Share

Bab 3. Tergoda

Penulis: Yushinta Devi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-25 11:45:03

Sampai di dalam kamar, Dewa menurunkan Bianca di dekat ranjang. Setelah itu ia masuk ke dalam kamar mandi tanpa mengucapkan apa-apa.

Meninggalkan Bianca yang sejak tadi menahan nafas agar tidak dijatuhkan secara tiba-tiba di lantai hotel.

Pintu kamar mandi yang sudah tertutup membuat Bianca bisa bernafas lega. Bianca melepas sepatu terlebih dahulu sebelum berjalan menuju meja rias untuk melihat penampilannya saat ini.

"Gini ya rasanya jadi ratu semalam." Gumamnya. 

Bianca mulai melepaskan mahkota, anting dan juga aksesoris yang menempel di tubuhnya.

Tubuhnya terasa sangat lelah, terutama di bagian kaki. Bianca memijat pelan kakinya untuk meredakan rasa sakit yang cukup mengganggu sepanjang hari.

Tak terasa sudah sepuluh menit Dewa menggunakan kamar mandi. Bianca yang sudah mulai lelah, memilih untuk merebahkan tubuhnya diatas ranjang sambil menunggu Dewa selesai.

Baru saja terpejam pintu kamar mandi sudah terbuka. Menampilkan Dewa dengan bathrobe yang membungkus tubuh tegapnya.

Melihat itu Bianca langsung terduduk, menatap tanpa kedip sosok di depan matanya. 

Saat ini Dewa tampak berkali-kali lipat lebih tampan dari biasanya. Rambutnya yang selalu di tata rapi kini masih setengah basah dan acak-acakan, beberapa helai rambutnya juga masih meneteskan air.

Bianca menelan ludah susah payah, ia begitu menikmati ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna.

"Apa ada yang salah, Bianca?" Pertanyaan Dewa membuat Bianca tersadar.

Bianca memilin tangannya tanda jika ia sedang gugup. "Tidak, Mas."

Setelah itu Bianca berlari masuk ke dalam kamar mandi. 

Blam

Bianca menempelkan kedua tangan di dada. Pikirannya berkelana kemana-mana. Tadi sebelum Dewa keluar dari kamar mandi Bianca tidak terpikirkan apa yang akan mereka lakukan setelah ini.

Tapi, sekarang pikiran Bianca sudah kemana-mana, memikirkan kemungkinan apa yang akan mereka lakukan setelah ini.

Bianca sendiri tak masalah jika harus merelakan mahkotanya untuk Dewa, meski Bianca tahu jika pernikahan ini bukan karena cinta.

Berbeda dengan Bianca yang panik, Dewa justru geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya. Dia sadar jika Bianca saat ini sedang malu karena tertangkap basah sedang menatap dirinya.

Dewa mengambil kaos dan juga celana tidur yang sudah tersedia di dalam lemari. Baru saja dirinya membuka tali bathrobe, pintu kamar mandi kembali terbuka.

Kret

"Mas." Panggil Bianca pelan.

Dewa membalikkan badan tanpa membetulkan tali bathrobe nya. Dada bidangnya terlihat mengintip seolah mengundang mata Bianca untuk menatapnya.

"Hm." Jawab Dewa datar.

Bianca nampak diam dengan raut muka bingung.

"Kenapa?" Tanya Dewa karena Bianca tak kunjung berbicara.

Bianca meyakinkan diri sebelum berucap, "Hm- begini, Mas." Bianca menjeda ucapnya membuat dahi Dewa semakin menukik.

"Bisamintatolonglepaskanresletingku?" Tanya Bianca terlalu cepat.

Dewa menormalkan kembali raut wajahnya melihat tingkah konyol Bianca.

"Kamu sedang berbicara atau sedang nge-rap?" 

Bianca mendongak sebentar, kemudian berniat untuk menutup kembali pintu kamar mandi.

"Katakan yang benar, Bianca!" 

Gerakan tangan Bianca terhenti, ia ragu jadi mengatakannya atau tidak. 

Menghembuskan nafas pelan sebelum kembali berucap dengan intonasi seperti baru bisa berbicara, "Bisa minta tolong lepaskan resletingku, Mas Dewangga."

