Share

Bab 8

Author: Ayesha
"Raka, sini, aku kenalkan seseorang," ujar Jay sambil memanggil Raka.

Raka melangkah mengikuti Jay mendekati Brielle dan Harvis. Jay sedikit terkejut lalu bertanya, "Bu Brielle, kalian sudah saling kenal?"

Brielle tersenyum tipis. "Iya, kami kenal."

Jay tertawa pelan. "Nah, Raka, inilah yang tadi ingin kukenalkan. Pak Harvis, murid terbaik Profesor Craven, seorang genius yang digadang-gadang akan menjadi bintang besar di dunia medis."

Sorot mata Raka memancarkan ketertarikan dan niat menjalin hubungan. Dia menjulurkan tangan dan berkata, "Senang bertemu dengan Anda. Namaku Raka."

"Senang bertemu juga," jawab Harvis sambil menatap Raka sekilas. Kedua tangan pria itu berjabat singkat, lalu terlepas.

"Bu Brielle, senang bisa bertemu dengan Anda," ucap Harvis sembari tersenyum, lalu pamit dan menjauh.

Raka menatap punggung Harvis beberapa detik, lalu memindahkan pandangannya ke Brielle. Brielle hendak beranjak ke arah bar kecil untuk mengambil segelas jus lagi. Namun sebelum sempat melangkah, sebuah tangan yang besar mencengkeram lengannya denga nagak kuat.

"Perhatikan statusmu." Suara pria itu terdengar datar di telinganya.

Nada bicaranya rendah, tetapi membawa ancaman dan dominasi yang dingin. Brielle tersenyum sinis. Raka bisa terang-terangan membawa wanita simpanannya ke tengah pergaulan elite ini, tetapi dirinya hanya bicara sebentar dengan Harvis saja sudah mendapat peringatan?

Benar-benar egois.

Brielle pelan-pelan melepaskan diri dari genggaman Raka dan Raka pun melepaskannya. Dia tetap berjalan ke bar dan meminta segelas jus.

Di saat itu, Devina sedang berbincang dalam bahasa Danmark dengan seorang nyonya sosialita. "Siapa dia? Sepertinya aku belum pernah melihat sebelumnya," tanya wanita itu penasaran.

Devina tersenyum manis dan menjawab, "Dia istri Raka yang tinggal di dalam negeri."

Wanita itu terlihat sedikit terkejut, kemudian berkomentar, "Kalau begitu, kamu sebaiknya jaga jarak dari Pak Raka malam ini, jangan sampai istrinya cemburu."

Devina tersenyum kalem, "Tenang saja. Mereka sedang dalam proses perceraian."

"Kelihatannya dia belum pernah bersentuhan dengan dunia kelas atas. Memang nggak terlalu cocok sama Pak Raka," komentar nyonya itu sambil melirik sekilas ke arah Brielle.

Karena jaraknya cukup dekat, mereka mengira Brielle tidak mengerti bahasa Danmark. Padahal, selama enam tahun terakhir, Brielle telah menguasai empat bahasa asing.

Devina terang-terangan menyebarkan kabar tentang perceraiannya dengan Raka di tengah lingkaran sosial mereka. Apakah itu atas izin dari Raka?

Sementara itu, Raka sedang berbincang dengan dua pria sambil memegang gelas anggur. Harvis melirik ke arah Brielle yang berdiri sendirian, lalu mendekat sambil membawa gelas di tangannya.

"Brielle, kenapa kamu bisa datang ke sini? Sejak kapan kamu di Danmark?"

"Aku ikut suami dan anakku ke sini untuk liburan Natal," jawab Brielle dalam bahasa asing lainnya tiba-tiba.

Harvis menatapnya dengan senyum tulus, lalu membalas dalam bahasa yang sama, "Ternyata kamu nggak lupa semua yang pernah aku ajarkan."

Dia kemudian mendekat sedikit, pandangannya melirik cepat ke arah Devina. "Kalau kamu ingin pergi dari sini, aku bisa membawamu."

Harvis tahu betul bahwa pelakor dalam rumah tangga Brielle adalah Devina.

Brielle tersenyum ringan. "Terima kasih. Kalau aku butuh bantuan, aku pasti menghubungimu."

Tatapan Raka yang sedang berbincang tidak jauh dari sana, langsung berubah dingin. Sorot matanya yang semula tenang dan berjarak, tiba-tiba berkilat tajam. Bahkan, gerakannya saat hendak meminum anggur pun sempat terhenti beberapa detik.

