Roseline dan Dylan berjalan beriringan menuju bandara. Roseline sudah memutuskan untuk pergi ke China. Di sana, Dylan memiliki kenalan dan ia akan bekerja di perusahaan temannya Dylan itu. Dan Dylan juga, ia berencana untuk mengantar Roseline saja. Agar tidak menimbulkan kecurigaan apalagi Jovan. Jika lelaki itu tahu kalau Dylan juga menghilang di waktu yang bersamaan dengan perginya Roseline, ia pasti akan mencurigai Dylan.Tidak ada kata yang terucap dari bibir keduanya. Roseline sibuk dengan pemikirannya dan Dylan yang memberikan waktu Roseline untuk sendiri. Melihat Roseline yang terpuruk seperti ini, membuat sudut hati Dylan berdenyut nyeri. Siapapun tidak akan rela melihat orang yang dicintainya itu tersakiti. Kalau saja Dylan tidak memikirkan Roseline, ia pasti sudah memberi perhitungan kepada Jovan.“Dylan.” Roseline memanggil lelaki yang duduk di sebelahnya. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat. Dylan yang namanya disebutkan itupun menoleh. “Terimakasih,” sambung R
"Hubungan kita sampai disini saja, Rose. Aku tidak bisa menikah denganmu."Bagai disambar petir, perasaan Roseline hancur kala kekasihnya memutuskan hubungan secara sepihak. Kedua manik cokelat terang itu mulai berembun. Genangan kristal putih mulai menumpuk di kelopak mata membuat pandangannya mengabur. "Kau gila, Ed? Kenapa? Ada apa?" Tanyanya dengan bibir bergetar. Isakannya mulai terdengar kecil."Maaf. Aku tidak bisa mengatakannya. Semoga kau bisa menemukan pengganti yang lebih baik dariku."Setelah mengucapkan itu, sambungan telepon mulai terputus. Roseline menatap kosong ke depan. Bahkan ponsel yang tadi di genggamnya pun terjatuh. Gadis itu terisak hebat.Tubuh berbalut gaun pengantin putih itupun luruh ke lantai yang dingin itu. Bagaimana bisa Edward, kekasihnya sekaligus calon suaminya itu membatalkan pernikahan mereka tepat di hari H. Roseline tidak tahu apa alasannya. Padahal kemarin hubungannya dengan Edward masih baik-baik saja. Bahkan mereka masih sempat membicarakan
"Kau sudah bangun?"Rose mengerjapkan kelopak matanya karena cahaya silau yang memaksa masuk ke dalam retina coklat madu itu. Kemudian tatapannya beralih ke sosok yang duduk di sebelah ranjangnya. Kedua alisnya tertaut dalam kala matanya bersitatap dengan manik emerald milik Jovan. "Sedang apa Bapak disini?" tanya Rose yang merasa heran karena Jovan berada di kamarnya.Karena saat malam pernikahan mereka kemarin, Jovan telah berubah 360 derajat. Lelaki itu langsung bersikap dingin dengannya. Bukan hanya bersikap dingin, namun hal yang membuat Rose tak mengerti adalah Jovan bahkan tanpa segan melalukan tindakan fisik yang membuatnya memiliki karya tangan Jovan di tubuhnya hanya karena Roseline masuk ke dalam kamar lelaki itu. Bukankah itu hal yang wajar untuk sepasang suami istri berada di satu kamar yang sama?Sangat jauh berbeda dengan saat mereka masih menjadi atasan dan bawahan. Setelah kejadian malam itu, mereka pun tidur di ranjang yang terpisah dan jaraknya jauh. Jadi saat meli
"Memikirkan apa?"Jovan tersentak kecil saat sebuah tangan melingkar manja di pinggangnya. Dapat ia rasakan sentuhan yang menggoda. Membuat bulu kuduknya meremang. Jovan membalikkan tubuhnya, memeluk mesra pinggang gadis yang berada di depannya. Mengulas senyum manis kemudian menyelipkan anak rambut gadis itu ke belakang telinga."Hanya merindukanmu," ujar Jovan menatap lembut.Gadis itu mencebikkan bibirnya kemudian mengecup singkat bibir lelaki yang dicintainya sejak 3 tahun yang lalu. Jovan pun tersenyum mendapat kecupan manis dari kekasihnya itu. Kemudian ia menarik tangan gadis itu dan menggiringnya ke sofa. Gadis itupun bergelayut manja dan mencium pipi Jovan berkali-kali.Jovan tertawa kecil. "Katakan padaku, ada apa kau mencariku?" Tanyanya kemudian.Deluna, gadis itu menghela nafasnya panjang. Tampak ada sesuatu yang ia pikirkan. Jovan pun menunggu gadis itu untuk berbicara. "Jadi kapan kau akan menceraikan wanita jelek itu?" Tanyanya sembari mengerucutkan bibirnya membuat J