"Oh." 

Sungguh repson yang membuat Bianca bertambah seperti orang bodoh.

"Putar tubuhmu."

Bianca dengan ragu-ragu menurut dengan harapan agar lebih cepat .

Dewa berjalan mendekat, tepat satu langkah di belakang tubuh Bianca. Rambut Bianca yang masih tersanggul membuat Dewa bisa melihat leher jenjang milik Bianca.

"Mas..." Tegur Bianca karena Dewa tak kunjung membantunya.

Panggilan Bianca membuat Dewa berdehem sebentar sebelum tangannya bergerak menurunkan resleting.

Dewa bergerak gelisah melihat punggung mulus Bianca yang perlahan terlihat. Hembusan nafas Dewa terasa seperti sengaja meniup-niup leher milik Bianca.

Tubuh Bianca menegang, hembusan nafas Dewa membuatnya melayang. Sumpah! Bianca tidak ingin memancing birahi Dewa saat ini. Ia hanya kesusahan membuka gaunnya. 

Dan hanya Dewa yang bisa dimintai tolong untuk saat ini.

"Mas..." Desisnya menahan gairah.

"Apa kamu sengaja menggodaku, Bi?" Hembusan nafas Dewa sekarang terasa di punggungnya.

Bianca mengangguk sekilas, sebelum berubah menjadi gelengan kuat. "Bian, fokuslah." Batin Bianca.

Kini tali pengait penutup aset miliknya sudah mulai terlihat oleh Dewa. Warnanya yang merah sungguh kontras dengan warna kulit Bianca yang putih. 

Dewa menggelengkan kepala untuk menyadarkan dirinya sendiri. Dewa segera mempercepat pergerakan tangannya.

"Sudah." 

Bianca langsung berlari menuju kamar mandi tanpa mengucapkan kata terimakasih.

Blam

Bianca berdiri dibalik pintu dengan degup jantung yang melompat-lompat seolah ingin keluar dari tubuhnya.

"Tak tau terimakasih." Dewa melanjutkan kembali apa yang tadi sempat tertunda, mengganti bathrobe dengan kaos.

Setelahnya Dewa mencari keberadaan ponselnya. Melihat jam yang saat ini sudah menunjukkan jam 11 malam. 

Pantas saja tubuhnya terasa lelah. Berdiri selama lebih dari empat jam sangat menguras tenaga. Berbeda jika dia bekerja lembur. Meski setiap hari harus pulang jam 12 malam tak membuatnya selelah ini.

Dewa merebahkan dirinya di atas ranjang, tanpa menggunakan selimut Dewa langsung memejamkan matanya. 

Sedangkan Bianca sudah 5 menit sibuk mondar mandir di kamar mandi. Ia berniat keluar dari kamar mandi setelah Dewa tidur. Ia sangat malu, takut jika Dewa berpikiran jika dirinya sangat mesum.

Sesekali ia menempelkan telinganya di pintu kamar mandi. Ingin memastikan jika Dewa sudah tertidur, meski hasilnya ia tidak akan mendengar apa-apa karena Dewa bukan orang yang berisik.

Bianca overthinking, takut jika dirinya keluar dari kamar mandi dan Dewa masih terjaga.

Sebenarnya Bianca tak masalah jika Dewa meminta hak nya saat ini juga. Tapi, apa Dewa bersedia menyentuhnya mengingat pernikahan ini tak diharapkan oleh pria itu.

Menimbang beberapa menit, akhirnya Bianca memilih untuk segera keluar dari kamar mandi.

Begitu pintu terbuka tampak Dewa sudah memejamkan mata. Bianca menghembuskan nafas lega, sekaligus kecewa karena dugaannya benar jika Dewa tak mungkin bersedia menyentuhnya.

Bianca berjalan menuju lemari mengambil baju yang akan digunakan, setelah itu Bianca menghentikan langkahnya tepat di depan Dewa.

Bianca melambai-lambaikan tangannya didepan wajah pria itu, memastikan Dewa tidur atau tidak. 

"Sepertinya Mas Dewa benar-benar tidur." Gumam Bianca.