"Yuk kita main!" seru Jay dengan penuh semangat. "Permainannya kuberi nama 'Waktu dalam Botol'. Sebenarnya ini permainan sederhana, lebih ke arah permainan mencicipi anggur."

Semua tamu menyambut dengan antusias. Devina berdiri di sisi Lambert sambil tersenyum, kemudian dia sempat melirik Brielle dengan tatapan menyiratkan harapan akan menyaksikan pertunjukan yang menarik.

Para tamu bersemangat dan Brielle pun memilih menikmatinya, sambil berharap permainan ini bisa segera selesai dan mereka cepat pulang.

Seorang pelayan menutup tiga botol anggur dengan kain, lalu menuangkannya ke dalam tiga gelas di atas nampan. Peserta hanya perlu mencicipi dan menyebutkan kata kunci dari rasa utama anggur tersebut.

Raka adalah orang pertama yang didorong untuk maju. Dia mengangkat segelas anggur merah, lalu menggoyangkannya sedikit sebelum menyesapnya. Dengan tenang, dia berkata, "Blackcurrant."

"Betul! Selanjutnya."

Gilirannya berpindah ke Devina. Dia mengangkat gelas anggur dengan anggun dan menggoyangkannya perlahan. Bibir merahnya tersenyum, lalu menggigit ringan ujung bawahnya, "Apakah ini rasa dari fermentasi dalam tong kayu ek?"

Jay membuka kain hitam yang menutupi botol, lalu tertawa, "Devina, kenapa kali ini bisa salah tebak?"

Devina menunjukkan ekspresi tak ebrdaya, "Kalau begitu, kamu harus kasih aku hukuman yang ringan, ya."

"Hukumanmu, habiskan satu gelas ini!" Jay tertawa lebar.

Devina menatap gelas itu dengan ragu dan mengerutkan alisnya, lalu menutup mulut sambil sedikit terbatuk pelan.

"Aku wakili dia minum." Terdengar suara seorang pria.

Raka maju untuk mengambil gelas di hadapan Devina dan meneguknya habis tanpa ragu.

Brielle menatap adegan itu dengan sorot mata dingin. Devina memang tahu persis bagaimana membuat Raka merasa kasihan dan terpanggil untuk melindunginya.

Di bawah cahaya lampu, wajah Devina tampak sedikit merona. Dia memandang Raka dan berkata pelan, "Terima kasih."

Gilirannya beralih ke Harvis. Dia mencicipi seteguk anggur, lalu tersenyum, "Aku asal tebak saja, mungkin ... ada rasa grafit?"

"Wow, tebakanmu tepat juga! Hebat."

Lalu, tiba saatnya giliran Brielle. Jay sempat terkejut seolah baru menyadari kehadirannya, tapi salah satu nyonya yang dekat dengan Devina langsung berkata dengan senyum manis, "Silakan, Nona!"

"Dia nggak perlu ikut," kata Raka datar.

Namun, nyonya itu tersenyum dan berkata, "Pak Raka, justru akan lebih seru kalau istri Anda ikut serta."

Semua mata kini kembali tertuju pada Brielle. Dia tersenyum tenang, "Kalau begitu, aku coba tebak juga. Kalau salah, jangan ditertawakan ya."

Brielle mengulurkan tangan, jemarinya yang ramping dan putih menggenggam anggun batang gelas kristal. Dia menggoyangkan anggur di dalam gelas dengan lembut, lalu mendekatkan ke hidung dan mencium aromanya.

Wajahnya yang putih bersih tampak tenang, sekaligus menyimpan kesan misterius dan keanggunan yang klasik.

Devina tersenyum kecil. Dalam hatinya berpikir, kalau saja Brielle salah menebak, apakah Raka juga akan membantunya minum?

Brielle menyesap sedikit anggur dan merenungkan rasanya, lalu berkata dengan tenang, "Mohon maaf kalau keliru. Aku tebak saja, ini sepertinya anggur merah dengan rasa blackcurrant."

Saat itu juga, Jay membuka kain hitam penutup botol dan berseru, "Bu Brielle benar-benar ahli dalam mencicipi anggur merah, jawabannya tepat!"

Devina merasa kecewa. Dia sempat lupa, Keluarga Pramudita memiliki koleksi anggur merah yang banyak di rumah, jadi permainan seperti ini tidak mungkin menjatuhkan Brielle.

