Share

Bab 7. Gangguan kecil

Selesai dengan berbelanja, Dewa tidak langsung mengarahkan mobilnya ke arah apartemen. Dewa justru menepikan mobilnya di salah satu restoran terdekat yang menjual masakan nusantara.

Bianca yang tadinya asyik memperhatikan jalan beralih menatap suaminya yang sudah berhasil menepi dan mendapat lahan parkir.

"Kita makan dulu." Ucap Dewa saat mobilnya sudah terparkir dengan benar.

"Nggak makan di apartemen aja, Mas?" 

Bianca memperhatikan Dewa yang sedang melepas seatbelt, suaminya itu bahkan tidak menoleh ke arahnya saat berbicara.

"Kalau kamu tidak mau, biar saya saja!" Kali ini Dewa sudah membuka pintu mobil, tubuh tegapnya sudah turun dari mobil. 

Dewa menutup pintu mobil tanpa melihat ke arah Bianca seolah dirinya hanya sendiri.

Bianca menghembuskan nafas pelan, meski sedikit kecewa karena niatnya untuk pertama kali masak untuk sang suami gagal, ia tetap menyemangati dirinya sendiri. "Tenang, Bian! Masih banyak waktu buat masakin Mas Dewa! Semangat!" 

Bianca mencoba tersenyum lalu ikut turun mengejar langkah suaminya yang sudah menjauh. Terlihat dari kaca restoran, Suaminya sudah akan duduk di salah satu kursi dekat dengan kaca.

Bianca mempercepat langkah kakinya, dari tempatnya ia bisa melihat seorang pelayan baru saja pergi dari meja suaminya.

Belum juga pelayan itu menjauh, seorang wanita dengan dandanan menor berjalan menghampiri suaminya.

Bianca yang mencium bau-bau wanita penggoda segera melangkah lebih cepat. Namun jarak antara dirinya dan meja yang cukup jauh membuat wanita itu hampir berhasil duduk di depan Dewa jika saja suara Bianca tidak mengusik pendengarannya.

"Mas… kok aku ditinggal sih!" Ia sengaja mengucapkannya dengan keras dan manja. 

Berhasil. Wanita itu menoleh ke belakang, mencari sumber suara. 

Dewa sendiri menaikkan alis mendengar nada bicara Bianca yang berubah menjadi manja. Bianca juga tak sungkan langsung menggeser tubuh wanita itu, hingga wanita itu hampir saja terjatuh jika refleknya jelek.

Bianca menyerobot duduk di seberang kursi Dewa tanpa mengucapkan maaf. Matanya menghunus tajam ke wanita berdandan menor itu. "Tante siapa ya?" Wanita itu tampak kesal begitu mendengar pertanyaan Bianca.

"Ini adik kamu?" Tanya wanita itu kepada Dewa, mengabaikan Bianca begitu saja.

"Enak saja! Saya istrinya!" Sahut Bianca tak terima.

Wanita itu terkejut, tapi, tak juga langsung percaya. "Ini beneran istri kamu?" 

Wanita itu masih menatap Dewa, menunggu jawaban dari pria yang sudah begitu menggoda di hadapannya.

Dewa mengangguk saja, ia tak berniat melayani dua wanita yang siap bertarung itu.

"Dibilangin juga ngeyel banget sih, Tan! Udah sana! Hush hush hush!" Usir Bianca seperti mengusir kucing, mengibaskan kedua tangannya.

Wanita itu semakin kesal, rencana untuk menggaet pria tampan gagal. Wanita yang belum sempat memperkenalkan diri itu pergi dengan wajah murung dan langkah kaki yang sengaja di hentak-hentakan.

Setelah wanita itu jauh dari meja mereka, Bianca langsung mencerca Dewa dengan beberapa pertanyaan.

"Mas kenal dengan wanita itu? Kok Mas diam saja sih? Harusnya itu Mas bilang kalau sudah beristri! Mas nggak lupa kan kalau sekarang sudah beristri?"

Rentetan pertanyaan itu belum sempat terjawab, sudah datang pelayan mengantarkan pesanan Dewa.

Bianca yang masih kesal segera mengambil minuman yang baru saja di taruh oleh pelayan.

Glek

Glek

Bianca menandaskan minuman itu hingga setengah, membuat Dewa dan pelayan heran dengan tingkahnya. Sebegitu haus kah, Bianca?

Merasa sudah selesai menyajikan pesanan, pelayanan itu pamit dari meja mereka.

Bianca kembali bertanya ketika pelayan itu sudah menjauh dari meja. "Mas… jawab dong!"

Dewa mengangkat bahu acuh.

"Makanlah!" Titah Dewa.

