Fara kembali pulang dan disambut dengan pelukkan hangat dari ibu mertuanya. Tampak sekali jika perempuan paruh baya itu senang dengan kepulangan Fara ke rumah itu.
"Bagaimana kondisi bapakmu, Fara? Mama dan papa baru besok rencananya mau datang ke sana," kata Bu Elsa pada Fara."Bapak sudah jauh lebih baik, ma," jawab Fara dengan nada lega."Syukurlah, mama senang mendengarnya. Semoga bapakmu segera pulih seperti semula.""Pasti cepat sembuh karena kemarin Fara yang merawatnya, ma," kata Ivan menimpali.Bu Elsa pun tersenyum. "Ya, itu pasti. Tapi sekarang perawatnya sepertinya butuh istirahat. Kamu terlihat lelah, Fara. Cepatlah ke kamarmu dan istirahat. Nanti mama suruh bibik untuk buatkan jus biar badanmu bisa segera segar kembali."Fara mengangguk dan segera melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya di lantai atas. Sementara Ivan mengekor di belakangnya dengan wajah puas.Sesampainya di kamar, Fara segera dudukHari menjelang sore. Matahari mulai turun ke langit sebelah Barat. Saat itu Lusy tiba di depan rumah orangtua Fara. Dia pun berdiri dan memperhatikan suasana rumah yang terlihat sepi. Perlahan Lusy membuka pagar dan berjalan pelan memasuki halaman yang luas. Rumah yang dulu sering didatanginya itu kini terasa asing baginya. Seperti ada aura tak bersahabat di sana. Aneh. Tapi entahlah, mungkin itu hanya perasaannya saja. Lusy terus memasuki halaman rumah. Berjalan pelan di jalan setapak berbatu menuju ke teras. Lalu langkahnya terhenti tepat di depan teras yang sepi. Pintu rumah itu tertutup rapat. Lusy memperhatikan sesaat sambil menguatkan hatinya. Dia berbisik pada hatinya, mengatakan bahwa apa yang dilakukannya ini adalah benar. Dia harus memperjuangkan cintanya. Dan sepertinya inilah jalan satu-satunya yang harus dia tempuh agar Fara bisa menyingkir dari kehidupan Ivan, kekasih hatinya. Tiba-tiba pintu itu terbuka. Lusy terkejut. Wajah ibunda Fara menyembul d
Fara mendapat telepon. Ibunya memintanya untuk segera pulang. "Pulanglah, Fara. Kondisi bapakmu memburuk." Fara terkejut. Terakhir dia bertemu, bapaknya dalam keadaan yang baik. Kondisinya sudah sehat meski belum sepenuhnya pulih. Tapi kenapa sekarang tiba-tiba Ibunya mengabari kalau Kondisi bapaknya memburuk? Apakah yang terjadi? "Ada apa, bu? Kenapa bapak bisa kembali memburuk? Bukankah kemarin bapak sudah membaik?" tanya Fara cemas. "Pulanglah dulu. Kita bicara di sini setelah kamu tiba nanti," sahut ibunya. Fara pun bergegas pergi. Pada Ivan dia pamit tanpa menjelaskan Kondisi bapaknya. Dia hanya bilang ada keperluan sebentar. Ivan hendak mengantar tapi Fara menolaknya. Sebab dia masih marah pada Ivan dan tidak mau melibatkan suaminya itu untuk urusan ini. Lagi pula Fara berpikir nanti Ivan pasti akan kembali bersandiwara di depan orangtuanya. Berpura-pura jadi suami yang baik hingga kedua orangtuanya semakin menyayangi dan menga
Mereka berhadapan, saling melempar tatap dengan tajam. Wajah keduanya sama tak bersahabat. Dengan sikap berdiri yang tegap, mereka seakan siap untuk saling menyerang. Riska yang melihat semua itu pun gelisah, berdiri tak tenang di dekat Fara. Sungguh dia takut jika kedua sahabatnya itu tak bisa menahan diri. Tak bicara dengan kata-kata tapi lewat pukulan dan tendangan yang menyakitkan. Jika hal itu sampai terjadi, bagaimana dia bisa memisahkan mereka? Ah, Riska menyesal telah mengantar Fara ke sana. Harusnya dia melarang Fara untuk datang ke rumah Lusy. Apa lagi dia tahu jika Fara sedang dikuasai oleh emosi. Lewat sedikit cerita dari Fara saat di perjalanan tadi, Riska tahu permasalahan apa yang sedang terjadi di antara mereka. Dan Riska tak menyalahkan jika Fara kini dikuasai oleh emosinya. Sebab Lusy memang sudah sangat keterlaluan. Dia sudah bertindak gila tanpa menggunakan otak! Riska menyentuh pelan pundak Fara, seolah ingin menenangkan. Tapi Fara tak bereak
Seluruh anggota keluarga berkumpul. Mereka membahas tentang perselingkuhan Ivan dan kelangsungan rumah tangga Ivan dan Fara. Sama seperti kedua orangtua Fara yang terkejut saat mendengar tentang perselingkuhan itu, kedua orangtua Ivan dan seluruh anggota keluarga pun tersentak kaget. Bahkan Bu Elsa yang tak kuat menanggung rasa kecewa dan malu pun menangis dalam rapat keluarga itu. Sementara Pak Arifin tak banyak bicara. Dia lebih banyak diam mendengarkan yang lainnya mengeluarkan pendapat. Semua menyarankan perceraian meskipun keputusan terakhir tetap berada di tangan Fara. Tapi kedua orangtua Fara kukuh menyatakan kalau Fara dan Ivan harus berpisah. Tidak ada kata tidak. Keinginan mereka sudah mutlak harus dijalani. Mereka tak ingin putri mereka terus hidup bersama dengan laki-laki yang telah menyakitinya. Menjadi janda, mungkin itu pilihan yang terbaik dari pada harus terus hidup dalam luka. Sementara itu Ivan mendengarkan semua pembicaraan itu dalam dia. Dia tak tahu h
