Share

Bab 3. Tergoda

Sampai di dalam kamar, Dewa menurunkan Bianca di dekat ranjang. Setelah itu ia masuk ke dalam kamar mandi tanpa mengucapkan apa-apa.

Meninggalkan Bianca yang sejak tadi menahan nafas agar tidak dijatuhkan secara tiba-tiba di lantai hotel.

Pintu kamar mandi yang sudah tertutup membuat Bianca bisa bernafas lega. Bianca melepas sepatu terlebih dahulu sebelum berjalan menuju meja rias untuk melihat penampilannya saat ini.

"Gini ya rasanya jadi ratu semalam." Gumamnya. 

Bianca mulai melepaskan mahkota, anting dan juga aksesoris yang menempel di tubuhnya.

Tubuhnya terasa sangat lelah, terutama di bagian kaki. Bianca memijat pelan kakinya untuk meredakan rasa sakit yang cukup mengganggu sepanjang hari.

Tak terasa sudah sepuluh menit Dewa menggunakan kamar mandi. Bianca yang sudah mulai lelah, memilih untuk merebahkan tubuhnya diatas ranjang sambil menunggu Dewa selesai.

Baru saja terpejam pintu kamar mandi sudah terbuka. Menampilkan Dewa dengan bathrobe yang membungkus tubuh tegapnya.

Melihat itu Bianca langsung terduduk, menatap tanpa kedip sosok di depan matanya. 

Saat ini Dewa tampak berkali-kali lipat lebih tampan dari biasanya. Rambutnya yang selalu di tata rapi kini masih setengah basah dan acak-acakan, beberapa helai rambutnya juga masih meneteskan air.

Bianca menelan ludah susah payah, ia begitu menikmati ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna.

"Apa ada yang salah, Bianca?" Pertanyaan Dewa membuat Bianca tersadar.

Bianca memilin tangannya tanda jika ia sedang gugup. "Tidak, Mas."

Setelah itu Bianca berlari masuk ke dalam kamar mandi. 

Blam

Bianca menempelkan kedua tangan di dada. Pikirannya berkelana kemana-mana. Tadi sebelum Dewa keluar dari kamar mandi Bianca tidak terpikirkan apa yang akan mereka lakukan setelah ini.

Tapi, sekarang pikiran Bianca sudah kemana-mana, memikirkan kemungkinan apa yang akan mereka lakukan setelah ini.

Bianca sendiri tak masalah jika harus merelakan mahkotanya untuk Dewa, meski Bianca tahu jika pernikahan ini bukan karena cinta.

Berbeda dengan Bianca yang panik, Dewa justru geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya. Dia sadar jika Bianca saat ini sedang malu karena tertangkap basah sedang menatap dirinya.

Dewa mengambil kaos dan juga celana tidur yang sudah tersedia di dalam lemari. Baru saja dirinya membuka tali bathrobe, pintu kamar mandi kembali terbuka.

Kret

"Mas." Panggil Bianca pelan.

Dewa membalikkan badan tanpa membetulkan tali bathrobe nya. Dada bidangnya terlihat mengintip seolah mengundang mata Bianca untuk menatapnya.

"Hm." Jawab Dewa datar.

Bianca nampak diam dengan raut muka bingung.

"Kenapa?" Tanya Dewa karena Bianca tak kunjung berbicara.

Bianca meyakinkan diri sebelum berucap, "Hm- begini, Mas." Bianca menjeda ucapnya membuat dahi Dewa semakin menukik.

"Bisamintatolonglepaskanresletingku?" Tanya Bianca terlalu cepat.

Dewa menormalkan kembali raut wajahnya melihat tingkah konyol Bianca.

"Kamu sedang berbicara atau sedang nge-rap?" 

Bianca mendongak sebentar, kemudian berniat untuk menutup kembali pintu kamar mandi.

"Katakan yang benar, Bianca!" 

Gerakan tangan Bianca terhenti, ia ragu jadi mengatakannya atau tidak. 

Menghembuskan nafas pelan sebelum kembali berucap dengan intonasi seperti baru bisa berbicara, "Bisa minta tolong lepaskan resletingku, Mas Dewangga."

"Oh." 

Sungguh repson yang membuat Bianca bertambah seperti orang bodoh.

"Putar tubuhmu."

Bianca dengan ragu-ragu menurut dengan harapan agar lebih cepat .

Dewa berjalan mendekat, tepat satu langkah di belakang tubuh Bianca. Rambut Bianca yang masih tersanggul membuat Dewa bisa melihat leher jenjang milik Bianca.

"Mas..." Tegur Bianca karena Dewa tak kunjung membantunya.

Panggilan Bianca membuat Dewa berdehem sebentar sebelum tangannya bergerak menurunkan resleting.

