Happy Reading*****Andai bumi terbelah, ingin rasanya Hanum masuk pada belahan itu hingga membuat Dirga tidak memaksanya untuk mempertemukan dengan sang suami. Perempuan itu diam, belum menjawab iya ataupun tidak. Dia masih mempertimbangkan permintaan Dirga."Bagaimana, Num?" tanya si pria mengejar jawaban sang perempuan. Dirga pun harus memastikan status Hanum sebelum pergi meninggalkan kita tersebut. Jika memang sudah tidak ada harapan dan cela baginya untuk membangun mahligai pernikahan dengan perempuan yang dicintai, maka secara sukarela akan melepas Hanum. "Lihat jadwal dia besok, ya, Mas. Aku harus menjelaskan juga padanya supaya nggak ada kesalahpahaman. Tentunya, Mas Dirga nggak mau kalau sampai terjadi pertengkaran, kan?" "Baiklah aku tunggu kabarnya. Boleh aku mint nomor HP-mu supaya mudah menghubungi."Sangat terpaksa, Hanum memberikan nomor ponsel pada Dirga. Padahal, dia sudah berjanji tidak akan berhubungan lagi dengan masa lalu yang menyakitkan jika mengingatnya. Y
Happy Reading*****Kedua orang dewasa berbeda jenis itu turun dari tangga dengan wajah semringah bahkan sampai di meja makan. Lathif dan sang istri tersenyum bahagia melihat interaksi keduanya apalagi melihat putra sulung mereka begitu bahagia dengan Azri yang ada dalam gendongan."Lama sekali kalian mau sarapan," kata Saraswati memecah candaan dua orang itu."Hanum kesiangan bangunnya, Ma," jawab si Abang. Dia menyerahkan Azri pada mamanya karena piring berisi makanan sudah di depan mata dan siap untuk disantap."Ih, kok Abang ngadu sama Mama. Padahal tadi sudah mandi cepat. Siapa yang ngajak debat tadi," ujar Hanum tak terima jika dia harus disalahkan oleh si Abang."Sudah ... sudah. Ayo sarapan," ajak Lathif memisahkan keduanya agar tidak berdebat lagi. "Kita harus sampai kantor jam delapan tepat, Bang.""Iya, Pa. Abang ngerti, kok."Hanum menginjak kaki si Abang dan menjulurkan lidah. Tentu saja, dia lakukan untuk mengejek lelaki tampan berkulit sawo matang di sampingnya. Si Aba
Happy Reading*****Si Abang pun sama terkejutnya dengan Dirga. Dia sampai melongo menatap lelaki di depannya yang kata Hanum adalah sahabat yang ingin bertemu dengan suami dari perempuan itu."Yakin, Mas. Ini adalah suami dan yang digendong itu anakku."Si Abang menarik ujung kemeja yang dipakai Hanum disertai gelengan kepala. "Kenapa, Bang?" tanya Hanum, "kenalkan ini mantan atasanku, namanya Mas Dirga. Seperti yang aku omongin semalam, dia pengen kenalan sama Abang.""Dirga," ucap sang mantan atasan. Menjulurkan tangan untuk berjabat, tetapi si Abang masih bergeming.Si Abang menyerahkan Azri pada Hanum. Lalu, duduk tepat di depan Dirga dengan bibir terkatup rapat. Matanya menetap Dirga penuh pertanyaan."Boleh Mas bicara berdua dengan suamimu, Num?" tanya Dirga kemudian lelaki itu melirik lelaki di depannya."Kalau aku nggak masalah, Mas. Abang gimana?" Hanum melihat ke arah lelaki di sebelahnya."It's okey. Ajak Azri bermain di sana, Dik," suruh si Abang.Menggunakan kepala mend
Happy Reading*****"Hai, namamu Hanum, kan?" sapa perempuan dengan rambut lurus melebihi bahu. Kulitnya putih bersih dengan pakaian yang cukup elegan.Hanum mencoba mengingat siapa perempuan yang sedang menyapanya ini. Namun, otaknya sama sekali tidak bisa diajak kompromi. Dia terus meneliti tampilan si perempuan dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Maaf, saya nggak kenal Anda. Ada keperluan apa, ya?" tanya Hanum ketus. Perempuan yang tak lain adalah Meilia, tersenyum kecut. Sungguh, memalukan tidak diingat oleh orang yang pernah ditemui. Entah ucapan Hanum benar atau tidak. Meilia tak lagi peduli, dia cuma ingin memastikan sesuatu."Oke," jawab Meilia. Tangannya terulur hendak menyalami Hanum. "Kenalkan, aku Meilia. Istri sah dari Aryan."Hanum membuang muka. "Ternyata wanita ini istrinya. Cantik, elegan dan terlihat pintar, tapi kenapa Mas Aryan masih mencari perempuan lain untuk melampiaskan hasrat bejatnya. Dasar laki-laki player," rutuknya dalam hati.Sang pemilik rumah mener
