Share

Bab 2. Cinta Pertama

Author: Yushinta Devi
last update Last Updated: 2022-11-25 11:41:33

"Mas Dewa?"

"Ini beneran Mas Dewa?" Bianca masih tak percaya jika pria yang di hadapannya adalah orang yang barusan dicarinya.

Dewa diam tak menyahut, tangan kanannya terulur sebagai jawaban dari pertanyaan Bianca.

Bianca yang masih bingung, tak segera menyambut uluran tangan Dewa. Membuat sang empu merasa kesal. "Cium tangan saya, Bianca!"

Bianca yang baru tersadar dari rasa terkejutnya segera meraih tangan Dewa. Mencium tangan suaminya dengan takzim. Senyumnya merekah, raut murungnya hilang entah kemana.

Setelah itu ganti Dewa yang mencium kening Bianca. Wanita itu memejamkan mata, menikmati kecupan Dewa yang membuat hatinya berbunga-bunga. Dewa adalah pria pertama yang mencium keningnya.

Hanya mendapatkan ciuman di kening saja sudah membuat kaki Bianca lemas apalagi di bagian lainnya. Bianca tidak berhenti tersenyum, jika ini mimpi, Bianca berharap tidak akan bangun saja. 

Dewa sendiri mencium kening Bianca cukup lama, pria itu juga sempat berucap lirih, sehingga menimbulkan kerutan di dahi Bianca.

Bianca hendak bertanya apa yang diucapkan oleh Dewa namun ia batalkan begitu melihat Dewa sudah kembali menatap ke arah penghulu.

Keduanya dipersilahkan untuk duduk, menyelesaikan berkas pernikahan mereka berdua. Bianca yang masih belum percaya ini nyata mencubit tangannya sendiri.

"Awh." Pekiknya lirih. Setelah itu bibirnya tertarik ke atas, bahkan debaran jantungnya saat ini masih bekerja lebih keras dari biasanya.

Sesekali Bianca melirik Dewa yang duduk dengan tenang dengan raut wajah dinginnya. Meski belum bisa memahami kejadian saat ini, Bianca tetap senang. Masa bodoh dengan apa yang terjadi barusan, yang terpenting Dewangga Arka Prayoga sudah resmi menjadi suaminya.

***

Malam harinya, Resepsi pernikahan juga diadakan di hotel yang sama, dengan tamu undangan yang tidaklah sedikit.

Semua dibuktikan dengan banyaknya tamu yang antri untuk mengucapkan selamat kepada CEO muda yang sedang menjadi trending topik di berbagai media massa.

Dewa sendiri seperti aktor papan atas yang sedang mengadakan perjamuan guna merayakan kesuksesannya.

Wajah Dewa juga terlihat sangat santai dan tidak terlihat terbebani sama sekali, padahal ia menjadi mempelai pria pengganti disini. 

Anehnya lagi semua tamu undangan juga tidak ada yang menatap mereka dengan tatapan bingung atau semacamnya, Justru mereka memandang takjub dengan interior yang disuguhkan oleh WO yang dipakai oleh keluarga mereka.

Dari acara akad nikah sampai resepsi semua sudah diatur oleh kedua orang tua mereka. Tapi entah kebetulan atau tidak semua yang ada disini seperti apa yang diinginkan oleh Bianca.

Contohnya gaun yang dipakai saat ini. Bianca sangat ingat jika harusnya bukan gaun ini yang ia pakai. 

Pakaiannya pada saat fitting terakhir adalah baju kebaya sama seperti acara akad tadi pagi. Tapi yang ia pakai saat ini adalah gaun yang panjangnya melebihi tubuh dan berlengan panjang, rambutnya disanggul modern dengan mahkota kecil berada diatasnya.

Persis seperti princess yang ada di cerita dongeng. Pernikahan seperti ini yang memang diharapkan oleh Bianca Putri Renaldy.

Alasan kenapa Dewangga tiba-tiba menggantikan posisi Langit sudah sampai di telinga Bianca. Wanita itu justru mengabaikan keberadaan Langit, ia sangat bersyukur dengan menghilangnya sosok Langit di saat yang tepat. Seandainya Langit tidak menghilang, dirinya pasti sudah malas dengan rangkaian acara yang ada. Apalagi tamu undangan juga tidak main-main jumlahnya. 

Tamu undangan yang mengantri untuk memberi ucapan sudah mulai sedikit sehingga Bianca puas melihat suaminya. Sejak tadi dirinya hanya bisa melirik Dewa, itu pun susah karena bulu mata yang dipakainya sangat menghalangi penglihatan.