"Bu Brielle memang luar biasa, nggak cuma pintar menganalisis anggur merah, saya yakin Anda pasti juga punya bakat seni. Di sana ada piano. Tertarik untuk memainkan satu lagu?" tanya Devina dengan senyum ramah.

Namun, dalam tatapannya jelas terlihat niat menjebak. Dia ingin Brielle mempermalukan diri di depan semua orang.

"Devina." Raka merasa tidak berdaya menghadapinya.

Devina menggigit pelan bibir bawahnya, lalu berkata dengan senyum congkak, "Baiklah, lupakan saja, anggap aku nggak mengatakannya."

Suasana mendadak hening. Semua mata seakan menunggu tanggapan. Jay dan Lambert saling bertatapan. Baru saja mereka hendak mencairkan ketegangan ....

Brielle tiba-tiba berkata sambil tersenyum, "Kalau begitu, izinkan aku memainkan satu lagu."
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Jihan Dwi Annisa
semangat Brielle..
goodnovel comment avatar
Nyonyah Farid
terlalu bertele2 ,cuma wanta goblok di selingkuhi cuma diam kayak kambing
goodnovel comment avatar
Yerni Andike Mfela
bagaimana cara lgsg ke bab selanjutx
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 174

    "Ya, rangkumanmu sangat bagus. Nanti sore, luangkan waktu untuk melihat laboratorium baru. Kurang lebih bulan depan kita sudah akan pindah ke sana untuk bekerja," kata Madeline.Rapat berakhir dan Faye langsung menjadi orang pertama yang mengetuk pintu kantor Madeline."Bu, ada sesuatu yang ingin saya laporkan.""Apa itu?""Ini tentang perilaku Brielle yang tidak bermoral. Dia melakukan perselingkuhan saat masih berumah tangga," kata Faye dengan marah.Madeline tertegun, lalu menatapnya. "Faye, hal seperti ini nggak boleh diucapkan sembarangan.""Aku punya buktinya. Orang yang dia goda tak lain adalah Harvis. Orang seperti dia sama sekali nggak pantas berada di laboratorium, apalagi menjadi seorang ilmuwan." Setelah berkata demikian, Faye menyerahkan video hasil foto diam-diam yang pernah dia ambil. "Bu, lihatlah sendiri. Apa ini pantas?"Madeline menonton video itu dan terdiam beberapa detik. "Hal ini ... sudah kamu sebarkan keluar?" tanyanya hati-hati.Faye menggigit bibir. "Kalau Ib

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 173

    [ Brielle: Dia teman suamiku. ][ Oke deh, nggak ganggu kamu lagi ya! ]Balasan ibu Gempi sarat dengan maksud yang jelas. Jawaban Brielle membuatnya merasa lega.Jelas sekali, dia sudah menargetkan Lambert sebagai calon yang ingin dia dekati. Kalau tidak, dia tidak mungkin repot-repot menuliskan status "jomlo" di belakang namanya. Dari sikapnya, mudah terlihat dia adalah tipe wanita yang hangat, pandai bersosialisasi, dan berani mengambil inisiatif.Brielle hanya bisa merasa geli. Dia tidak tahu apakah tipe seperti ibu Gempi itu adalah tipe yang disukai Lambert atau bukan.Keesokan paginya, Brielle tidak mengantar Anya ke sekolah. Sekitar pukul delapan, bel rumah berbunyi. Ternyata Raka yang datang.Pintu dibuka oleh Lastri."Tuan, Anda datang ya," sapanya dengan riang."Anya sudah bangun?" tanya Raka."Sudah. Dia memang sedang menunggu Anda menjemput," jawab Lastri, lalu mempersilakan Raka masuk ke ruang tamu.Kebetulan, Brielle sedang menuruni tangga. Menyadari itu, Lastri segera men