Happy Reading*****Dirga sampai di rumah sakit di mana bundanya di rawat. Perempuan berjilbab itu tampak pucat. Matanya masih terpejam ketika sang putra membuka pintu."Gimana keadaannya Bunda, Pak?" tanya Dirga pada lelaki yang duduk di sofa."Mendingan, Mas. Kata dokter sudah lewat masa kritis. Mas Dirga kapan sampai?" Lelaki itu adalah Pak Samsudin salah satu pengacara keluarga Dirga yang sudah dianggap saudara oleh bundanya."Kenapa sampai kumat lagi, Pak. Bukankah seminggu lalu keadaan Bunda sudah jauh lebih baik. Makanya, saya bisa meninggalkan beliau." Dirga duduk tepat di samping brankas bundanya. Memegang tangan yang terbebas dari selang infus dan menciumnya lembut."Bunda harus kuat demi aku. Katanya pengen lihat aku menikah dengan perempuan yang paling aku cintai. Sekarang, aku sedang berjuang untuk mendapatkannya walau jelas tidak akan mudah. Bunda harus cepat sehat, ya. Nanti, aku kenalkan. Dia itu cantik banget, hatinya juga baik dan pastinya bunda akan langsung dapat c
Happy Reading*****Hanum terbangun ketika rasa panas menyerang tubuhnya. Keringat mulai membasahi seluruh tubuh apalagi mimpi buruk yang dialami tadi, semakin menambah ketakutannya saja."Sudah bangun, Nak?" tanya Saraswati yang duduk di sofa tak jauh dari ranjang Hanum. Dia sedang memangku Azri sambil memberikan ASI yang berada di botol."Ma, kenapa dia jahat. Aku nggak salah apa-apa. Aku nggak tahu kalau dia sudah punya istri. Dia yang merayuku, dia yang menjebakku. Aku bukan perusak rumah tangga mereka," racau Hanum. Dia mulai menarik-narik rambutnya. Saraswati tidak bisa mencegah perbuatan Hanum selain berteriak memanggil suami dan juga putranya."Berhenti, Nak. Berhenti!" teriak perempuan paruh baya itu. "Papa, Abang!" panggilnya sambil membuka pintu kamar."Astagfirullah," ucap Lathif. Lelaki itu segera memegang tangan Hanum dengan kuat. Mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk menghentikan tangan anak angkatnya untuk menyakiti dirinya sendiri."Ma, ambilkan obatnya.""Iya.
Happy Reading*****Semalaman, Dirga menjaga sang Bunda yang tertidur bahkan kesehatannya sendiri tak lagi dipedulikan. Setelah keluar menemui perempuan yang telah membuat bundanya seperti ini, lelaki itu kembali ke rumah sakit. Pagi ini, sang bunda yang bernama Rahmi membuka mata terlebih dahulu. Melihat sosok Dirga tertidur sambil duduk, perempuan itu meneteskan air mata. Ada banyak luka yang telah dia berikan bahkan Dirga dipaksa dewasa sebelum waktunya karena semua masalah rumah tangganya.Sekuat tenaga mencoba menahan isakan, nyatanya Rahmi tak mampu. Dirga terbangun dan melihat dirinya yang sedang menangis."Bunda kenapa?" tanya Dirga. Mendekat ke arah perempuan yang telah melahirkannya dan mengambil air putih di atas nakas. "Aku sudah di sini, jangan menangis lagi, Bun."Menyodorkan gelas berisi air putih, Dirga menunggu Rahmi meneguknya. "Bunda tidak apa-apa, Mas. Bunda sedih saja melihatmu tertidur sambil duduk seperti tadi. Sedari kecil, Bunda selalu memberikan luka. Tidak
Happy Reading *****"Ga, Hanum kenapa?" Sekuat tenaga, Kaisar merengkuh adik angkatnya dalam pelukan."Tidak tahu, Kai," jawab Dirga yang juga berusaha menenangkan Hanum.Kedua tangan perempuan itu masih aktif bergerak untuk menyakiti tubuhnya sendiri. Dirga sungguh tak tega melihat keadaan Hanum. Namun, untuk mencegah dan berbuat lebih seperti yang dilakukan Kaisar pun, lelaki itu tidak mampu."Tenang, Dik. Tenang," kata Kaisar. Dia terpaksa membopong perempuan berambut panjang itu kembali ke kamarnya sementara si Bibi, disuruh mengambilkan minum.Sekalipun pergelangan tangan Hanum sudah berdarah karena cakarannya sendiri. Namun, perempuan itu tidak sedikitpun mengeluh. Dia, hanya menangis dan terus menangis. Meracau dengan kata-kata yang tidak dimengerti oleh Dirga.Mantan atasan Hanum, hanya mengekor sahabatnya saja menuju lantai dua kediaman keluarga Lathif. Sesampainya di kamar, Kaisar segera memasukkan obat secara paksa pada Hanum. Kedua tangannya sudah diikat dengan sapu tanga