. Alunan nada mengalir mulus dan merdu memenuhi seluruh aula.Brielle diam-diam mengikuti ritme dan menghitung ketukan putrinya. Dia mendapati bahwa kali ini Anya bermain sangat stabil. Malah Brielle sendiri yang tegang hingga telapak tangannya sedikit berkeringat.Di meja juri, Devina sedikit memiringkan kepala, tatapannya jatuh pada Anya. Di layar besar, muncul wajah Devina yang menatap lembut ke arah gadis kecil itu.Anya tampil stabil hingga akhir. Begitu lagu selesai, aula langsung dipenuhi tepuk tangan meriah. Anya membungkuk manis ke arah para juri, dengan senyum percaya diri menghiasi wajah mungilnya.Pembawa acara berjongkok sambil tersenyum. "Terima kasih kepada Anya atas penampilan yang luar biasa. Selanjutnya, silakan para juri memberikan komentar dan skor."Para juri satu per satu memberikan nilai sangat tinggi. Ketika giliran Devina, dia menerima mikrofon dan berkata lembut, "Perm

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 562

    Melihat Raka sengaja menahannya hanya untuk mengatakan hal itu, Brielle merapikan berkas lalu bersiap pergi. Raka menatap sosoknya yang keluar dari ruangan. Mengingat Anya akan naik panggung untuk tampil, mata Raka memancarkan sedikit rasa bangga sebagai seorang ayah.....Besok adalah hari Sabtu, hari di mana Anya akan tampil untuk kompetisi. Demi itu, Brielle sengaja mencari tahu daftar para juri. Dari daftar yang diberikan stasiun TV, dia tidak melihat nama Devina, dan hal itu membuat Brielle sedikit mengembuskan napas lega.Dia tidak ingin putrinya kembali berhubungan dengan wanita itu. Sekalipun dia bisa memberi tahu putrinya bahwa Devina adalah orang ketiga dalam hubungan ayahnya, hal itu tetap tidak akan mengubah apa pun.Malam harinya, Brielle kembali memberikan sedikit persiapan mental untuk putrinya. Melihat Anya yang wajahnya penuh antusias, sama sekali tidak tampak gugup atau takut panggung, Brielle pun ikut merasa lega.Sabtu pagi.Di belakang panggung studio TV, sudah dat

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 561

    Senyum di sudut bibir Brielle mendadak membeku selama beberapa detik."Papa pasti juga sangat ingin melihat aku tampil. Mama, ayo kita cepat pulang buat latihan piano!" Anya menarik tangan ibunya menuju mobil.....Setibanya di rumah, Anya mencuci tangan, makan sedikit buah, lalu langsung duduk di depan piano untuk berlatih. Brielle menemani di sampingnya, memberikan arahan. Ini adalah pertama kalinya putrinya tampil di televisi. Tidak peduli dapat juara atau tidak, berani naik panggung saja sudah luar biasa.Brielle menatap wajah kecil Anya yang fokus memainkan piano, hatinya campur aduk antara merasa bangga dan juga sentimental.Setelah menyelesaikan satu lagu, Anya mengangkat kepala dan bertanya penuh harapan, "Mama, aku mainnya bagus nggak?""Bagus sekali." Brielle mengusap lembut kepala putrinya. "Kalau kita lebih banyak latihan, nanti saat tampil kamu bisa bermain lebih baik.""Ya!" Anya mengangguk penuh semangat, lalu melanjutkan latihan.Hari-hari berikutnya, Anya berlatih deng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status