Dewa yang sadar jika diperhatikan menoleh, membuat Bianca yang tidak siap menjadi salah tingkah, wanita itu menoleh ke sembarang arah untuk menghindari tatapan dingin suaminya. 

Bianca belum terbiasa berada sedekat ini dengan Dewa, jarak jauh saja sudah membuatnya berdebar apalagi berada disampingnya sepanjang hari ini. Bianca berulang kali mengucap syukur bisa mendapatkan pria itu, tidak dengan usaha apapun, Bianca mendapatkannya dengan cuma-cuma. Sungguh takdir yang sangat menguntungkan untuk Bianca.

"Lelah?" Tanya Dewa dengan wajah datarnya.

Bianca mengangguk malu-malu, masih terasa malu tertangkap basah memandangi suaminya, tapi, bukankah memandangi suami sendiri itu hal baik? Kenapa juga Bianca harus malu-malu. 

"Ikut saya!" Titahnya.

Bianca mengira Dewa akan berjalan di depannya. Tapi, tangan Dewa sudah terulur lebih dulu untuk menggandeng tangan Bianca.

Deg!

Debaran jantung Bianca yang belum normal kembali berdetak lebih kencang. Bianca memegang dadanya.. Merasa was-was, takut jika Dewa bisa mendengarkan karena posisi mereka yang cukup dekat.

Masih dengan debaran yang kencang, Bianca dan Dewa berjalan bersama menemui kedua orang tua Dewa yang sedang menjamu para tamu.

"Ma, Pa, kami pamit dulu." Pamitnya pada Maria dan Hasan.

Maria tersenyum, ia berjalan mendekati Bianca. 

"Istirahat ya sayang, jangan terlalu capek." Ucap Maria kepada menantunya.

"Iya tante, Bian istirahat duluan ya." Bianca tersenyum lembut, ia beruntung mama mertuanya orang yang baik.

Maria menggeleng, membuat senyum Bianca luntur.

"Panggil saya Mama, Bian. Sekarang kamu putri kami, ya kan, Pa?" Ucap Maria yang dibenarkan oleh Hasan.

Senyum yang tadi luntur perlahan terbit, ia menahan malu karena sudah sempat berpikir buruk. 

"Iya Ma." Ucap Bianca malu-malu.

"Gitu dong sayang." Maria gemas melihat Bianca yang malu-malu. kini Maria menatap Dewa. "Jangan buat mantu Mama kecapekan!" 

Dewa mendengus dengan guyonan yang Maria berikan. Sedangkan pipi Bianca sudah memerah menandakan jika dirinya paham dengan godaan sang mertua.

"Kami pergi dulu. Mama sama Papa jangan terlalu capek." Dewa kembali berpamitan dengan kedua orang tuanya.

Sekarang mereka tinggal berpamitan dengan kedua orang tua Bianca.

"Kami pamit duluan Om, Tante." Ucap Dewa mewakili.

"Panggil kami Mami dan Papi, Dewa. Sekarang kamu juga anak kami." Pinta Rianti.

Dewa mengangguk, "Iya, Mi, Pi. Kami ke kamar dulu." Pamitnya ulang.

"Istirahatlah. Saya percayakan Bianca sama kamu, tolong jaga Bianca." Aditama menjeda ucapannya sebentar, menghembuskan nafas berat karena harus berpisah dengan putri tunggalnya.

"Dan Bianca, jangan membantah omongan suami kamu jika itu benar. Jika Dewa tidak bisa menjagamu, kembalilah ke Papi. Papi selalu ada buat kamu."

Mata Bianca sudah berkaca-kaca mendengar setiap pesan yang Aditama berikan. Selama 23 tahun mereka tidak pernah tinggal terpisah.

Bianca memeluk Aditama erat yang langsung dibalas dengan tak kalah erat. "Iya Pi. Bian sayang sama Papi." 

"Papi lebih sayang kamu, Bi." 

Rianti menitikkan air mata melihat kehangatan suami dan juga anaknya. Aditama jarang menunjukkan kasih sayangnya terhadap Bianca, tapi jika ditanya siapa yang paling memahami Bianca jawabannya adalah Aditama.

Aditama mempunyai watak yang keras dan tegas, tapi jika dengan Bianca, Aditama akan berubah menjadi lembut tapi tidak juga memanjakan Bianca secara berlebih.

"Sudah, Bi. Suami kamu sudah menunggu." Ucapan Rianti membuat pelukan antara ayah dan anak itu terlepas.

"Bilang aja kalau Mami cemburu sama Bian." Ejek Bianca dengan menjulurkan lidah.