Tanpa pikir panjang Bianca melepas bathrobenya, kini dia telanjang bulat membelakangi Dewa. Tadi dia belum sempat membawa underwear yang baru sebelum masuk ke kamar mandi.

Bianca dengan santainya mengenakan pakaiannya dengan meliuk-liukkan tubuh, bergerak eksotis sama seperti yang sudah sering ia lakukan di kamar pribadinya.

Dewa yang tidak mengetahui jika Bianca berganti pakaian membuka mata dengan perlahan. Niatnya hanya untuk mengintip apa yang akan dilakukan Bianca, tapi, apa yang dilihatnya sekarang justru Bianca yang sedang menggunakan underwearnya dengan gerakan sensual.

Mata Dewa yang tadinya ngintip jadi terbuka lebar, menikmati setiap gerakan yang dilakukan oleh Bianca. 

"Shit." Umpatnya dalam hati. 

Dewa meneguk ludah susah payah, darahnya berdesir kuat, tubuhnya mendadak kaku melihat tubuh indah istrinya. 

Dewa harus menahan hasratnya yang kini melambung tinggi untuk tidak menerkam Bianca saat ini juga.

Tadi dia sengaja tidak merespon karena berpikiran jika Bianca akan menyuruhnya pindah di sofa jika masih terjaga. Tapi kenapa justru hal yang 'iya-iya' yang dilakukan oleh istrinya itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 43

    "Mas, ada telepon." Kata Bianca dengan nafas terengah-engah."Biarkan saja!" Dewa kesal. Kegiatannya harus terhenti oleh panggilan telepon entah dari siapa."Tapi—"Itu tidak lebih penting dari ini, Bi!" Ucap Dewa, dia kembali melanjutkan kegiatan mereka yang terhenti dengan tiba-tiba.Namun, layaknya pengganggu yang tidak mau kalah. Ponsel Bianca terus berdering membuat Dewa tanpa sadar mengumpat.Dewa terpaksa melepas tubuh Bianca dari cumbuannya. Dia melangkah mundur, membiarkan Bianca mengambil ponselnya.Dengan nafas yang kembali terengah, Bianca menggeser tombol hijau untuk menjawab."Assalamualaikum Ma." Sapa Bianca begitu panggilan tersambung."Waalaikumsalam Bian, kamu sedang apa? Kenapa nafas kamu seperti itu?" Jawab Mama Maria. Iya. Orang yang mengganggu kegiatan sore mereka adalah Mama Maria. Mama Maria mendapatkan kabar jika anak dan menantunya sudah tidak berada di paris. Karena tidak ada

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 42

    "Iya dia sangat spesial, jadi jangan menangis!"Bianca mundur dari tempatnya berdiri. "Lalu aku harus bagaimana, Mas?" Tanya Bianca pasrah. Dia tidak bisa berpikir dalam kondisi seperti ini. Bianca berharap siapapun dapat menolongnya saat ini. Hatinya sedang tidak baik-baik saja."Cukup seperti biasanya saja." Jawab Dewa."Sampai kapan? Apa selamanya akan seperti ini." Tatap Bianca sendu.Dewa mengangguk. "Kita akan selamanya bersama.""Apa tidak cukup hanya aku?" "Memang hanya kamu, Bi." Bianca semakin terisak. Jadi dia hanya akan berperan sebagai nyonya Dewangga, sedangkan nyonya yang sesungguhnya sengaja disembunyikan. Bianca menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Dewa semakin mengernyit bingung, bukankah wanita akan senang menjadi satu-satunya, lalu, kenapa Bianca justru kembali terisak. Dia berjalan mendekati Bianca, mengambil kedua tangan Bianca. "Tolong jangan menangis, Bi. Saya harus b