Ivan duduk diam. Wajahnya tampak kusut. Pandangan matanya kosong menunjukkan kalau pikirannya sedang tak berada di tempat dia berada saat ini. Sesekali dia mengusap wajahnya dengan kasar menandakan kalau saat ini hatinya benar-benar sedang gundah. Dia pun terdengar beberapakali mengembuskan napasnya kuat-kuat seolah ingin membuang sedikit beban hatinya yang menggelisahkan. Lama dia seperti itu hingga Lusy yang berada di dekatnya pun jadi merasa kesal melihat semua tingkahnya itu. Perempuan cantik itu pun menerka apa gerangan yang mengganggu pikiran Ivan hingga kekasihnya itu sejak tadi seolah tak berada di dekatnya. Ivan seolah tenggelam dalam pikirannya hingga dia tak mempedulikan sekitar. Tak peduli pada Lusy yang sejak tadi duduk manis di hadapannya dan menunggunya memulai percakapan. Lusy cemberut. Dengan cepat dia bisa menebak apa yang sedang Ivan pikirkan. Rasa cemburu pun segera menguasai hatinya. Ya, Lusy cemburu pada apa yang Ivan pikirkan. Dia cemburu pada seseor
"Selamat pagi, Fara." Sebuah suara mengejutkan Fara yang sedang asyik menyiram bunga di halaman rumah. Dengan cepat dia pun menoleh dan mendapati Gilang yang sedang berdiri sambil tersenyum di depan pintu pagar. Seperti biasa wajah pemuda itu tampak ceria dengan bola matanya yang bening bercahaya. Dia membawa seikat bunga dan sebuah boneka di tangannya. Fara pun memperhatikan lalu tersenyum. Dia berjalan pelan menghampiri Gilang yang masih terus tersenyum manis menatapnya. "Gilang? Ada apa?" tanya Fara sambil membukakan pagar. "Yang jelas bukan untuk menyampaikan pesan dari Mbak Riska," jawab Gilang segera. Fara pun tertawa. "Ya, aku pun tidak percaya kalau kamu datang untuk itu," sahutnya. "Baguslah kalau begitu. Aku memang bukan datang untuk itu. Aku datang untuk memberikanmu ini," kata Gilang sambil memberikan seikat bunga yang dibawanya pada Fara. Fara mengambil bunga itu. "Terima kasih," ucapnya senang. "Maaf
Sore itu Ivan memasuki sebuah toko bunga yang tak seberapa jauh dari kantornya. Dia bermaksud ingin membeli seikat bunga mawar untuk Fara. Sebab kemarin dia melihat Gilang memberikan seikat bunga pada Fara dan istrinya itu tampak sangat senang menerimanya. Tapi sedetik kemudian Ivan ragu. Haruskah dia meniru Gilang, bocah ingusan yang pastinya tak memiliki pengalaman lebih darinya dalam menghadapi perempuan? Hm, Ivan termenung menatap bunga-bunga yang ada di depannya. Bunga-bunga itu memang indah. Tapi apakah Fara akan senang menerimanya seperti kemarin dia tersenyum senang saat menerima seikat bunga dari Gilang? Bagaimana jika dia tak suka? Bagaimana jika dia menolaknya? Tidakkah akan sangat memalukan? Sekali lagi Ivan berpikir tentang harga diri. Ya, harga dirinya tentu akan jatuh jika Fara sampai menolak bunga darinya ini. Sebab itu berarti dia kalah telak dari Gilang, pemuda yang sesungguhnya dia merasa bukanlah saingannya. Jadi apa yang harus dia lakukan untuk membuju
Hari-hari berlalu. Ivan menepati kata-katanya untuk datang lagi ke rumah Fara. Hampir setiap sore dia datang sepulang dia dari bekerja. Mulanya dia hanya menemui Fara yang memang setiap sore selalu rutin menyiram tanaman. Tapi beberapa hari kemudian dia mulai memiliki keberanian untuk menemui orangtua Fara dan mengucapkan permintaan maafnya pada mereka. Kedua orangtua Fara pun menerima permintaan maafnya itu meskipun mereka tetap keberatan jika Ivan sering datang menemui Fara. Rupanya mereka tetap pada pendirian mereka semula. Mereka tak menginginkan Fara untuk kembali pada Ivan meski penyesalan telah Ivan ucapkan berulangkali di hadapan mereka. "Terimalah, Van. Pernikahan kamu dan Fara memang harus berakhir. Bukankah kamu yang menyebabkan semua ini terjadi?" ucap Pak Surya seakan mengingatkan Ivan kalau perpisahannya dengan Fara adalah karena kesalahannya. Kata-kata itu terasa seperti pukulan bagi Ivan. Dia yang sedang berjuang untuk bisa mendapatkan Fara kembal