Dewa bergerak gelisah melihat punggung mulus Bianca yang perlahan terlihat. Hembusan nafas Dewa terasa seperti sengaja meniup-niup leher milik Bianca.

Tubuh Bianca menegang, hembusan nafas Dewa membuatnya melayang. Sumpah! Bianca tidak ingin memancing birahi Dewa saat ini. Ia hanya kesusahan membuka gaunnya. 

Dan hanya Dewa yang bisa dimintai tolong untuk saat ini.

"Mas..." Desisnya menahan gairah.

"Apa kamu sengaja menggodaku, Bi?" Hembusan nafas Dewa sekarang terasa di punggungnya.

Bianca mengangguk sekilas, sebelum berubah menjadi gelengan kuat. "Bian, fokuslah." Batin Bianca.

Kini tali pengait penutup aset miliknya sudah mulai terlihat oleh Dewa. Warnanya yang merah sungguh kontras dengan warna kulit Bianca yang putih. 

Dewa menggelengkan kepala untuk menyadarkan dirinya sendiri. Dewa segera mempercepat pergerakan tangannya.

"Sudah." 

Bianca langsung berlari menuju kamar mandi tanpa mengucapkan kata terimakasih.

Blam

Bianca berdiri dibalik pintu dengan degup jantung yang melompat-lompat seolah ingin keluar dari tubuhnya.

"Tak tau terimakasih." Dewa melanjutkan kembali apa yang tadi sempat tertunda, mengganti bathrobe dengan kaos.

Setelahnya Dewa mencari keberadaan ponselnya. Melihat jam yang saat ini sudah menunjukkan jam 11 malam. 

Pantas saja tubuhnya terasa lelah. Berdiri selama lebih dari empat jam sangat menguras tenaga. Berbeda jika dia bekerja lembur. Meski setiap hari harus pulang jam 12 malam tak membuatnya selelah ini.

Dewa merebahkan dirinya di atas ranjang, tanpa menggunakan selimut Dewa langsung memejamkan matanya. 

Sedangkan Bianca sudah 5 menit sibuk mondar mandir di kamar mandi. Ia berniat keluar dari kamar mandi setelah Dewa tidur. Ia sangat malu, takut jika Dewa berpikiran jika dirinya sangat mesum.

Sesekali ia menempelkan telinganya di pintu kamar mandi. Ingin memastikan jika Dewa sudah tertidur, meski hasilnya ia tidak akan mendengar apa-apa karena Dewa bukan orang yang berisik.

Bianca overthinking, takut jika dirinya keluar dari kamar mandi dan Dewa masih terjaga.

Sebenarnya Bianca tak masalah jika Dewa meminta hak nya saat ini juga. Tapi, apa Dewa bersedia menyentuhnya mengingat pernikahan ini tak diharapkan oleh pria itu.

Menimbang beberapa menit, akhirnya Bianca memilih untuk segera keluar dari kamar mandi.

Begitu pintu terbuka tampak Dewa sudah memejamkan mata. Bianca menghembuskan nafas lega, sekaligus kecewa karena dugaannya benar jika Dewa tak mungkin bersedia menyentuhnya.

Bianca berjalan menuju lemari mengambil baju yang akan digunakan, setelah itu Bianca menghentikan langkahnya tepat di depan Dewa.

Bianca melambai-lambaikan tangannya didepan wajah pria itu, memastikan Dewa tidur atau tidak. 

"Sepertinya Mas Dewa benar-benar tidur." Gumam Bianca.

Tanpa pikir panjang Bianca melepas bathrobenya, kini dia telanjang bulat membelakangi Dewa. Tadi dia belum sempat membawa underwear yang baru sebelum masuk ke kamar mandi.

Bianca dengan santainya mengenakan pakaiannya dengan meliuk-liukkan tubuh, bergerak eksotis sama seperti yang sudah sering ia lakukan di kamar pribadinya.

Dewa yang tidak mengetahui jika Bianca berganti pakaian membuka mata dengan perlahan. Niatnya hanya untuk mengintip apa yang akan dilakukan Bianca, tapi, apa yang dilihatnya sekarang justru Bianca yang sedang menggunakan underwearnya dengan gerakan sensual.

Mata Dewa yang tadinya ngintip jadi terbuka lebar, menikmati setiap gerakan yang dilakukan oleh Bianca. 

"Shit." Umpatnya dalam hati. 

Dewa meneguk ludah susah payah, darahnya berdesir kuat, tubuhnya mendadak kaku melihat tubuh indah istrinya. 

Dewa harus menahan hasratnya yang kini melambung tinggi untuk tidak menerkam Bianca saat ini juga.

Tadi dia sengaja tidak merespon karena berpikiran jika Bianca akan menyuruhnya pindah di sofa jika masih terjaga. Tapi kenapa justru hal yang 'iya-iya' yang dilakukan oleh istrinya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status