Rianti yang digoda memutar bola mata jengah. Anaknya ini masih belum berubah saja.

Sedangkan Aditama hanya geleng-geleng kepala jika istri dan anaknya mulai saling mengejek.

"Bian, jangan lupa pesan Papi. Sekarang kamu istirahat saja dulu."

Bianca tersenyum sambil mengangguk. Tangannya kembali diraih oleh Dewa untuk diajak ke kamar yang disiapkan untuk mereka berdua.

Beberapa kali bersentuhan tangan di hari ini masih menimbulkan sensasi luar biasa bagi Bianca. Tangan kecilnya entah mengapa terasa pas di genggaman Dewa. 

Sepanjang perjalanan menuju kamar, Bianca dan Dewa hanya saling diam dengan tangan yang masih saling bertautan. 

Langkah kaki Dewa yang terlewat lebar membuat Bianca kesusahan untuk mengimbanginya. Genggaman tangan itu juga tak banyak membantu karena posisi Bianca yang awalnya disebelah Dewa menjadi dibelakang pria itu.

Dewa yang mulai sadar menghentikan langkah kakinya secara tiba-tiba.

"Aduh." Keluh Bianca, keningnya menabrak punggung tegap Dewa.

"Kenapa jalan di belakang saya?" Dewa membalikkan badan menghadap Bianca yang mengusap keningnya.

"Hah." Bianca melongo mendengar pertanyaan dari Dewa. 

"Kenapa tidak jalan di samping saya, Bianca." Ulang Dewa yang masih belum menyadari kesalahannya sendiri.

Bianca tampak bingung harus menjawab seperti apa. "Anu- itu."

Dewa mengernyit tak paham, "Anu?" 

"Bukan- bukan, Mas!" Teriak Bianca kelewat panik, takut jika Dewa salah paham.

Dewa yang paham kepanikan Bianca, menyunggingkan senyum tipis sepersekian detik sebelum mengubah raut wajahnya kembali menjadi datar dengan alis menukik.

"Mas Dewa jalannya terlalu cepat, Aku tidak bisa mengimbanginya." Cicit Bianca pelan.

"Oh."

Bianca tak menyangka jika respon Dewa hanya 'Oh' saja. "Dasar tidak peka!" Batin Bianca. Tanpa ia sadari bibirnya sudah mengerucut kesal.

Karena sibuk dengan batinnya sendiri Bianca tidak sadar jika tubuhnya saat ini sedang melayang.

"Loh kok- 

Ucapannya terputus saat sadar jika dirinya sedang berada di gendongan Dewa, itu membuatnya reflek melingkarkan lengannya di leher Dewa agar tidak terjatuh.

"Mas, aku bisa jalan sendiri." Ucap Bianca dengan debaran di dada yang tiba-tiba hadir.

"Saya tidak pernah bilang kamu lumpuh." Ucap Dewa datar.

Debaran di jantung Bianca yang disebabkan kedekatan mereka berubah menjadi debaran karena menahan kesal.

Bianca yang hendak protes harus menelan ucapannya ketika Dewa berucap lebih dahulu.

"Diam atau saya jatuhkan kamu disini!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 43

    "Mas, ada telepon." Kata Bianca dengan nafas terengah-engah."Biarkan saja!" Dewa kesal. Kegiatannya harus terhenti oleh panggilan telepon entah dari siapa."Tapi—"Itu tidak lebih penting dari ini, Bi!" Ucap Dewa, dia kembali melanjutkan kegiatan mereka yang terhenti dengan tiba-tiba.Namun, layaknya pengganggu yang tidak mau kalah. Ponsel Bianca terus berdering membuat Dewa tanpa sadar mengumpat.Dewa terpaksa melepas tubuh Bianca dari cumbuannya. Dia melangkah mundur, membiarkan Bianca mengambil ponselnya.Dengan nafas yang kembali terengah, Bianca menggeser tombol hijau untuk menjawab."Assalamualaikum Ma." Sapa Bianca begitu panggilan tersambung."Waalaikumsalam Bian, kamu sedang apa? Kenapa nafas kamu seperti itu?" Jawab Mama Maria. Iya. Orang yang mengganggu kegiatan sore mereka adalah Mama Maria. Mama Maria mendapatkan kabar jika anak dan menantunya sudah tidak berada di paris. Karena tidak ada

