Jantung Roseline semakin berdetak tak karuan saat ia menyadari bahwa Jovan tidak membawanya pulang ke rumah Abraham. Melainkan pulang ke rumah mereka. Roseline bahkan tak berani menatap Jovan sedikitpun. Ia selalu mengalihkan pandangannya ke arah lain asal tidak bertatapan dengan Jovan. Jovan pun tampak fokus dengan jalanan yang ada di depannya. Namun bisa Roseline rasakan kalau lelaki itu sebenarnya tengah menahan amarah. Ia hanya takut kalau Jovan akan melampiaskan amarahnya nanti di rumah.Telepon Jovan yang berada di kotak dekat kursinya sejak tadi berdering tanpa henti. Roseline meliriknya sedikit kemudian mendapati nama Deluna di sana. Ah, iya. Bukankah tadi Jovan pergi bersama Deluna? Apa mungkin dia meninggalkan Deluna begitu saja hanya demi membawanya pulang? Apa mungkin amarah Jovan kali ini karena ia cemburu dengan Dylan?Roseline memejamkan matanya kemudian merutuki dirinya dalam hati. Bodoh! Mana mungkin Jovan cemburu karenanya? Pasti ada alasan lain kenapa Jovan sangat m
Sepersekian detik Roseline memejamkan mata, ia tidak merasakan ada benda apapun yang menyentuh tubuhnya. Bukankah tadi Jovan hendak melukainya? Kenapa Roseline tidak merasakan apapun? Atau mungkin sekarang Roseline tidak lagi ada di dunia? Makanya rasanya hampa. Apa Jovan langsung menghabisinya?Namun seluruh bayangan itu mendadak hilang ketika ia mendengar bunyi nyari dari benda yang terjatuh. Sontak alam bawah sadar Roseline kembali bekerja. Wanita itu membuka matanya perlahan. Tatapannya jatuh pada belati yang teronggok di lantai. Kemudian beralih menatap Jovan. Lelaki itu terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Tatapan kosong, hampa, dan tak bergairah. Entahlah, Roseline sendiri tidak tahu dengan apa yang terjadi pada Jovan. Lelaki itu seperti memiliki kepribadian ganda. Terkadang bersikap lembut, kadang bersikap kasar. Membuat Roseline merasa bimbang.“Kenapa kau mencintaiku?”Pertanyaan lirih itu hampir tak terdengar oleh Roseline jika saja ia tidak menajamkan pendengarannya. Ro
“Sayang, lihat gaun ini. Apakah aku terlihat cantik?”Deluna sibuk berputar memperlihatkan gaun pengantin berwarna putih di depan Jovan. Wanita itu tersenyum lebar, karena akhirnya ia bisa menikah dengan Jovan. Ia tidak peduli dengan status istri kedua karena bagaimanapun ia adalah orang yang dicintai Jovan. Sudah tentu ia yang akan menjadi nyonya di rumah Jovan nanti. Hitung-hitung ia memiliki pembantu gratis nantinya.Sementara Jovan, lelaki itu sama sekali tidak bisa fokus. Setelah percakapannya dengan Regan malam itu, hatinya selalu merasa gelisah. Kalimat-kalimat Regan seakan berputar terus-menerus bagai kaset rusak di kepalanya.Roseline hanyalah anak yang dibesarkan di panti sejak ia masih bayi. Itu memang benar. Dan Jovan melampiaskan amarahnya pada orang yang tidak bersalah, apakah itu benar? Jovan tahu kalau itu tidak benar. Tapi entah mengapa, dendam dalam dirinya cukup sulit untuk ia hilangkan. Apalagi mengingat kalau Roseline adalah satu-satunya keturunan pembunuh itu.Jo
Jovan yang baru saja mendapatkan pesan dari Roseline sontak membulatkan kedua matanya lebar. Lelaki itu bahkan sampai berkedip berulang kali siapa tau dia salah lihat. Tapi ternyata tidak. Pesan itu memang dari Roseline.Gugatan perceraian? Wanita itu berencana untuk bercerai dari Jovan? Kenapa? bukankah kemarin sudah saling sepakat kalau Jovan akan menikah lagi dan Roseline tidak keberatan? Lantas sekarang kenapa harus bercerai?Jovan tidak akan membiarkan ini terjadi. Roseline tidak boleh bercerai dengannya. Roseline harus tetap bersamanya. Apapun yang terjadi. Lelaki itupun memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ia melihat Deluna yang masih sibuk mencoba beberapa gaun pengantin. "Del, aku harus mengurus sesuatu. Aku akan pesankan taksi untukmu nanti." Tanpa banyak bicara, Jovan langsung bergegas pergi meninggalkan Deluna yang belum sempat mengucapkan sepatah katapun. "Jovan!" pekik Deluna yang tak dihiraukan Jovan. Sebenarnya masalah seperti apa sampai membuat Jovan perg