Roseline menatap datar ke arah tamu yang tak undang itu. Entah apa tujuannya mendatangi rumahnya. Hanya saja kehadirannya membuat Roseline merasakan aura yang tidak mengenakkan."Apa kau kaget dengan kedatanganku? Apa kau mengira kalau aku adalah Jovan?" Tutur orang itu dengan senyuman miringnya. Menatap Roseline dengan tatapan meremehkan."Apa tujuanmu kemari?" Tanya Roseline tanpa basa-basi.Orang tertawa sinis. "Sangat to the point. Baiklah, aku menyukai orang yang tidak basa-basi," ujarnya kemudian menatap Roseline dengan tajam. "Ceraikan Jovan."Roseline mendengus pelan. Seharusnya tanpa ia tanya pun ia sudah tahu apa tujuan wanita di depannya itu menyambangi rumahnya. Ya, Roseline jelas tahu hubungan antara Jovan dengan wanita masalalunya karena Jovan pernah membawanya ke kantor. Ia tahu kalau Deluna pasti tidak terima kala Jovan lebih memilih menikahinya daripada menikahi gadis itu."Mimpi saja," balas Roseline dengan lugas. Membuat Deluna menatapnya marah. Ia tidak menyangka k
Jovan meletakkan sebotol berisi butiran pil di atas nakas samping ranjang Roseline. Kedua netra Roseline menatap obat itu dengan seksama. Kemudian kembali menatap Jovan."Apa itu?" Tanyanya penasaran. Sedikit kaget kenapa Jovan memberikan obat-obatan kepadanya. Jelas saja itu membuat Roseline menjadi bingung."Apa kau pikir aku ingin memiliki anak dari wanita hina sepertimu?" Tutur Jovan terdengar begitu menyakitkan di telinga Roseline.Roseline menatap Jovan tak percaya. Bagaimana bisa manusia berwajah malaikat seperti Jovan memiliki hati bak iblis? "Kau—" Roseline tak lagi mampu mengucapkan sepatah katapun.Bukankah kemarin Jovan yang menginginkannya? Bukankah kemarin Jovan yang memintanya? Bukankah kemarin Jovan juga terlihat menikmatinya? Lantas mengapa lelaki itu bersikap begitu kejam? Apa bagi Jovan, Roseline hanya—"Kau hanya akan menjadi pemuasku saja. Jadi jangan berharap lebih karena aku tidak akan sudi memberikan cintaku padamu," tukas Jovan lagi.Membuat sebulir kristal j
Setelah selesai makan bersama sang mertua, Roseline memilih untuk berjalan-jalan menyusuri rumah milik Abraham. Rumah yang tampak megah namun hanya di huni oleh Abraham seorang, dan beberapa pelayan yang tinggal disini. Roseline yang belum banyak mengetahui tentang keluarga suaminya, tentu bertanya-tanya kemana mereka? Apa Jovan tidak memiliki adik? Atau kakak mungkin? Lantas kemana ibunya Jovan? Ingin rasanya Roseline menanyakan itu namun rasanya tidak pantas. Ia tidak ingin Jovan mengira kalau dirinya terlalu banyak ingin tahu.Melihat ada sebuah gazebo di dekat kolam renang belakang rumah, Roseline langsung berjalan ke arah sana dan duduk di sana. Setelah selesai makan, Jovan pun langsung pamit pergi entah kemana. Begitu juga Abraham yang memilih untuk beristirahat. Roseline mengamati sekelilingnya, udara disini terasa lebih sejuk daripada di rumah Jovan. Mungkin ia akan betah jika tinggal di sini. Apalagi, Abraham sangat baik padanya.Membicarakan Abraham, ia jadi teringat dengan
Roseline menautkan kedua tangannya dengan gelisah. Matanya tak berhenti menatap jam yang tergantung di dinding berulang kali. Sudah hampir pukul satu pagi tapi jovan belum juga pulang ke rumah. Roseline tidak tahu harus berbuat apa. Ditambah ini adalah hari pertamanya menginap di rumah mertuanya. Apa yang akan ia katakan pada Abraham kalau mertuanya itu menanyakan keberadaan Jovan?Roseline berjalan kesana kemari memikirkan cara untuk menemukan Jovan. Sial! Ia sendiri tidak tahu tempat yang sering di kunjungi oleh Jovan. Terlebih lagi mereka masih baru menikah. Tidak banyak hal yang Roseline tahu tentang Jovan. Roseline pun mengambil ponselnya, mencari nomor Jovan untuk menghubungi lelaki itu. Terdengar nada panggilan tersambung yang cukup lama. Namun tidak di jawab oleh pemiliknya. Sebenarnya apa yang terjadi? Roseline semakin risau dibuatnya.Untuk kesekian kalinya, ia menilik jam yang tergantung di dinding. Sudah setengah dua pagi, tidak ada pilihan lain selain pergi keluar mencari