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 172

    Begitu sampai di rumah, hujan deras pun turun. Lambert segera turun dari mobil sambil membuka payung, berusaha melindungi mereka dari guyuran air.Dengan sebuah payung, jelas tidak cukup untuk menutupi dua orang dewasa dan dua anak-anak. Lambert memiringkan payung agar kedua anak terlindungi, sementara tangannya terangkat tinggi-tinggi, melindungi kepala Brielle dari derasnya hujan.Begitu mereka masuk melewati gerbang hingga tiba di ruang tamu, Brielle menoleh dan baru sadar bahwa seluruh tubuh Lambert sudah basah kuyup.Dua anak kecil itu langsung berlari masuk ke ruang keluarga untuk bermain.Brielle menatap Lambert dengan perasaan terharu. "Pak Lambert, pakaianmu basah semua.""Nggak apa-apa. Aku pulang saja, ganti baju dan mandi." Lambert tersenyum, lalu berbalik dan kembali melangkah ke bawah hujan dengan payungnya.Brielle menatap kepergiannya, hatinya diliputi perasaan hangat. Dia bukan wanita berhati batu. Tentu saja dia tahu perhatian dan kepedulian Lambert padanya.Namun ...

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 171

    Setelah berpamitan dengan Harvis, Brielle memutuskan pulang dengan taksi.Tak lama kemudian, WhatsApp-nya bertambah satu kontak baru, yaitu Jared, wakil direktur MD. Dia mengirim pesan, berharap ke depannya bisa langsung berkomunikasi dengan Brielle mengenai arah penelitian.Brielle pun menjawab dengan sopan dan mereka berbincang sejenak.Sekitar pukul empat sore, Brielle berjalan santai menuju sekolah putrinya. Dia berhenti di bawah deretan pohon sakura, sambil menunduk melihat ponsel.Di seberang, sebuah Bentley perak berhenti pelan di area parkir. Dari dalam mobil, Lambert yang baru hendak turun mendadak terhenti ketika matanya menangkap sosok Brielle. Tangannya yang memegang gagang pintu ikut membeku.Lambert tidak jadi turun, melainkan tetap duduk di kursi sambil memperhatikan wanita di seberang lewat kaca jendela. Layaknya seorang pengamat yang anggun, tatapan Lambert tanpa niat buruk sedikit pun, melainkan hanya sekadar mengagumi.Embusan angin menerpa, membuat rambut panjang Br

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 170

    Cherlina dan Faye lebih dulu mengangkat gelas untuk bersulang pada Raka. Namun ketika giliran Brielle, dia hanya duduk dengan tenang. Seolah-olah sama sekali tidak berniat untuk bersulang.Dalam suasana canggung itu, Raka mengangkat gelasnya dan menatap Brielle dengan senyum tipis. "Aku yang bersulang untuk Bu Brielle.""Maaf, aku nggak minum alkohol," Brielle langsung menolak.Raka tidak marah, malah tersenyum lebih lebar. "Kalau begitu, dengan teh saja."Saat itu, ponselnya berdering. Raka melirik layar, lalu segera mengangkat. "Jatuh dan masuk rumah sakit? Rumah sakit mana?"Brielle spontan menoleh padanya. Raka berdiri dengan wajah cemas. "Nenekku masuk rumah sakit. Aku harus pergi dulu."Semua orang pun berdiri memberi hormat mengantarnya. Ketika melewati tempat Brielle duduk, punggung tangannya seperti tanpa sengaja menyentuh bahu Brielle.Brielle mengambil tasnya, lalu bangkit. "Aku juga ada urusan, pamit dulu." Dia berjalan keluar ke koridor. Begitu keluar, dia melihat Raka ter

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 169

    Sesampainya di restoran, Raka sudah duduk di dalam bersama dua pria paruh baya. Dia berada di kursi utama.Brielle bertukar pandang sekilas dengannya, lalu memilih duduk di kursi paling jauh darinya. Faye dan Cherlina kemudian duduk berurutan di sampingnya.Jared berdiri memperkenalkan, "Ini adalah Pak Raka, pemilik saham terbesar di perusahaan kami. Yang di sampingnya adalah Pak Laurence dan Pak Yohan, dua pilar utama perusahaan." Setelah itu, dia juga memperkenalkan Brielle dan ketiga orang lainnya, barulah semua orang duduk.Raka mengangkat cangkir tehnya. Tatapannya tertuju ke arah Brielle yang duduk di seberang, lalu tersenyum tipis. Brielle menundukkan mata, entah sedang memikirkan apa.Jared baru teringat dengan topik yang sempat terpotong tadi. Dia benar-benar penasaran apa pendapat Brielle. Dia kembali bertanya, "Bu Brielle, tadi kita sempat menyinggung tentang teknologi DNA origami. Aku benar-benar ingin mendengar pendapatmu."Raka yang semula sedang berbincang dengan orang d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status