Bianca mengerucutkan bibir kesal, baru hitungan hari menjadi istri seorang Dewangga Arka Prayoga sudah membuat energinya terkuras.

"Jawab dulu, Mas." Pinta Bianca sekali lagi.

Dewa menulikan telinga, Dewa kembali menyuruh Bianca makan.

"Makan!!" 

"Ma- aaas." Dewa menyuapi Bianca ikan nila bakar yang dipesannya. Dengan mulut penuh Bianca mencoba melanjutkan ucapannya.

Bianca mengunyah dengan pelan-pelan, baru menelannya.

"Enak?" Tanya Dewa.

"Enak Mas… mau lagi dong.. aaaah." Bianca membuka mulutnya meminta Dewa menyuapinya kembali.

"Fungsikan tanganmu dengan benar, Bi!"

****

Sampai di apartemen, Dewa meletakkan barang belanjanya di dapur. Bianca yang berada di belakangnya segera memilah mana yang akan dimasukkan ke dalam lemari es dan rak atas.

Bianca lebih dulu memasukkan makanan instan di dalam rak, setelahnya baru membersihkan ikan dan juga ayam hingga bersih lalu memasukkannya ke dalam lock n lock.

Dewa mengamati istrinya yang sedang asyik memisahkan barang belanjaannya. Dewa duduk di bar stool, melihat Bianca yang bergerak kesana kemari. 

Dewa yang tahu jika istrinya selesai, segera menyibukkan diri dengan ponselnya. Padahal tidak ada yang penting, tangannya hanya menscroll aplikasi.

"Mas…" 

Dewa mendongak, menatap Bianca yang sudah ada di depannya.

"Mau makan lagi gak?" Tanya Bianca, melihat Dewa duduk di bar stool membuatnya berpikir jika suaminya masih belum kenyang.

"Apa saya terlihat seperti orang yang kelaparan setelah menghabiskan satu setengah porsi saat di restoran?"

Saat itu juga Bianca menyesal sudah menanyakan pertanyaan yang salah kepada suaminya. Sepertinya Bianca mempunyai pekerjaan rumah baru, yaitu mencari tahu semua kebiasaan dari suaminya itu.

"Baiklah. Maaf aku tidak bermaksud membuang-buang makanan, hanya saja perutku sedang tidak bisa diisi terlalu banyak."

"Pantas saja tubuhmu kurus, ternyata kamu salah satu wanita yang anti makan saat malam hari!"

Bianca menggeleng tak terima, "Mas salah paham. Aku suka makan kok! Hanya saja perutku sedang tidak bisa diajak kompromi."

Tanpa merespon, Dewa pergi meninggalkan dapur menuju ruang bersantai. Menyalakan televisi, mencari channel tentang dunia bisnis.

Bianca berinisiatif membuatkan minuman hangat untuk suaminya. Bianca memilih teh chamomile sebagai minuman untuk mereka bersantai.

Selesai membuat dua cangkir teh chamomile hangat, Bianca membawanya langsung menggunakan kedua tangannya tanpa bantuan nampan. 

Bianca berjalan menghampiri suaminya yang tampak serius melihat berita di televisi. Pesona Dewa selalu bisa membuat Bianca terpesona, meski tanpa tersenyum Dewa selalu mampu membuat wanita di sekitarnya mendekat. Entah seberapa besar magnet yang dipunya oleh suaminya.

Bianca menaruh dua cangkir teh diatas meja. Satu di depan dirinya, yang satu lagi di depan suaminya. "Minum dulu, Mas. Mumpung masih hangat."

"Terimakasih." 

Bianca tersenyum, lalu ikut duduk di samping suaminya. Bianca yang tidak terlalu suka dengan bisnis, menatap malas layar 42 inch yang ada di depannya.

Lima menit Bianca mampu bertahan melihat seorang presenter membawakan acara tentang bisnis, selebihnya Bianca lebih memilih memandangi wajah suaminya.

Di awal-awal Dewa mengabaikan Bianca yang terang-terangan menatap dirinya dari samping kanannya. Lama-lama Dewa tidak tahan karena pandangan Bianca terasa begitu mengganggu.

Dewa sedikit menyerongkan tubuhnya menghadap Bianca. "Apa ada yang menarik di wajah saya?"

Bianca mengangguk, "Banyak — Eh!" Bianca menutup mulutnya. 

"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Dewa serius.

Bianca nampak menimbang-nimbang apa ini waktu yang tepat atau tidak. Sebelum menjawab, Bianca menarik nafas lalu menghembuskan dengan pelan. "Iya. Boleh aku tanya sesuatu?"

"Hm."

Bianca bertanya dengan suara lirih, "Pernikahan ini… Apa untuk selamanya?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status