Roseline dan Dylan berjalan beriringan menuju bandara. Roseline sudah memutuskan untuk pergi ke China. Di sana, Dylan memiliki kenalan dan ia akan bekerja di perusahaan temannya Dylan itu. Dan Dylan juga, ia berencana untuk mengantar Roseline saja. Agar tidak menimbulkan kecurigaan apalagi Jovan. Jika lelaki itu tahu kalau Dylan juga menghilang di waktu yang bersamaan dengan perginya Roseline, ia pasti akan mencurigai Dylan.Tidak ada kata yang terucap dari bibir keduanya. Roseline sibuk dengan pemikirannya dan Dylan yang memberikan waktu Roseline untuk sendiri. Melihat Roseline yang terpuruk seperti ini, membuat sudut hati Dylan berdenyut nyeri. Siapapun tidak akan rela melihat orang yang dicintainya itu tersakiti. Kalau saja Dylan tidak memikirkan Roseline, ia pasti sudah memberi perhitungan kepada Jovan.“Dylan.” Roseline memanggil lelaki yang duduk di sebelahnya. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat. Dylan yang namanya disebutkan itupun menoleh. “Terimakasih,” sambung R
"Hubungan kita sampai disini saja, Rose. Aku tidak bisa menikah denganmu."Bagai disambar petir, perasaan Roseline hancur kala kekasihnya memutuskan hubungan secara sepihak. Kedua manik cokelat terang itu mulai berembun. Genangan kristal putih mulai menumpuk di kelopak mata membuat pandangannya mengabur. "Kau gila, Ed? Kenapa? Ada apa?" Tanyanya dengan bibir bergetar. Isakannya mulai terdengar kecil."Maaf. Aku tidak bisa mengatakannya. Semoga kau bisa menemukan pengganti yang lebih baik dariku."Setelah mengucapkan itu, sambungan telepon mulai terputus. Roseline menatap kosong ke depan. Bahkan ponsel yang tadi di genggamnya pun terjatuh. Gadis itu terisak hebat.Tubuh berbalut gaun pengantin putih itupun luruh ke lantai yang dingin itu. Bagaimana bisa Edward, kekasihnya sekaligus calon suaminya itu membatalkan pernikahan mereka tepat di hari H. Roseline tidak tahu apa alasannya. Padahal kemarin hubungannya dengan Edward masih baik-baik saja. Bahkan mereka masih sempat membicarakan
"Kau sudah bangun?"Rose mengerjapkan kelopak matanya karena cahaya silau yang memaksa masuk ke dalam retina coklat madu itu. Kemudian tatapannya beralih ke sosok yang duduk di sebelah ranjangnya. Kedua alisnya tertaut dalam kala matanya bersitatap dengan manik emerald milik Jovan. "Sedang apa Bapak disini?" tanya Rose yang merasa heran karena Jovan berada di kamarnya.Karena saat malam pernikahan mereka kemarin, Jovan telah berubah 360 derajat. Lelaki itu langsung bersikap dingin dengannya. Bukan hanya bersikap dingin, namun hal yang membuat Rose tak mengerti adalah Jovan bahkan tanpa segan melalukan tindakan fisik yang membuatnya memiliki karya tangan Jovan di tubuhnya hanya karena Roseline masuk ke dalam kamar lelaki itu. Bukankah itu hal yang wajar untuk sepasang suami istri berada di satu kamar yang sama?Sangat jauh berbeda dengan saat mereka masih menjadi atasan dan bawahan. Setelah kejadian malam itu, mereka pun tidur di ranjang yang terpisah dan jaraknya jauh. Jadi saat meli
"Memikirkan apa?"Jovan tersentak kecil saat sebuah tangan melingkar manja di pinggangnya. Dapat ia rasakan sentuhan yang menggoda. Membuat bulu kuduknya meremang. Jovan membalikkan tubuhnya, memeluk mesra pinggang gadis yang berada di depannya. Mengulas senyum manis kemudian menyelipkan anak rambut gadis itu ke belakang telinga."Hanya merindukanmu," ujar Jovan menatap lembut.Gadis itu mencebikkan bibirnya kemudian mengecup singkat bibir lelaki yang dicintainya sejak 3 tahun yang lalu. Jovan pun tersenyum mendapat kecupan manis dari kekasihnya itu. Kemudian ia menarik tangan gadis itu dan menggiringnya ke sofa. Gadis itupun bergelayut manja dan mencium pipi Jovan berkali-kali.Jovan tertawa kecil. "Katakan padaku, ada apa kau mencariku?" Tanyanya kemudian.Deluna, gadis itu menghela nafasnya panjang. Tampak ada sesuatu yang ia pikirkan. Jovan pun menunggu gadis itu untuk berbicara. "Jadi kapan kau akan menceraikan wanita jelek itu?" Tanyanya sembari mengerucutkan bibirnya membuat J