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 42

    "Iya dia sangat spesial, jadi jangan menangis!"Bianca mundur dari tempatnya berdiri. "Lalu aku harus bagaimana, Mas?" Tanya Bianca pasrah. Dia tidak bisa berpikir dalam kondisi seperti ini. Bianca berharap siapapun dapat menolongnya saat ini. Hatinya sedang tidak baik-baik saja."Cukup seperti biasanya saja." Jawab Dewa."Sampai kapan? Apa selamanya akan seperti ini." Tatap Bianca sendu.Dewa mengangguk. "Kita akan selamanya bersama.""Apa tidak cukup hanya aku?" "Memang hanya kamu, Bi." Bianca semakin terisak. Jadi dia hanya akan berperan sebagai nyonya Dewangga, sedangkan nyonya yang sesungguhnya sengaja disembunyikan. Bianca menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Dewa semakin mengernyit bingung, bukankah wanita akan senang menjadi satu-satunya, lalu, kenapa Bianca justru kembali terisak. Dia berjalan mendekati Bianca, mengambil kedua tangan Bianca. "Tolong jangan menangis, Bi. Saya harus b

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 41

    "Mas.. aku baik-baik saja." Kadang Bianca bingung sendiri, sebenarnya Dewa ini khawatir dengannya atau hanya mencari cela agar mereka bisa segera pulang."Baik-baik saja apanya? Lihatlah wajahmu memerah." Dewa tidak mudah percaya. Dia bisa diamuk 4 orang sekaligus jika Bianca beberapa kali jatuh sakit saat sedang liburan.Bianca meraih tangan Dewa yang masih berdiri di samping tempatnya berbaring. Bianca membutuhkan tambahan tenaga untuk bisa membuat Dewa duduk di dekatnya.Saat sudah berhasil membuat Dewa duduk di dekatnya Bianca mengambil kedua tangan Dewa untuk diletakkan di kedua pipinya. "Tidak panas, kan?"Dewa menggeleng. "Ok." Dewa menarik kembali tangannya, dia sudah hendak berdiri lagi, akan tetapi, Bianca menarik kembali tangannya."Apalagi?" Bianca tampak malu-malu untuk mengucapkannya. "Boleh aku belajar saat ini?" Dewa mengernyit, "Kamu mau belajar apa?"Bi

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 40

    Bianca tidak berhenti memegang bibirnya meski saat ini dia sedang berada di dalam pesawat. Matanya enggan terpejam, takut jika dia bangun semuanya hanya mimpi semata.Dewa disebelahnya duduk dengan tenang, membaca buku yang sengaja dibaca disaat seperti ini. Perjalanan panjang yang akan sangat membosankan jika hanya diisi dengan tidur saja."Masih kurang?" Tanya Dewa. Matanya sejak tadi melirik tingkah Bianca yang tidak berhenti tersenyum sambil menyentuh bibirnya."Eh." Bianca salah tingkah. "Lebih hebat siapa saya atau pria yang kamu cintai?" Tanya Dewa tanpa menoleh."Ini pertama kalinya buatku, Mas." Jawab Bianca malu. Dia tadi terlihat sekali jika belum memiliki pengalaman. Dia hanya mengikuti nalurinya saja. Apa yang dilakukan oleh Dewa, dia akan melakukan hal yang sama."Bagus." Ucap Dewa lirih."Apanya Mas?" Tanya Bianca tidak paham dengan jawaban Dewa."Buku yang

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 39

    "Sudah siap semuanya?" Tanya Dewa setelah mengecek ulang barang-barang mereka yang mungkin saja masih tertinggal."Sudah semua Mas." Bianca menutup kopernya. "Ayo." Ajak Dewa sudah siap membawa dua koper."Mas." Panggil Bianca ragu-ragu."Ada apa? Apa masih ada yang terlewatkan." Tanya Dewa. "Banyak." Batin Bianca."Apa kita tidak membuat kenangan terlebih dahulu untuk kita kenang nantinya?" Liburan yang Bianca harapkan harus cepat berakhir karena dia terkena flu. Tentu saja Bianca sedih. Dia sudah berharap banyak dengan bulan madu ini. Nyatanya baru menginap dua malam, mereka sudah akan kembali ke negara mereka."Sudah ada lebih dari satu kenangan yang bisa kamu ingat." Sahut Dewa."Kenangan yang mana?" Bianca sampai harus mengernyitkan dahi untuk mengingat-ingat kejadian apa yang bisa dikenang."Oke, saya sebutkan satu per satu. Dengarkan baik-baik. Pertama, kamu melakukan pelecehan kepada saya." De

