Share

Bab 1 Bertemu

Hari ini seorang gadis terbangun dengan kepala pusing karena terlalu lama tidur. Dia melihat ponselnya ternyata sudah jam sepuluh lewat. Gadis itu menutupi wajah dengan tangannya sambil berpikir berapa lama dia tidur.

"Dua belas jam? Luar biasa!" ucapnya.

Dia tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Seorang gadis tidur selama setengah putaran rotasi bumi. Sebenarnya dia terbangun dini hari tadi karena kelaparan, setelah itu dia tidur lagi selesai subuh. Gadis itu mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi. Rambut hitamnya ikal, lebat dan panjang sebatas pinggang. Tangannya meraih ikat rambut dan menguncir rambutnya tinggi ke atas, memperlihatkan dengan jelas bentuk rahang dan wajahnya. Paras yang rupawan, terlihat sangat cantik walaupun baru bangun tidur. Matanya berwarna coklat gelap dan terlihat sayu.

Dia melempar pandangannya keluar jendela kamar kosnya. Hujan. Tidak terlalu deras. Indah. Bibirnya terangkat tersenyum tipis. Entah kenapa hujan selalu membuat perasaannya menjadi senang dan tenang. Gadis itu dengan segera bangun melangkah membuka jendela. Udara dingin masuk disertai bau rumput dan tanah. Dihirupnya napas dalam berulang kali sampai dia merasa pusing di kepalanya berkurang.

Gadis itu bernama Meyka Irfa, biasa dipanggil Ika, seorang gadis yang baru lulus kuliah. Pengangguran. Dia ingin menikmati masa-masa hidup menyenangkan tanpa tuntutan sebelum memasuki dunia nyata. Tapi sepertinya menjadi pemalas tidak cocok untuknya.

Ika bergegas mengambil peralatan mandinya dan masuk ke kamar mandi. Lima belas menit kemudian dia sudah siap dengan baju dan rok panjangnya. Gadis itu menatap cermin, menyisir rambutnya, dan memasang jilbab warna marun kesayangannya.

Ika bergegas mengantongi ponselnya dan berjalan keluar kamar kos. Langkahnya terhenti ketika dia teringat sesuatu, "Aduh! Lupa bawa payung." sambil menepuk kepalanya.

Dia masuk kembali ke kamar mengambil payung kemudian keluar mengunci pintu kamar kos. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju tempat dimana dia biasa menghabiskan waktu. Toko Bunga Blossom. Ika biasa membantu pekerjaan temannya disana.

Di sepanjang perjalanan Ika sibuk melihat hujan. Ia menjulurkan tangan dan merasakan tetes air hujan jatuh ke jari-jarinya. Kebiasaan kekanakan yang sulit hilang. Dia memainkan genangan air dengan kakinya. Gadis itu menikmati perjalanannya di bawah hujan dengan perasaan senang.

Kemudian tiba-tiba kenangan suara hadir di benaknya,

'Ika, jangan hanya melihat hujan, perhatikan langkahmu!'

Deg

Ika langsung terhenti. Ingatan itu muncul tiba-tiba. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mau mengingat lebih jauh. Gadis itu mempercepat jalannya, yang kemudian menyebabkannya tersandung.

Bruk

Tangan dan lutut Ika refleks menyentuh tanah, payungnya lepas, terbang ke jalan dimana kendaraan banyak melintas.

"Aduh, ya ampun! Gimana ini? Payungnya terbang!" Ika langsung mengejar tanpa mempedulikan tubuhnya yang diguyur hujan.

Ika menemukan payungnya rusak mengenai sepeda motor. Pemilik sepeda motor itu memberikan payungnya, "Hati-hati dek! Bisa bahaya ini, jangan melamun kalau jalan! Apalagi hujan. Untung gak terjadi kecelakaan."

"Iya, maaf bang." Ika menundukkan badan karena malu. Dia sudah membuat beberapa kendaraan berhenti. Hujan semakin deras. Ika merentangkan tangannya di atas kepala agar dia bisa melihat dengan jelas.

Tidak jauh dari tempat Ika berdiri, seorang pengemudi mobil membuka kaca mobilnya dan menyodorkan payung.

"Ini ambil payungnya! Kamu basah kuyup. Ambil saja untuk kamu!" Kata seorang bapak paruh baya dengan suara agak lantang menyaingi suara hujan.

Tanpa pikir panjang, Ika yang mendengar itu langsung berjalan ke arah mobil mengambil payung tersebut dan membukanya. Dia sudah mulai menggigil kedinginan.

"Terima kasih Pak," ucapnya sambil tersenyum pada bapak itu.

Bapak itu balas tersenyum dan melanjutkan perjalanannya, begitu juga dengan pemilik sepeda motor yang menabrak payung tadi.

Lalu lintas sudah pulih kembali dan Ika melanjutkan perjalanannya menuju toko temannya. Perasaan malu masih terasa di hatinya.

'Aduh, memalukan!

Kenapa aku bisa tersandung?

Otak sama kaki kok tidak sinkron, malunya!

Untung ada bapak yang baik tadi ya, setidaknya payung pemberiannya bisa menutupi mukaku yang memalukan ini!

Aarrgh, malunya!'

Ika memperhatikan payung rusak yang masih dia pegang. Kemudian beralih ke payung baru yang dia dapatkan. Warnanya biru muda. Hatinya sedikit membaik melihat payung penyelamat itu.