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 41

    "Mas.. aku baik-baik saja." Kadang Bianca bingung sendiri, sebenarnya Dewa ini khawatir dengannya atau hanya mencari cela agar mereka bisa segera pulang."Baik-baik saja apanya? Lihatlah wajahmu memerah." Dewa tidak mudah percaya. Dia bisa diamuk 4 orang sekaligus jika Bianca beberapa kali jatuh sakit saat sedang liburan.Bianca meraih tangan Dewa yang masih berdiri di samping tempatnya berbaring. Bianca membutuhkan tambahan tenaga untuk bisa membuat Dewa duduk di dekatnya.Saat sudah berhasil membuat Dewa duduk di dekatnya Bianca mengambil kedua tangan Dewa untuk diletakkan di kedua pipinya. "Tidak panas, kan?"Dewa menggeleng. "Ok." Dewa menarik kembali tangannya, dia sudah hendak berdiri lagi, akan tetapi, Bianca menarik kembali tangannya."Apalagi?" Bianca tampak malu-malu untuk mengucapkannya. "Boleh aku belajar saat ini?" Dewa mengernyit, "Kamu mau belajar apa?"Bi

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 40

    Bianca tidak berhenti memegang bibirnya meski saat ini dia sedang berada di dalam pesawat. Matanya enggan terpejam, takut jika dia bangun semuanya hanya mimpi semata.Dewa disebelahnya duduk dengan tenang, membaca buku yang sengaja dibaca disaat seperti ini. Perjalanan panjang yang akan sangat membosankan jika hanya diisi dengan tidur saja."Masih kurang?" Tanya Dewa. Matanya sejak tadi melirik tingkah Bianca yang tidak berhenti tersenyum sambil menyentuh bibirnya."Eh." Bianca salah tingkah. "Lebih hebat siapa saya atau pria yang kamu cintai?" Tanya Dewa tanpa menoleh."Ini pertama kalinya buatku, Mas." Jawab Bianca malu. Dia tadi terlihat sekali jika belum memiliki pengalaman. Dia hanya mengikuti nalurinya saja. Apa yang dilakukan oleh Dewa, dia akan melakukan hal yang sama."Bagus." Ucap Dewa lirih."Apanya Mas?" Tanya Bianca tidak paham dengan jawaban Dewa."Buku yang

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 39

    "Sudah siap semuanya?" Tanya Dewa setelah mengecek ulang barang-barang mereka yang mungkin saja masih tertinggal."Sudah semua Mas." Bianca menutup kopernya. "Ayo." Ajak Dewa sudah siap membawa dua koper."Mas." Panggil Bianca ragu-ragu."Ada apa? Apa masih ada yang terlewatkan." Tanya Dewa. "Banyak." Batin Bianca."Apa kita tidak membuat kenangan terlebih dahulu untuk kita kenang nantinya?" Liburan yang Bianca harapkan harus cepat berakhir karena dia terkena flu. Tentu saja Bianca sedih. Dia sudah berharap banyak dengan bulan madu ini. Nyatanya baru menginap dua malam, mereka sudah akan kembali ke negara mereka."Sudah ada lebih dari satu kenangan yang bisa kamu ingat." Sahut Dewa."Kenangan yang mana?" Bianca sampai harus mengernyitkan dahi untuk mengingat-ingat kejadian apa yang bisa dikenang."Oke, saya sebutkan satu per satu. Dengarkan baik-baik. Pertama, kamu melakukan pelecehan kepada saya." De

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 38

    Dewa sudah mulai makan sejak lima menit yang lalu, akan tetapi, Bianca masih setia berdiam diri sambil melihat Dewa makan."Mas." Panggil Bianca.Dewa mengangkat kepala sebagai ganti sahutan."Mau." Rengek Bianca. Jika sedang tidak enak badan, Bianca akan menjadi wanita manja yang tidak ingat umur.Dewa menelan makanannya lalu meminum seteguk baru menjawab. "Kemari dan makan." Dewa menyuruh Bianca turun dari ranjang untuk ikut bergabung duduk di sofa bersama dirinya.Bianca bangkit lalu berjalan mendekat. Dia duduk di sebelah kiri Dewa.Dewa mengambil satu piring makanan pembuka untuk Bianca, tetapi, wanita itu menolak. "Tidak. Aku mau makan itu saja." Dia menunjuk piring yang ada di depan Dewa.Dewa mengangguk, lalu mengambil piring yang masih penuh dan menyerahkannya ke Bianca. "Cepat makan dan minum obatmu." Titah Dewa yang lagi-lagi ditolak Bianca."Aku tidak mau. Aku mau itu Mas." Bianca masih menunjuk tepa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status