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 38

    Dewa sudah mulai makan sejak lima menit yang lalu, akan tetapi, Bianca masih setia berdiam diri sambil melihat Dewa makan."Mas." Panggil Bianca.Dewa mengangkat kepala sebagai ganti sahutan."Mau." Rengek Bianca. Jika sedang tidak enak badan, Bianca akan menjadi wanita manja yang tidak ingat umur.Dewa menelan makanannya lalu meminum seteguk baru menjawab. "Kemari dan makan." Dewa menyuruh Bianca turun dari ranjang untuk ikut bergabung duduk di sofa bersama dirinya.Bianca bangkit lalu berjalan mendekat. Dia duduk di sebelah kiri Dewa.Dewa mengambil satu piring makanan pembuka untuk Bianca, tetapi, wanita itu menolak. "Tidak. Aku mau makan itu saja." Dia menunjuk piring yang ada di depan Dewa.Dewa mengangguk, lalu mengambil piring yang masih penuh dan menyerahkannya ke Bianca. "Cepat makan dan minum obatmu." Titah Dewa yang lagi-lagi ditolak Bianca."Aku tidak mau. Aku mau itu Mas." Bianca masih menunjuk tepa

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 37

    "Aku mencintaimu, Mas." Batin Bianca. Saat ini Bianca hanya berani mengatakannya dalam hati. Dia belum mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya. Perasaan takut selalu datang saat Bianca ingin mengucapkan tiga kata itu. Dewa tidak sabar menunggu Bianca menjawab. "Kamu tidak mau menyebut siapa orangnya?"Bianca tampak ragu sebelum menjawab. "Kamu."Dewa mengernyit, alisnya dinaikkan satu, "Ada apa dengan saya? Kenapa bertanya balik." Kata Dewa salah paham. Padahal Bianca sudah menjawab pertanyaannya. Mungkin karena Bianca menjawab dengan ragu-ragu jadi Dewa mengartikan ucapannya sebagai pertanyaan. Bianca mengikuti saja apa yang dipahami Dewa. Dia juga penasaran dengan perasaan Dewa. Adakah wanita yang mengisi relung hatinya, ataukah tempat itu masih kosong. Jika benar kosong, Bianca akan maju nomor satu untuk mengisinya dengan senang hati. "Apa Mas Dewa juga sedang mencintai seseorang?" Tanya Bianca.Jantung Bianca berdegup k

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 36

    Bianca berjalan menjauh dari Dewa setelah mencium pipi suaminya. Dia sangat malu saat ini, tadi dia melakukannya reflek saat melihat orang yang ada di depannya juga melakukan hal yang sama.Bianca sampai melupakan jika ponselnya masih berada di tangan Dewa. Dia terus berjalan tak tentu arah untuk menormalkan lagi debar jantungnya. Meski dia pernah datang kesini, nyatanya banyak perubahan yang terjadi di sekitarnya. Dia tak akan ingat jika hanya berkunjung sesekali. Saat debaran jantungnya sudah kembali normal dia menoleh ke belakang, dia mengira Dewa akan mengikutinya, ternyata tidak. Pria itu tidak ada di belakangnya. Bianca mulai panik, dia tidak memegang ponselnya, sedangkan itu alat komunikasi satu-satunya yang dia miliki."Aduh gimana ini? Mana aku tadi asal jalan aja." Bianca panik sendiri, pikirannya mulai kosong. Dia bahkan memikirkan beberapa kemungkinan yang baginya sangat cocok dengan kondisinya saat ini."Gimana ka

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 35

    "Mohon maaf Pak menurut pantauan cctv, tidak ada kesalahan dalam pemasangan label check in.""Oke. Terimakasih atas waktunya." Dewa menutup panggilan teleponnya. Jika bukan kesalahan dari pihak maskapai tentu saja ini jelas ulah orang tuanya sendiri. Pantas saja dia merasa ada yang aneh saat menaruh koper di bagasi. Disana ada kotak yang ditutup dengan kain berwarna hitam."Gimana Mas?" Tanya Bianca yang berdiri di sampingnya. Wanita itu masih mengenakan bathrobe setelah selesai mandi.Dewa menggeleng, lalu menempelkan kembali ponselnya di telinga. Menunggu beberapa saat sebelum panggilannya mulai tersambung."Telepon siapa?" Tanya Bianca dengan suara pelan.Dewa memberi kode agar Bianca diam dengan jari telunjuknya ditaruh di mulutnya sendiri. Bianca mengangguk, lalu sedikit menjauh."Assalamualaikum Ma.""Waalaikumsalam." Jawab Mama Maria. Papa Hasan yang berada satu ruangan dengan Mama Maria berjalan mendekat, dia ing

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status