Ika tiba di toko temannya, dia langsung disambut dengan muka heran, "Ika, kau kenapa? Pakai payung tapi kok basah kuyup?" Temannya melihat payung rusak di tangan Ika.

"Shani, nanti saja ceritanya! Aku kedinginan."

"Ya sudah cepat sana ke dalam, ganti bajumu!"

Ika langsung masuk dan ganti baju di ruangan kecil dalam toko temannya. Setelah dia selesai, Ika duduk di kursi panjang di samping meja yang penuh bunga. Ada banyak bunga cantik yang segar, ada yang palsu juga, dan ada yang sudah diawetkan.

Shani tiba-tiba duduk di sampingnya memasang wajah kepo sambil menaikkan alisnya. Ika tersenyum tipis.

"Mau tahu banget?"

Shani mengangguk.

"Ini memalukan sekali Shani. Payungku terbang nabrak sepeda motor," cerita Ika.

"Kok bisa? Kau mikirin apa? Hayooo, mencurigakan! Hahaha." Shani malah meledek.

"Gak ada, cuma melihat hujan, kesandung deh." Ika mencoba melupakan penyebab sebenarnya kejadian memalukan ini.

"Makanya kalau mikirin cowok jangan di jalan! Kalau suka bilang aja langsung. Gak bakalan kesandung kalau gak melamun. Kok bisa payungnya lepas terus terbang?" Shani tambah semangat.

"Udah dibilang gak ada mikirin apa-apa kok."

"Yang bener?"

"Iya, betul."

"Terus, itu payung dari siapa?"

"Ada tadi bapak-bapak baik hati ngasih. Mungkin gak tega ngelihat aku kehujanan."

"Bapak-bapak apa cowok ganteng?" Shani senyum menggoda.

"Ni anak ya, yang ada di otaknya cowok mulu! Makanya jangan kebanyakan nonton drama korea! Jadi halu kan? Dikit-dikit cowok ganteng."

"Mana tau kan? Ketemu jodoh." Shani tertawa gemes sendiri.

Ika hanya membalasnya dengan tersenyum manis sambil mencubit lengan Shani. Hujan masih awet menemani suara tawa mereka.

Terdengar suara dering ponsel dari dalam ruangan. Shani langsung beranjak mengangkatnya. Ika hanya mendengar suara lirih percakapan mereka dari tempat duduknya. Sepertinya ada masalah.

Benar saja, Shani keluar dengan muka cemas.

"Ada apa?" tanya Ika.

"Pesanan buket yang barusan diantar ternyata kurang. Mereka minta diantar langsung sekarang sisanya. Soalnya mereka udah bayar."

"Berapa kurangnya?"

"Lima."

"Di luar masih hujan. Gimana mau ngantar? Gak ada mobil!"

"Bantuin aku ya Ika, kita bawa pake motor. Aku ada jas hujan. Tempatnya dekat kok!"

"Gak mau, malas."

"Gak ada, harus ikut!"

Shani menarik tangan Ika. Memberikan jas hujan. Kemudian Shani menyiapkan segala sesuatunya. Ika dengan terpaksa memakai jas hujan dan membantu menyiapkan motor.

Setelah semua persiapan selesai mereka siap berangkat.

"Ika, hati-hati pegang kotak bunganya, jangan sampai jatuh ya!"

"Oke bos, pelan-pelan bawa motornya!"

Mereka melaju menembus hujan. Shani berusaha menajamkan pandangannya di tengah hujan. Sedangkan Ika memegang erat kotak buket dengan pikiran melayang-layang. Dia baru saja kehujanan dan harus menerjang hujan lagi. Dia bahkan tidak tahu kemana mereka akan pergi.

Shani membawa motor menuju sebuah gedung kantor. Karena hujan, Ika tidak melihat jelas dimana mereka berada, dia juga tidak mau tahu dimana mereka berada, yang penting kerjaan ini cepat selesai. Ika hanya mengekor mengikuti temannya masuk ke dalam.

Shani mendatangi seseorang dan bertanya kemana dia harus mengantar bunganya. Orang itu dengan ramah menunjukkan jalan. Ika lanjut berjalan mengikuti mereka sambil membawa kotak buket bunga. Mereka tiba di sebuah ruangan. Pegawai wanita yang menuntun mereka mengetuk pintu.

"Masuk!" Terdengar suara lirih dari dalam.

"Maaf Pak, kami mengantar beberapa buket bunga untuk anda," kata pegawai wanita.

Merekapun masuk ke dalam untuk meletakkan bunganya disana. Namun baru beberapa langkah dia masuk ke dalam, Ika langsung terhenti saat matanya beradu pandang dengan seseorang yang duduk di sofa.

Deg

Ika sedikit tersentak ke belakang. Kemudian langsung menunduk menyembunyikan rasa kagetnya. Dia berdiri seperti patung saking terkejutnya. Matanya terasa perih. Dia ingin membalikkan badan melarikan diri, namun kakinya terasa berat.

Kemudian Ika memandangi kotak buket bunga yang dia pegang. Kotak yang transparan memperlihatkan dengan jelas isi di dalamnya. Tertulis sebuah nama disana.

Radhy Arfian.

Dan Ika tersadar, secara tidak sengaja dia berada di tempat yang tidak seharusnya.

'Sepertinya musim hujan kali ini akan membuat mataku memerah.'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status